Komisi VIII DPR: Kemenag Tertutup Terkait Pengelolaan Dana Haji

ilustrasi (foto: Poros Jakarta)

MTN, Jakarta – Pihak Komisi VIII DPR sebut kalau Pansus Haji 2024 dibentuk karena pihak Kementrian Agama tertutup mengenai pengelolaan Dana Haji. Seperti apa?

Dilansir dari Beritasatu.com, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, mengungkap kalau salah satu alasan dibentuknya Pansus Angket Haji 2024 adalah karena Kementerian Agama (Kemenag) tidak memberikan data dan keterangan memadai terkait pelaksanaan haji.

“Dalam rapat antara Komisi VIII dan Kemenag terjadi kebuntuan. Komisi VIII tidak mendapatkan data dan keterangan yang memadai,” ujar Marwan kepada wartawan, Senin (29/7/2024).

Anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Utara tersebut menyebutkan, ketertutupan Kemenag membuat Komisi VIII bersepakat membongkar data yang terkesan ditutup-tutupi itu.

“Ketertutupan Kemenag membuat Komisi VIII bersepakat membongkar data yang tertutup itu melalui pansus angket, terutama penggunaan visa hak jemaah haji reguler yang tidak diberikan kepada jemaah yang sudah antre berpuluh tahun,” jelas Marwan.

Marwan menegaskan Pansus Angket Haji murni terkait umat muslim yang sudah antre terlalu lama untuk melaksanakan ibadah haji. Dia memastikan tidak ada kepentingan pribadi di balik pembentukan Pansus Haji 2024.

“Tidak ada urusannya dengan pribadi-pribadi. Sekali lagi saya tegaskan ini murni pekerjaan,” ujarnya.

Marwan menambahkan, Pansus Angket Haji fokus pada masalah-masalah yang dipertanyakan masyakarat, seperti apakah benar terjadi penyelewengan penggunaan visa haji.

“Enggak ada urusannya dengan PKB atau PBNU. Ini murni urusan Kementerian Agama. Bukan urusan PKB atau PBNU,” pungkas Marwan.

MUI Minta Pemerintah untuk Perbaiki Aturan Pengelolaan Dana Haji

ilustrasi (gambar: linggaupos)

MTN, Jakarta – MUI baru-baru ini fatwakan Dana Haji itu haram, dan minta pemerintah untuk perbaiki aturan yang berlaku. Seperti apa?

Dilansir dari Harian Disway, pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Selasa (2/7/2024) merilis buku Konsensus Ulama Fatwa Indonesia yang memuat beberapa fatwa baru, yang salah satu fatwanya adalah terkait status dana haji yang dikelola pemerintah.

MUI memvonis Dana Haji yang dikelola pemerintah adalah haram karena ada kesalahan dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, MUI lantas meminta pemerintah memperbaiki peraturan perundang-undangan sebagai salah satu solusinya.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014, lembaga yang bertugas mengelola dana haji secara syar’i adalah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang dibentuk pada tahun 2017 lalu.

Di dalam buku yang berisi berbagai fatwa terbaru MUI itu, mereka menyoroti terdapat kekeliruan tindakan BPKH dalam mengelola dana haji.

Hal tersebut terletak pada penggunaan hasil investasi setoran awal biaya perjalanan ibadah haji (BIPIH) milik calon jemaah haji yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain, seperti jemaah yang sedang berangkat di tahun haji yang berjalan.

Alasan status haram itu muncul karena ada peluang pengurangan hak calon jemaah haji yang sudah membayar. Dengan begitu, pengelolaan pemberian hak pada jemaah haji menjadi tidak teratur sebab ada jemaah haji yang menggunakan hak milik jemaah lainnya.

“Dalam jangka panjang, jika tidak dibenahi pasti akan menimbulkan masalah yang serius dalam hal likuiditas,” tulis MUI dalam pernyataan tersebut.

Oleh karena itu, MUI mengeluarkan tiga rekomendasi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pertama, mereka menyarankan agar BPKH memperbaiki tata kelola keuangan haji dengan menjadikan fatwa dari hasil ijtimak MUI sebagai panduan.

Kedua, MUI meminta presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperbaiki ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin dan melindungi hak-hak calon jemaah haji yang telah membayar setoran dana haji.