Jawa Tengah Akan Jadi Tuan Rumah GMTI 2024

MTN, Semarang – Provinsi Jawa Tengah ditunjuk oleh Kementerian Pariwisata dan ekonomi kreatif (Kemenparekraf) RI untuk menjadi tuan rumah Global Moeslem Travel Index (GMTI) tahun 2024 mendatang.

Provinsi Jawa Tengah ditunjuk oleh Kementerian Pariwisata dan ekonomi kreatif (Kemenparekraf) RI untuk menjadi tuan rumah Global Moeslem Travel Index (GMTI) tahun 2024 mendatang. Hal tersebut, menyusul kemenangan Indonesia pada acara GMTI baru baru ini. Sehingga, Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah GMTI berikutnya.

Dilansir dari BrataPos, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, menyatakan Jateng siap menggelar ajang tahunan tersebut. Ia menuturkan, saat menerima Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah, diinformasikan bahwa Menparekraf Sandiaga Uno menginginkan Jawa Tengah menjadi tuan rumah penyelenggaraan GMTI. Menurutnya, Jateng akan serius menggarap event yang akan dihadiri banyak masyarakat muslim dari berbagai belahan dunia.

“Indonesia yang saat ini meraih nomor 1 Global Moeslem Travel Index yang diselenggarakan di Singapura dan tahun 2024, ditunjuk sebagai tuan rumah untuk pelaksanaan bertemunya GMTI sedunia. Dan, ada kabar, bahwa nanti akan ditempatkan di Jateng,” kata Taj Yasin saat menerima Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS), Senin (19/06), di rumah dinas Rinjani.

Wagub mengatakan, Jateng akan mempersiapkan event tersebut dengan baik, mulai dari hulu hingga hilirnya. Seperti mempersiapkan regulasinya, fasilitasi sertifikat halal, tempat wisata, hotel, dan kulinernya.

“Dan tadi sudah menjadi sebuah kesepakatan, apa-apa saja yang kita dorong, baik itu di pariwisata, hotel, maupun tempat kuliner yang menjadi moeslem friendly. Kami juga akan menyiapkan pergub terkait friendly moeslem dan destinasi halal, wisata halal, kuliner halal, hotel halal, itu akan kita atur, untuk menuju pada tahun 2024,” jelasnya.

Sejumlah tempat di Jawa Tengah, beber Wagub, sudah siap menyuguhkan konsep wisata halal. Antara lain Kota Semarang, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Karanganyar. Sehingga tinggal mengecek, apa-apa saja yang masih perlu disiapkan.

Wagub mengaku senang upaya mengusung konsep wisata halal di Jawa Tengah mendapat dukungan banyak pihak. Antara lain dari pihak PHRI, Asita, Kadin, MUI dan perguruan tinggi.

Tonton videonya di bawah ini.

Global Muslim Travel Index 2022 Menempatkan Indonesia di Posisi Dua

ilustrasi (foto: GNFI)

MTN, Jakarta – Indonesia kini menempati peringkat kedua di Global Muslim Travel Index (GMTI) 2022. Seperti apa?

Dilansir dari Republika, Indonesia meraih peringkat kedua di Global Muslim Travel Index (GMTI) 2022, setelah peringkat satu dinobatkan kembali untuk Malaysia.

Direktur Industri Produk Halal Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Afdhal Aliasar, menyampaikan kalau Indonesia naik dua peringkat dari yang sebelumnya posisi empat pada 2021.

“Saya tadi ikut hadir di Singapura (acara peluncuran GMTI 2022), Indonesia naik dari ranking empat ke ranking dua,” ujar Afdhal, awal bulan ini (1/6).

Posisi kedua dalam GMTI 2022 ditempati tidak hanya oleh Indonesia tapi juga Arab Saudi dan Turki karena memiliki nilai sama yakni 70. Sementara Malaysia memperoleh score 74. Posisi selanjutnya adalah Uni Emirat Arab dengan nilai 66, dan Qatar dengan nilai 64.

Global Muslim Travel Index 2022 diluncurkan oleh Mastercard-CrescentRating. Laporan tahunan ini menjadi optimisme baru untuk sektor pariwisata setelah mengalami penurunan sangat tajam karena pandemi Covid-19 sejak dua tahun lalu.

Afdhal menyampaikan kalau Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republika Indonesia, Sandiaga Uno, juga memperoleh penghargaan sebagai Halal Travel Personality of the Year 2022.

GMTI 2022 memperingkatkan 138 destinasi, dalam upayanya mengakselerasi pemulihan pariwisata halal secara global.

Founder dan CEO CrescentRating HalalTrip, Fazal Bahardeen, mengatakan kalaulaporan tahun ini menggarisbawahi kunci pendorong utama fase pertumbuhan dan pemulihan untuk pasar pariwisata halal dunia.

Menurut Fazal, Generasi Z, milenial dan perempuan akan menjadi kontributor utama yang paling berpengaruh untuk pemulihan pasar pariwisata halal dunia.

“Sebanyak 70 persen populasi dunia adalah milenial dan generasi Z, pelancong perempuan juga kini menjadi salah satu yang berkembang paling pesat untuk wisata halal, jumlahnya mencapai 45 persen,” ujar Fazal.

Pelancong Muslim secara global telah mencapai 160 juta orang pada 2019. Setelah disrupsi krisis pada 2020 dan 2021, ia memperkirakan jumlah wisatawan Muslim akan mencapai 140 juta orang pada 2023 dan kembali pada level 2019 yakni 160 juta orang pada 2024.

Menurut proyeksi prapandemik, jumlah wisatawan Muslim akan mencapai 20 juta orang pada 2025. Sementara estimasi pengeluaran untuk wisata halal diperkirakan akan mencapai 225 juta dolar AS pada 2028.

Fazal menyebut proses ini masih diliputi ketidakpastian karena tantangan yang ada. Seperti keberlanjutan perang Ukraina dan Rusia, kenaikan harga energi, dan ancaman kesehatan lain seperti cacar monyet atau varian lain dari Covid-19.

“Namun demikian, kita tetap optimistis ekonomi akan kembali pulih, terlebih ada banyak perbaikan di industri pariwisata seperti tidak adanya lagi karantina untuk wisata internasional,” pungkasnya.

Baca detail dari Global Muslim Travel Index 2022 di SINI.

Turun Peringkat di GMTI 2021, PKS Dorong Kemenparekraf Tingkatkan Wisata Halal

GMTI 2021 (gambar: destinasian.co.id)

MTN, Jakarta – Indonesia turun peringkat di Global Muslim Travel Indeks (GMTI) 2021, Partai Keadilan Sejahtera dorong agar Kemenparekraf tingkatkan wisata halal.

Dilansir dari situs resmi PKS, Indonesia turun jadi peringkat keempat di Global Muslim Travel Indeks (GMTI) 2021, anggota legislatif Partai Keadilan Sejahtera dorong agar Kemenparekraf tingkatkan wisata halal.

Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, mendorong Kemenparekraf agar melakukan strategi pembenahan dan peningkatan wisata halal, supaya Indonesia bisa kembali menjadi destinasi pilihan muslim friendly nomor satu di tahun depan.

“Situasi pandemi memang telah memukul dunia pariwisata secara global. Namun, pariwisata dunia tidak mati, hanya berjalan lebih lambat. Dari sini kita perlu memikirkan strategi agar dalam perlambatan situasi ini kita tetap bisa mengkreasikan berbagai program wisata yang aman dan tetap ‘muslim friendly’, memberi kenyamanan kepada ‘traveler’ muslim,” ujar Ledia.

Beberapa indikator yang digunakan GMTI dalam membuat peringkatan di antaranya: akses, komunikasi, lingkungan, dan layanan. Di antara turunan dari indikator ini terdapat ketersediaan sarana ibadah juga akses pada penyediaan makanan halal, di samping seluruh indikator lain yang secara umum menjadi nilai plus dalam penyediaan dan pengelolaan wisata. Selain itu rating yang dikeluarkan pada 2021 ini, pihak GMTI juga mengukur kesiapan satu negara dalam membuat rencana pengelolaan wisata di tengah situasi pandemi yang melanda dunia.

“Karena ini adalah ukuran bagaimana satu negara siap mengkreasikan dan menyiapkan program dan destinasi wisata yang ramah muslim, termasuk bagaimana di masa pandemi ini suatu negara punya rencana pengelolaan wisata yang aman secara protokol kesehatan, maka kita perlu introspeksi diri mengapa kita turun peringkat sementara beberapa negara tetap bertahan bahkan ada yang naik peringkat sebagai tujuan wisata para ‘traveler’,” ujar Ledia.

Sekretaris Fraksi PKS ini mengingatkan, meski sedang dalam masa pandemi pihak Kemenparekraf tetap harus secara serius dan sungguh-sungguh menyiapkan destinasi wisata halal agar bisa menarik kembali kedatangan para pelancong muslim dari berbagai negara dan menempatkan kembali Indonesia para peringkat teratas negara tujuan wisata yang ramah muslim.

“Dampak pandemi kan berbeda situasinya pada setiap wilayah sehingga perlu dikreasikan berbagai program wisata yang sesuai dengan status pandemi di wilayah tersebut. Juga untuk persiapan pembukaan destinasi wisata halal pascapandemi karena kan tidak bisa ujug-ujug dibuat setelah pandemi usai tetapi harus disiapkan sejak sekarang,” tambah Ledia.

Saat menyebut perlunya Kemenparekraf menyiapkan program ‘wisata halal’ pada berbagai destinasi dan program wisata Ledia sekaligus mengingatkan agar jangan ada lagi salah persepsi yang bisa memunculkan salah pengertian. Sebab seringkali ketika bicara wisata halal yang muncul adalah salah pengertian seolah wisata halal itu berarti membuka, mengkreasikan sesuatu yang baru, lalu ada perintah dan larangan khusus terkait nilai-nilai agama.

“Padahal bukan demikian. Wisata halal sesungguhnya merujuk pada pengembangan layanan dari yang sudah ada agar memiliki nilai tambah yaitu ‘muslim friendly’. Jadi satu destinasi atau program wisata tetap harus memenuhi syarat umum CHSE; Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment (Ramah lingkungan) dan ketika akan dikondisikan menjadi destinasi atau program wisata halal hanya perlu pengembangan layanan. Artinya program atau destinasi wisata tersebut disiapkan agar pelancong muslim dapat terpenuhi haknya seperti hak untuk mendapat akses makanan halal dan sarana beribadah.” jelas aleg FPKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menyebutkan bahwa konsep pengembangan wisata ‘muslim friendly’ sudah menjadi rencana terstruktur dari berbagai negara di dunia, termasuk negara yang penduduknya minoritas muslim.

“Contoh saja Singapura, Taiwan, Jepang dan Thailand yang menyadari betul besarnya potensi pemasukan devisa dari para ‘traveler’ muslim dunia sehingga mereka sangat serius menggarap program dan destinasi wisata yang ‘muslim friendly’. Karena itu sebagai negeri dengan penduduk muslim terbanyak di dunia dan memiliki ribuan program serta destinasi wisata menakjubkan kita jangan sampai tertinggal untuk menjadi negara tujuan wisata yang ‘muslim friendly’ juga.” pungkas Ledia.