Inilah Sejumlah Tantangan untuk Industri Halal di Indonesia

ilustrasi (gambar: islamtoday.id)

MTN, Jakarta – Industri halal di Indonesia tentunya memiliki peluang besar, tapi juga memiliki sejumlah tantangan. Apa saja?

Dilansir dari NewsComId, pihak Center for Strategic Policy Studies (CSPS) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan UI Halal Center menyelenggarakan seminar web (webinar) pada akhir pekan lalu (25/11) dengan tema “Peluang dan Tantangan Industri Halal di Indonesia”.

Secara umum, webinar ini membahas seputar tantangan dan peluang terhadap ekosistem industri halal dari hulu hingga ke hilir. Prosesnya dimulai dari registrasi sertifikasi halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) – Kementerian Agama (Kemenag) RI.

Kemudian, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) akan memeriksa produk tersebut, apakah telah memenuhi persyaratan produk halal atau tidak. Di Indonesia, terdapat tiga LPH seperti Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Sucofindo, dan Surveyor Indonesia.

Selanjutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan dari LPH, maka MUI akan menerbitkan fatwa halal terhadap produk-produk halal tersebut. Syaratnya, produk tersebut harus memiliki rekomendasi dari LPH dan syarat-syaratnya sudah dipenuhi semua.

Selain itu, salah satu tantangan berat dari sistem ini ialah waktu yang dibutuhkan suatu perusahaan atau Usaha Mikro, Kecil dan Menengan (UMKM) untuk memperoleh sertifikat halal atas produk-produknya rata-rata dapat mencapai 100 hari kerja, lebih dari 3 bulan.

Masa tunggu ini masih tergolong lama sehingga menyebabkan industri halal di Indonesia kurang kompetitif dalam bersaing di pasar halal global. Untuk megatasi hal itu, pemerintah RI telah berupaya membentuk Kawasan Industri Halal (KIH) di sejumlah lokasi.

Terdapat tiga KIH yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, yakni KIH Modern Halal Valley di Cikande, Banten; KIH Safe and Lock Halal Industrial Park di Sidoarjo, Jawa Timur; dan KIH Bintan Inti Halal Hub di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.

Webinar ini menghadirkan dua narasumber, antara lain Ketua CSPS SKSG UI, Guntur Subagja Mahardika, S.Sos., M.Si., yang juga Asisten Staf Khusus Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI) Bidang Ekonomi dan Keuangan.

Narasumber lainnya ialah Kepala UI Halal Center, Drs. Muhammad Luthfi Zuhdi, M.A., Ph.D. Adapun moderator ialah Peneliti CSPS SKSG UI, Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si., yang juga Bendahara CSPS SKSG UI.

Sedangkan pembawa acara (host) dalam seminar daring ini ialah Peneliti CSPS SKSG UI, Ir. Ajeng Pramastuty, S.T., M.Si., yang juga Ketua Bidang Teknologi Informasi CSPS SKSG UI.

“Indonesia Harus Tangkap Momentum di Industri Halal Dunia”

ilustrasi (dream.co.id)

MTN, Jakarta – Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan kalau potensi industri halal dunia sangat menjanjikan, dan Indonesia harus bisa tangkap momentum tersebut.

Dilansir dari Investor, Airlangga mengatakan bahwa adanya pasar produk halal yang sangat besar ini menjadi peluang besar bagi produk-produk halal Indonesia, khususnya produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), sehingga Indonesia dalam beberapa tahun ke depan bisa jadi produsen produk halal global terbesar.

“Industri halal dunia sangat menjanjikan,” ungkap Menteri Koordinator Perekonomian, Dr. Ir. Airlangga Hartarto, MBA, saat memberikan keynote speech pada Focus Group Discussion (FGD) Staf Khusus Wakil Presiden RI yang diselenggarakan secara hibrid dari Ruang Sinergi Kantor Sekretariat Wakil Presiden RI, Jakarta, pekan lalu (11/11).

FGD Series Global Halal Hub edisi ketiga ini dipimpin oleh Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan Dr. Ir. Lukmanul Hakim, M.Si, didampingi Asisten Staf Khusus Wapres Guntur Subagja Mahardika dan Dhika Yudistira, membahas mengenai dukungan perbankan dan lembaga keuangan dalam mendukung UMKM halal ekspor.

FGD Series ke-3 Global Halal Hub menghadirkan narasumber Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian RI Gede Edy Prasetya, Asisten Deputi TJSL Kementerian BUMN Agus Suharyono, Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia Ahmad K Permana, Direktur Bank Syariah Indonesia Kokok Alun Akbar, Direktur Pelaksana Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank) Rusdi Dahardin, Kepala Divisi UMKM BNI Sumarna Eka Nugraha, Ketua Yayasan Dompet Dhuafa Nasyith Madjidi, dan Asisten Staf Khusus Wapres yang juga Sekretaris Lembaga Wakaf Majelis Ulama Indonesia (MUI) Guntur Subagja Mahardika.

Menko Perekonomian mengungkapkan Indonesia harus menangkap momentum di tengah pandemi ini untuk meningkatkan pasar industri halal nasional dan ekspor dengan produk-produk nasional Indonesia. Pemerintah, sebutnya, memberikan dukungan penuh kepada UMKM dan indusri halal, khususnya selama pandemi covid-19 dengan berbagai kebijakan dan alokasi dana yang besar. Realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 hingga 5 November 2021 mencapai Rp 456,35 triliun atau 61,3% dari pagu Rp744,7 triliun.Selama pandemi covid-19 neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus. “Mudah-mudahan dalam situasi ini kita bisa,”tegasnya.

Airlangga menguraikan pemerintah memberikan fasilitas dan kemudahan berusaha serta dukungan ekspor yang besar. Kemudahan-kemudahan ini dapat dimanfaatkan untuk memperbesar ekspor produk-produk halal nasional. Pasar potensial yang bisa ditangkap antara lain pasar negara-negara Asia Tenggara. “Potensi halal yang marketnya luas di ASEAN. Permintaan ada, produk kuat, logistik perlu ditangani gar UMKM kita bersaing,’ papar Menko Perekonomian.

Menko Perekonomian menyebut sejumlah sektor-sektor yang potensial untuk mendongkrak ekspor produk halal Indonesia. “Produk makanan dan minuman, produk berbasis farmasi, produk wellness, produk kesehatan, produk untuk meningkatkan imunitas memiliki potensi yang besar,” sebutnya.

Ia juga menekankan penguatan produk-produk Indonesia melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI). Diantaranya kebijakan pemerintah optimalisasi pengadaan barang dan jasa BUMN pada usaha mikro dan kecil, penyaluran pinjaman oleh bank-bank milik negara (Himbara) dan pendampingan kementerian/lembaga kepada UMKM. “Dukungan to local brand, pencantuman ikon BBI, kampanye BBI, coaching, mentoring, kolaborasi, dan sharing marketplace,” ujarnya.

Inilah Tiga Strategi untuk Perkuat Wisata Halal Lokal

ilustrasi (foto: madaninews.id)

MTN, Jakarta – Wisata halal gemanya di lokal akhir-akhir ini kian menguat. Seorang pengamat memberikan tiga strategi untuk memperkuat sektor wisata halal lokal. Seperti apa?

Dilansir dari situs MUI, Dr Tatan Hermansah, Anggota Komisi Infokom MUI, memberikan saran berupa tiga strategi untuk memperkuat wisata halal lokal kita.

Beberapa langkah strategis untuk memperkuat wisata halal menurut Dr Tatan Hermansah antara lain:

  • Pertama, aktivitas wisata halal harus diikuti dengan motivasi pemberian pencerahan kepada para pelancongnya. Misalnya ketika mendatangi sebuah kawasan wisata, pelancong atau wisatawan disuguhkan juga proses batinnya, seperti ada pengajian, dzikiran, dan sebagainya.
  • Kedua, setelah penguatan narasi batin di atas, jika untuk hal-hal tertentu, paket wisata halal bisa diperkaya dengan aspek partisipasi dari pelancong pada berbagai kegiatan halal, seperti ikut makan bersama dengan entitas masyarakat di destinasi, mengikuti atraksi kegiatan halal lain seperti mengaji bareng santri dan sebagainya.
  • Ketiga, penguatan kelembagaan yang praktiknya ditunjukkan dalam bentuk transparansi dan akuntabilitas destinasi. Wisatawan atau para pelancong wisata halal diberikan keleluasaan untuk mengetahui segala bentuk proses kehalalan dari destinasi mulai dari kawasan yang inklusif dan toleran, karyawan yang amanah serta paham akan hakikat halal itu sendiri dan proses manajemen destinasi yang hanya mengelola produk halal.

Ketiga langkah strategis di atas cukup penting diterapkan dengan serius karena, seperti sudah disinggung, wisata halal bukan sekadar melulu mendatangi sebuah kawasan, melainkan wisata halal menjadi suatu arena berbagi pengalaman batin dari destinasi kepada para wisatawan. Pengalaman batin ini tentu bisa menjadi pemicu tumbuhnya hormon-hormon bahagia seperti hormon dopamin, hormon serotonin dan hormon endorfin, selain perasaan spiritual.

Ketiga hormon plus perasaan spiritual itulah yang akan menghasilkan ikatan batin antara pelaku dengan destinasi. Sehingga dari keterikatan itu juga, selain potensi akan kembalinya para wisatawan ini ke destinasi tersebut, juga akan menebarkan kedamaian dan keharmonian dalam kehidupan pelakunya.

Sejak dulu wisata adalah pengalaman. Pengalaman itu melibatkan seluruh pancaindra bahkan jiwa dari semua pelakunya. Maka makna dari ruang wisata menjadi meluas, bukan sekadar penghias mata, melainkan lebih jauh untuk melayani kebutuhan hati. Hati sendiri adalah ruang yang sangat luas, sehingga proses memahaminya tidak bisa hanya fisik, tetapi juga batin, yang kebutuhannya hanya bisa diberikan melalui penjelajahan secara spiritual.

Di sinilah mengapa wisata halal bukan semata kegiatan kunjungan. Wisata halal harus diberikan, dan memang memiliki, makna lebih. Meski indikator internasional hanya menyebutkan hal-hal terkait pelayanan fisik, seperti ramah keluarga, ketersediaan tempat ibadah yang nyaman dan makanan yang halal, namun makna lebih dalam dari indikator yang dikehendaki kaum Muslimin itu adalah adanya pengalaman ketenangan batin. Inilah yang seharusnya dijangkau dalam konteks penguatan wisata halal di mana pun di Indonesia.

Pemerintah Gaet Investor UEA untuk Kembangkan Wisata Halal di Aceh

foto: laduni.id

MTN, Jakarta – Pemerintah Indonesia gaet investor asal Uni Emirat Arab untuk kembangkan wisata halal di Aceh.

Dilansir dari Kompas, pemerintah Indonesia berencana untuk gaet investor asal Uni Emirat Arab (UEA) untuk kembangkan wisata halal di Aceh

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan pihaknya bersama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan mengembangkan wisata halal di Provinsi Aceh. Salah satu alternatif pembiayaan investasi untuk pembangunan wisata halal tersebut direncanakan berasal dari Uni Emirat Arab (UEA).

“Kami akan ke UEA dengan rombongan berikut bersama Kemenparekraf, untuk menbahas wisata halal di Aceh. Rencananya akhir tahun ini kalau tidak ada halangan,” kata Bahlil saat Konferensi Pers Nota Kesepahaman Kerjasama di Bidang Penanaman Modal Pada Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pada awal pekan ini (23/8).

Bahlil menambahkan apabila wisata halal di Aceh mencapatkan kucuran dana dari UEA, maka akan berdampak pada ekonomi setempat. Mengingat akibat pandemi virus corona, pariwisata di Aceh jadi sepi pengunjung.

Tak hanya itu, dengan diberlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, investor yang taruh modalnya di Aceh harus melibatkan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Selain itu, dari sisi perizinan investor juga dipermudah dengan adanya Online Single Submission (OSS) Risk Based Approach (RBA) atau OSS berbasis risiko.

Ke depannya, Bahlil berharap, selajan dengan proses pemulihan ekonomi yang berlangsung hingga saat ini, demand pariwisata dapat kembali meningkat. Sehingga, saat wisata halal di Aceh sudah dikembangkan, banyak wisatawan yang datang ke Daerah Istimewa tersebut.

“Sekarang infrastruktur sedang kami kembangkan di sana, untuk mendorong wisata halal ini perizinan juga dipermudah dan kemudian diberikan insentif fiskal dan non fiskal,” ujar Bahlil.

Bahlil menambahkan, salah satu fasilitas khusus yang diberikan kepada sektor pariwisata halal yakni dibebaskannya biaya sertifikat halal dan Standar Nasioanl Indonesia (SNI) yang ditanggung oleh pemerintah.

Wisata Halal, Konsep Wisata Paling Tepat saat Pandemi

ilustrasi (foto: pikiran-rakyat.com)

MTN, Jakarta – Di saat pandemi seperti sekarang ini, gaya hidup sehat dan higienis adalah sebuah kewajiban. Konsep wisata halal dianggap cocok untuk diterapkan saat pandemi seperti sekarang ini.

Dilansir dari Republika, konsep wisata halal dinilai paling cocok dilaksanakan dalam masa pandemi Covid-19. Konsep wisata ramah Muslim pun telah sejalan dengan konsep cleanliness, health, safety, and environmental sustainability (CHSE), yang kini menjadi standar dalam penyelenggaraan pariwisata pada masa pandemi.

Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan di Kemenparekraf, Rizki Handayani, mengatakan kalau konsep CHSE telah memberikan dampak signifikan pada peningkatan kepercayaan masyarakat untuk berwisata dengan aman dan sehat dalam masa pandemi.

“Jika dikaitkan dengan wisata ramah Muslim, ini sesuai dengan kaidah Islam karena penyediaan fasilitas, pelayanan jadi aman, nyaman, juga sehat,” ujar Rizki di acara diskusi Halal in Travel Global Summit 2021, pekan lalu (13/7).

Wakil Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Wisnu Rahtomo, menyampaikan kalau PPHI tengah mengembangkan konsep CHSE+ untuk pemenuhan kebutuhan Muslim secara lebih lengkap. Tidak hanya dari sisi protokol kesehatan yang sesuai dengan anjuran dalam gaya hidup halal, tapi juga pemenuhan sarana ibadah, seperti sanitasi, keperluan wudhu, dan tempat shalat.

Wisnu mengatakan, konsep ini menjadi nilai tambah pariwisata halal di tengah kondisi pandemi. Secara detail, konsep itu dibagi dalam tiga lapis kategori yang diambil dari pengembangan pariwisata halal, yakni need to have, good to have, dan nice to have.

“Misalnya, level sinergi ini kita ingin terapkan CHSE dengan lapis pertama ada cleanliness, maka plusnya itu adalah toilet muslim friendly dan ada sarana ibadah,” katanya.

Dari sisi amenitas, pelaku wisata juga didorong untuk memiliki sarana-sarana untuk pengelolaan air limbah, ramah lingkungan, dan bertanggung jawab. PPHI akan menggelar pilot project CHSE+ ini di wilayah Cianjur, Bandung, dan Bandung Barat.

Ketua Bidang Industri Bisnis dan Ekonomi Syariah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Bukhori Muslim, menyampaikan, DSN MUI sudah memiliki fatwa pelaksanaan prinsip wisata halal dan telah menerapkan konsep CHSE. Ini karena Islam telah mengajarkan konsep tersebut dalam keseharian.

“Kalau kita belajar fikih pertama kali, bab pertama itu adalah kebersihan. Nilai-nilainya sudah ada seperti yang disampaikan pemerintah dalam program CHSE,” ujarnya.

Ia menyampaikan, konsep CHSE tersebut telah sesuai dengan nilai dasar syariat Islam. Dengan demikian, penerapan standar kebersihan, kesehatan, dan keselamatan orang lain telah sesuai dalam konsep pedoman wisata halal yang sudah ada.

Indonesia Turun Peringkat di Daftar Destinasi Wisata Halal Terbaik Dunia 2021

MTN, Jakarta – Ada kabar kurang menyenangkan, karena Indonesia turun peringkat di daftar destinasi wisata halal dunia untuk tahun 2021.

Dilansir dari Kompas, Indonesia kini berada di posisi keempat dalam daftar 20 destinasi wisata halal terbaik dunia 2021 versi Global Travel Muslim Index (GMTI) 2021 dengan skor 73.

Sebelumnya pada tahun 2019, Indonesia berada di posisi pertama bersama dengan Malaysia dengan skor imbang, yakni 78.

Saat ini Malaysia masih berada di posisi pertama, disusul oleh Turki di posisi kedua, Arab Saudi di posisi ketiga, dan Uni Emirat Arab (UEA) di posisi kelima.

Indonesia kini juga berada di posisi kedua dalam kategori Komunikasi versi GMTI 2021. Dalam kategori ini, penilaian berdasarkan bagaimana pelaku usaha pariwisata mempromosikan layanan mereka guna memudahkan para wisatawan, misalnya dengan merilis panduan restoran halal atau panduan untuk wisatawan Muslim.

GMTI 2021 juga memposisikan Indonesia sebagai destinasi nomor tiga dalam kategori Pelayanan. Penilaian berdasarkan bagaimana sebuah destinasi menawarkan pengalaman yang baik untuk wisatawan Muslim, termasuk di bandara, restoran, dan hotel.

GMTI 2021 merupakan laporan riset pasar perjalanan Muslim yang diluncurkan oleh Mastercard dan CrescentRating. Tahun 2021 merupakan tahun keenam mereka meluncurkan laporan riset tersebut.

Dalam sambutannya, Founder dan CEO CrescentRating Fazal Bahardeen mengatakan bahwa pandemi Covid-19 memberi dampak signifikan terhadap sektor pariwisata. Jumlah kedatangan wisatawan Muslim internasional mengalami peningkatan dari sekitar 108 juta di tahun 2013 menjadi 160 juta di tahun 2019. Namun, kenyataannya, jumlah kedatangan wisatawan Muslim turun ke angka 42 juta di tahun 2020. Lebih dari 90 persen perjalanan dilakukan di kuartal pertama tahun 2020 sebelum akhirnya banyak negara menerapkan pembatasan perjalanan.

“Seiring kita memulai perjalanan pemulihan ini, kami memproyeksikan bahwa pasar perjalanan Muslim akan kembali ke (angka) 2019 di tahun 2023,” ujar Fazal di keterangan resminya.

Sejumlah negara juga mulai membuka perbatasan hingga akhir tahun ini, sehingga diharapkan jumlah kedatangan wisatawan Muslim akan mencapai 26 juta di tahun 2021.

Indonesia Ingin Bisa Terbitkan Sertifikat Halal Berstandar Internasional

ilustrasi (gambar: suara.com)

MTN, Jakarta – Pemerintah ingin agar Indonesia punya sertifikat halal berstandar internasional, agar dapat mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai produsen produk halal terbesar dunia.

Dilansir dari NewsCom, Wakil Presiden (Wapres) RI, Prof. Dr. (H.C.) Drs. KH. Ma’ruf Amin, menyatakan kalau pemerintah ingin agar Indonesia punya sertifikat halal berstandar internasional, pada Selasa (22/6), melalui video konferensi dari kediaman resmi Wapres RI di Jalan Diponegoro Nomor 2, Kota Administrasi Jakarta Pusat.

Ma’ruf Amin menyatakan hal tersebut saat menjadi narasumber utama (Keynote Speaker) dalam Acara Penutupan Festival Syawal Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) 1442 Hijriah.

“Tak dapat dipungkiri, sertifikat halal menjadi salah satu syarat produk untuk dapat diterima di negara-negara tujuan ekspor, khususnya negara dengan jumlah penduduk mayoritas muslim, termasuk negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI),” ujar Prof. KH. Ma’ruf Amin.

Pemerintah, lanjutnya, juga terus berupaya untuk membuka pasar ekspor ke berbagai negara, khususnya negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dan anggota OKI.

Terkait hal ini, Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI Pusat itu pun meminta Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama RI bersama-sama LPPOM MUI untuk berkoordinasi dengan pemerintah.

“Antara lain koordinasi dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) RI,” imbuhnya.

Tujuannya, lanjut Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul U’lama (PBNU) ini, adalah untuk menyepakati adanya satu sertifikat halal Indonesia yang diterima secara internasional.

“Diharapkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Indonesia dapat diterima di semua negara tujuan ekspor,” papar Wapres Prof. KH. Ma’ruf Amin.

Selain itu, ungkapnya, kemudahan untuk memperoleh sertifikasi halal bagi para pelaku usaha juga penting, khususnya bagi pelaku usaha.

Di samping itu, ungkapnya, kemudahan memperoleh sertifikasi halal bagi para pelaku usaha, khususnya Usaha Mikro dan Kecil (UMK), juga penting untuk diupayakan.

“Tujuanya untuk mendukung ketersediaan produk halal yang berdaya saing. Sebagai contoh ialah Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) RI Nomor 57 Tahun 2001,” ucap Wapres Prof. KH. Ma’ruf Amin.

Dalam peraturan ini, tambahnya, pemerintah telah menetapkan pembebasan biaya sertifikasi halal bagi UMK. “Saya mengimbau kepada seluruh pelaku UMK untuk segera mengurus sertifikasi halal bagi produknya,” harapnya.

“Hal ini penting untuk meningkatkan daya saing dan menambah nilai produk sehingga produk-produk UMK diharapkan dapat menjadi penguat ekonomi Indonesia, baik dalam skala nasional maupun internasional,” pungkas Wapres.

Menparekraf: Indonesia Teratas di Bidang Wisata Halal

ilustrasi (foto: pontas.id)

MTN, Jakarta – Menparekraf menyatakan kalau Indonesia itu berada di posisi teratas untuk bidang wisata halal. Seperti apa?

Dilansir dari Detik, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, mengatakan kalau Indonesia menjadi negara yang teratas dalam hal pariwisata halal.

“Sebagaimana kita ketahui Indonesia merupakan salah satu negara berkembang untuk menjadi destinasi pariwisata halal di dunia. Menurut laporan dari The State Of Global Islamic Economy di 2019, Indonesia tercatat menjadi 5 negara teratas dengan pengeluaran terbesar untuk wisata Muslim halal,” jelas Sandiaga Uno, pada Rabu (7/7/2021).

“Tetapi, selama lebih dari setahun terakhir, kita sangat berjuang untuk menghadapi pandemi Covid-19. Yang berdampak amat fatal kepada berbagai sektor termasuk Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kondisi ini membuat perubahan pada trend dari turisme, menjadi pariwisata yang personalize, customize, localize, dan small in size,” ungkap Sandiaga Uno.

Untuk mencapai Indonesia sebagai negara tujuan utama dari pariwisata halal, Kemenparekraf kata Sandiaga Uno terus meningkatkan kualitas dari pariwisata di Indonesia melalui tiga platform yang disebut inovasi, adaptasi, dan kolaborasi.

“Kita sedang berada di tengah pandemi Covid-19, dan kami harus memastikan dari kesehatan, kebersihan, keamanan, dan keberlanjutan lingkungan dengan konsep Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin yang mengajarkan konsep yang sama,” ungkap Sandiaga Uno.

Pihaknya juga mengimplementasikan kolaborasi dengan bekerja sama yang disebut Tawoon, konsep dari kerjasama mutual dan sinergitas yang disebut gotong royong dalam bahasa Indonesia.

“Saya mengundang seluruh organisasi pariwisata nasional, tourism internasional board, stakeholders di industri pariwisata, dan industri travel online, di seluruh dunia untuk menghadiri diskusi panel yang dilaksanakan pada 13-15 Juli 2021 dengan tema meningkatkan kualitas pariwisata halal dengan nilai-nilai gaya hidup halal, yang berkolaborasi dengan Crusted Reading, Perjalanan Halal, dan Asosiasi Pariwisata Halal Indonesia yang dikepalai Riyanto Sofyan,” kata Sandiaga Uno.

Ia berharap dengan diskusi panel secara virtual tersebut dapat memberikan pemikiran baru dalam mengemban pariwisata ramah Muslim di dunia khususnya di masa pandemi Covid-19.

“Saya percaya dan saya harap kita bisa menghadapi ini dan kita mendapatkan banyak hal positif dari pandemi ini. Kita akan mendapatkan kebaikan dan keberkahan dari cobaan ini. Mari kita lanjutkan berjuang bersama perjuangan ini dan unggul dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini,” tandas Sandiaga Uno.

Sebelumnya saat berdiskusi dengan mahasiswa UGM, Sandiaga juga menyentil soal wisata halal ini. Menurut dia penciptaan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan pun dipaparkannya meliputi pariwisata halal nasional.

Terkait hal tersebut, lanjutnya, terdapat tiga aspek utama yang harus dipenuhi, yaitu need to have (harus untuk dimiliki), good to have (baik untuk dimiliki) dan nice to have (senang untuk dimiliki).

Keberadaan musalah dalam pariwisata halal katanya sangat penting.

Sehingga wisatawan muslim yang berkunjung ke Pantai Lampuuk tak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga tetap dapat beribadah.

“Karena selama ini kita di pantai menikmati alam yang indah, tapi saat masuk waktu salat kita susah menemukan tempat ibadah.Jadi itu yang pertama, need to have-nya dihadirkan,” ungkap Sandiaga Uno.

“Dan terakhir adalah nice to have, nice to have ini kita bersaing dengan negara-negara lain, kita harus hadirkan produk-produk ekonomi kreatif yang mumpuni, jadi misalnya muslim fesyen, modest fashion ini sedang berkembang, dan kita lagi mencanangkan Jakarta sebagai Ibu Kota Modest Fashion of The World,” jelas Sandiaga Uno.

Seperti Ini Panduan Pariwisata Halal Indonesia

lustrasi (foto: travellink-indonesia)

MTN, Jakarta – Gaung wisata halal di Indonesia telah bergema selama beberapa tahun terakhir. Seperti apa pemerintah merumuskan regulasinya?

Seperti dilansir dari RiauMagz, acuan penyelenggaraan pariwisata halal di Indonesia dibagi dalam tiga aspek yang masing-masing merujuk pada undang-undang yang ada. Ketiga aspek tersebut antara lain:

Pedoman Penyelenggaraan Destinasi Pariwisata Halal
Acuan penyelanggaraannya adalah Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan (pasal 7, 8, 9 (5), 28 h), Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2011 tentang Rippamas (pasal 8), Undang-Undang No.33 tahun 2014, dan Peraturan Pemerintah No.31 tahun 2019.

Pedoman Penyelenggaraan Pemasaran Pariwisata Halal
Acuan penyelenggaraan terkait pemasaran meliputi Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan (pasal 7, 8, 9 (5)), Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2011 tentang Rippamas (pasal 32), Undang-Undang No.33 tahun 2014, dan Peraturan Pemerintah No.31 tahun 2019.

Pedoman Penyelenggaraan Industri dan Kelembagaan Pariwisata Halal
Acuan penyelenggaraan terkait hal ini di antaranya Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan (pasal 20b, 26n, 28 f dan pasal 54), Peraturan Pemerintah Nomor 52. Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata (pasal 2, 3, 4, 5), dan Undang-Undang No. 33 tahun 2014.

Undang-Undang No. 10 tahun 2009:
Pasal 20b:
Setiap wisatawan berhak memperoleh pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar.
Pasal 26n:
Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28f:
Pemerintah berwenang menerapkan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria, dan sistem pengawasan dalam penyelenggaraan kepariwisataan.
Pasal 54:
Produk, pelayanan dan pengelolaan usaha pariwisata memiliki standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi usaha. Sertifikasi usaha sebagaimana dimaksudu pada ayat (2) dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peratuan Pemerintah No.52 Tahun 2012:
Pasal 2
Sertifikasi kompetensi di bidang pariwisata bertujuan untuk:
a. Memberikan pengakuan terhadap kompetensi yang dimiliki tenaga kerja, dan
b. Meningkatkan kualitas dan daya saing tenaga kerja
Pasal 3
Sertifikasi usaha pariwisata bertujuan untuk meningkatkan:
a. Kualitas pelayanan kepariwisataan
b. Produktivitas usaha pariwisata
Pasal 4
Sertifikasi kompetensi di bidang pariwisata berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh sertifikasi kompetensi di bidang pariwisata
Pasal 5
Sertifikasi usaha pariwisata berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh sertifikasi usaha pariwisata.

Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Halal di Indonesia
Penyelenggaraan Pariwisata Halal di Indonesia mengacu pada tiga aspek yakni destinasi, pemasaran dan industri kelembagaan. Masing-masing mencakup beberapa hal di antaranya:

Penyelenggaraan Destinasi
Hal yang terkait dengan aspek ini adalah kewilayahan, daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesbilitas, investasi dan dukungan pemerintah.

Penyelenggaraan Pemasaran
Pemasaran mencakup strategi pemasaran (DOT), strategi promosi (BAS), strategi media (POSE) dan strategi event (POP).

Penyelenggaraan Industri dan Kelembagaan
Di antaranya meliputi hotel, restoran, BPW, SPA, SDM pariwisata halal, sinergi kelembagaan dan penelitian.

10 Prioritas Pengembangan Pariwisata Halal di Indonesia
Dalam rangka meningkatkan pengembangan pariwisata halal di Indonesia, pemerintah merencanakan 10 tahapan prioritas pengembangan pariwisata halal Indonesia yang akan dikerjakan secara bertahap, di antaranya adalah:

Halal Tourism Regulation
Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat aturan perundang-undangan yang menjadi payung hukum penyelenggaraan pariwisata halal di Indonesia. Aturan ini diperlukan untuk memberikan legalitas setiap kebijakan yang ditempuh pada tahapan selanjutnya.

Sertifikasi dan Standarisasi
Kita sering berpikir tanpa di sertifikasi atau distandarisasi pun pesona wisata di Indonesia kebanyakan sudah halal. Tetapi saat wisatawan asing datang ke Indonesia, kita tak bisa berdalih demikian. Orang akan langsung melihat bagaimana sertifikasinya apakah ada atau tidak, apakah sesuai standar atau tidak. Hal ini juga terkhusus pada standar pariwisata halal Indonesia.

Muslim Visitor Guide
Pariwisata halal memang identik dengan wisatawan muslim, meskipun juga wisata ini dapat dinikmati oleh semua kalangan. Program muslim visitor guide diharapkan lebih meningkatkan daya tarik wisatawan muslim berkunjung ke destinasi wisata di Indonesia.

Research and Development
Pengembangan dan riset juga dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing dan kualitas industri wisata yang telah ada. Bagaimana kita bisa menilai pengembangan wisata halal negara-negara kompetitor Indonesia, salah satunya bisa diatasi dengan tahapan ini.

Monitoring dan Evaluasi IMTI
Setiap kebijakan dibutuhkan monitoring dan evaluasi sebagai modal perbaikan kebijakan yang sudah dijalankan, termasuk juga dalam pengembangan wisata halal. Monitoring IMTI dilakukan mengacu pada GMTI. Indonesia telah mengadopsi aspek pengembangan dan penilaian dari GMTI menjadi IMTI. Dan ini membutuhkan evaluasi dan motoring.

Monitoring dan Evaluasi DSRA
Evaluasi dan monitoring dari aspek DSRA juga diharapkan mampu memberikan perbaikan pada kebijakan yang sudah dilakukan.

Daya Tarik dan Paket Wisata Halal
Meningkatkan daya tarik dan meningkatkan kualitas paket wisata halal menjadi tahapan selanjutnya yang akan dikembangkan. Tujuannya untuk meningkatkan jumlah wisatawan ke Indonesia tentunya.

Penguatan Pemahaman Pariwisata Halal
Banyak kalangan yang memang belum paham tentang konsep wisata halal Indonesia sehingga sangat berdampak pada pengembangannya di tanah air. Kata halal diidentikkan dengan suatu agama yang dianggap sebagai pola penyebaran agama, padahal ini sudah masuk dalam aspek bisnis pariwisata. Maka pemahaman akan terus dilanjutkan hingga semua elemen paham tentang urgensi dan potensi wisata halal yang cukup besar dimiliki Indonesia.

Marketing Outrech
Marketing menjadi hal yang akan terus dikembangkan untuk menarik minat wisatawan ke Indonesia. Termasuk wisatawan muslim yang menjadi konsumen utama wisata halal. Namun tidak menutup kemungkinan wisata halal ini dilakukan ke wisatawan non muslim sekalipun karena ada value yang bisa dinikmati wisatawan dari konsep wisata halal yang disajikan.

Digital Information System
Sistem informasi digital akan sangat membantu, memudahkan dan meningkatkan kunjungan wisatawan luar negeri. Pelayanan yang disajikan secara digital akan memberikan kesan pengelolaan yang profesional, canggih dan maju. Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan kepercayaan wisatawan asing yang datang ke Indonesia. Selain itu, sistem ini juga akan memudahkan wisatawan membuat kunjungan, melihat-lihat tempat wisata yang akan dikunjunginya hingga membuat sebuah keputusan kunjungan.

Beberapa cara yang bisa dipakai dalam mewujudkan wisata halal yang sukses di Indonesia, terutama di saat seperti pandemi sekarang ini.

  1. Virtual Exhibition/Product Display (Pameran Virtual)
    Pameran Produk Ekspor dan Jasa, Daerah Tujuan Wisata, serta Proyek Investasi.
  2. Product Presentation (Presentasi Poduk)
    Pengenalan produk kepada pembeli potensial di dalam dan luar negeri.
  3. Investment Project Presentation (Presentasi Proyek Investasi)
    Mengundang Pemerintah Daerah, Kawasan Ekonomi Khusus, BUMN,
    Perusahaan Swasta, dan Start-Up yang berminat untuk menarik investor dalam danluar negeri untuk mempresentasikan proyeknya.
  4. Business Matching
    Bekerja sama dengan KBRI, Atase Perdagangan, Indonesia Trade Promotion
    Center (ITPC), Indonesia Investment Promotion Center (IIPC), Asosiasi Fintek, Asosiasi Modal Ventura Indonesia, Asosiasi Urun Dana Indonesia, dll.
  5. Business Forum
  6. Workshop dan Training
    Berbagai workshop terkait dengan Standarisasi Produk berdasarkan SNI, Perizinan Ekspor, dan berbagai macam pelatihan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk meningkatkan volume perdagangan, kunjungan wisatawan dan investasi, seperti permasalahan Branding, Packaging, Marketing melalui Media Sosial, Pencatatan Keuangan, Sistem Manajemen ISO Series, Sistem Jaminan Halal, Manajemen Ekspor, dan masih banyak lainnya.

“Indonesia Punya Potensi Besar Kuasai Pasar Halal Global”

ilustrasi (gambar: Unair News)

MTN, Jakarta – Indonesia miliki potensi besar untuk kuasai pasar industri halal dunia. Benarkah?

Hal tersebut diutarakan oleh Ketua Dewan Pertimbangan MUI, yang juga Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin, seperti yang dilansir dari situs resmi Majelis Ulama Indonesia.

“Indonesia memiliki potensi pasar besar bagi produk muslim. Kita tentu sangat ingin Indonesia juga menjadi produsen dan eksportir produk halal terbesar di dunia,” tegas dia saat membuka acara Indonesia Industrial Moslem Exhibition (II-Motion) 2021 melalui konferensi video di Kediaman Resmi Wapres, Jakarta Pusat, Kamis (03/06).

State Global Islamic Economic Report 2020-2021, melaporkan tingkat konsumsi masyarakat muslim dunia mencapai USD2,02 triliun di sektor makanan, farmasi, kosmetik, mode, perjalanan dan media/rekreasi halal. Sebagai contoh, pengeluaran untuk mode fashion mencapai USD277 miliar, meningkat 4,2% dari tahun sebelumnya, dan diperkirakan mencapai USD311 miliar pada 2024.

Menilik data OIC Economic Outlook 2020, di antara negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Indonesia masih menjadi eksportir terbesar kelima dengan proporsi 9,3% di bawah Arab Saudi (14,5%), Malaysia (13,3%), Uni Emirat Arab (12,3%), dan Turki (10,1%). Indonesia juga merupakan importir terbesar keempat dengan proporsi 8,4% di bawah Uni Emirat Arab (12,2%), Turki (12,1%) dan Malaysia (11,8%). Untuk itu, Wapres berharap potensi Indonesia sebagai pasar produk muslim harus dibarengi dengan peningkatan kinerja ekspor Indonesia ke luar negeri khususnya ke negara-negara OKI.

“Indonesia harus lebih gigih berusaha menguasai pasar halal dunia khususnya negara-negara OKI,” pintanya.

Untuk mewujudkannya, Kiai Ma’ruf memaparkan sedikitnya ada empat langkah strategis yang dapat dilakukan, pertama, dengan mengembangkan riset halal dan meningkatkan substitusi impor.

“Yang kedua, dengan mambangun kawasan-kawasan halal yang terintegrasi dengan fasilitas logistik halal. Ketiga, dengan membangun sistem informasi halal termasuk mempercepat proses penyelesaian sertifikat halal,” sebutnya.

Dan yang keempat, lanjut dia, dengan meningkatkan kontribusi produsen-produsen produk halal, baik skala mikro, menengah, dan besar untuk ekspor produk halal ke seluruh dunia (Global Halal Value Chain).