KNEKS Berharap Industri Halal Jadi Fokus Para Capres 2024

MTN, Jakarta – Pihak Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) berharap industri halal jadi fokus para capres 2024, karena Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim punya potensi besar untuk pengembangan industri halal dan keuangan syariah.

Dilansir dari IDXChannel, Direktur Industri Produk Halal Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Afdhal Aliasar, mengatakan Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim punya potensi besar untuk pengembangan industri halal dan keangan syariah.

Afdhal mengungkapkan sudah ada master plan untuk pengembangan industri halal Indonesia 2023 – 2029. Tujuannya, untuk mempercepat pengembangan industri dan menjadi komponen dari pertumbuhan ekonomi nasional.

Masterplan yang sudah disusun diharapkan mampu menjadi perhatian dari para calon presiden dan calon wakil presiden yang mendaftar untuk untuk bertanding dalam kontestasi politik 2024. Sehingga masterplan yang sudah dibuat dapat dijalankan dalam bentuk program kerja pemerintahan yang baru nantinya.

“Kita berharap calon pemimpin bisa melihat master plan industri halal ini, dan bisa menjadikan bagian dari program kerja atau program sosialisasi mereka,” ujar Afdhal dalam Market Review IDXChannel, Senin (30/10).

Setidaknya ada tiga target utama yang masuk dalam masterplan industri halal 2023-2029. Pertama, meningkatkan nilai tambah, lapangan kerja dan investasi di sektor rill dan industrialisasi. Kedua, menguatkan pilar pertumbuhan dan daya saing ekonomi.

Ketiga, meningkatkan ekspor bernilai tambah tinggi dan substitusi impor. Keempat, menguatkan kewirausahaan dan industri/usaha mikro, kecil, dan menegah. Kelima, menguatnya halal brand dan awareness.

“Kami menunggu paea calon pemimpin Indonesia untuk segera memperhatikan sektor ekonomi syariah, sektor industri halal, karena ini merupakan bagian penting dalam perekonomian nasional,” lanjut Afdhal.

Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim punya potensi besar untuk pengembangan industri halal dan keangan syariah.

Lewat master plan tersebut, industri halal sendiri terbagi dalam dua jenis. Pertama industri halal inti yang terdiri dari makanan, farmasi, kosmetik, dan jasa yang terkait. Jenis industri halal kedua industri halal berkembang, seperti modest fashion, pariwisata ramah muslim, dan ekonomi kreatif syariah.

Menurut Afdhal, produk halal bukan soal syariah saja, tetapi dalam proses produksinya juga harus menyangkut aspek kesehatan.

“Penduduk kita besar, membutuhkan industri yang baik, sehat dan berdaya saing, oleh karena itu produk sektor halal menjadi bisa menjadi kontributor ke depan dalam pertumbuhan ekonomi, sehingga secara politik menarik juga untuk diperhatikan,” pungkasnya.

“Kontribusi Industri Halal Indonesia Capai 30% PDB Lima Tahun Lagi”

pembukaan Kongres Halal Internasional 2022 (foto: idxchannel.com)

MTN, Jakarta – Wakil Presiden RI, KH Maruf Amin, mengatakan kalau kontribusi industri halal Indonesia bisa mencapai angka 30% Produk Domestik Bruto (PDB).

Dilansir dari SudahBaca, Wakil Presiden RI, KH Maruf Amin mengatakan bahwa selama ini Indonesia sudah memberikan kontribusi terhadap konsumsi halal sebesar 10 persen.

“Namun sebaiknya tidak berhenti disana. Indonesia harus menjadi produsen produk-produk halal terbesar di dunia,” ujar Kiai Maruf.

Hal itu disampaikan Kiai Maruf ketika menyampaikan sambutan dalam acara pembukaan Kongres Halal Internasional 2022 di Bangka Belitung pada Selasa (14/6).

Pada sambutannya juga Wapres menyampaikan mengenai tren ekonomi dan keuangan syariah global yang terus berkembang.

Hal ini didorong oleh laju pertumbuhan Muslim dunia yang meningkat dan diiringi oleh pola pikir konsumen.

Kiai Maruf menjelaskan, pola pikir konsumen yang berubah karena konsumen sekarang ini sangat selektif dalam mengonsumsi makanan. Tidak hanya harus sesuati dengan syariat, namun juga mesti sejalan dengan etika, berkualitas tinggi dan aman.

Bahkan, kata kiai Maruf, kebutuhan semacam tersebut tidak hanya dituntut oleh umat Muslim, tetapi juga oleh umat non Muslim, bahkan negara yang mayoritas bukan mayoritas umat Muslim mempunyai standarisasi yang sama dengan umat Islam ketika hendak mengkonsumsi.

“Hal ini menjadikan produk halal dan ekonomi syariah bersifat inklusif, tidak diperuntukan hanya pemeluk agama Islam saja, tetapi dibutuhkan beragam kalangan,” ujar Wapres RI tersebut.

Pada kesempatan ini, atas nama Pemerintah, kiai Maruf juga menyampaikan rasa terimakasih dan apresiasi kepada MUI sebagai pelopor sertifikasi halal yang sudah lebih dari 30 tahun.

“Standar halal MUI sudah menjadi standar global, sudah memperoleh pengakuan dimana-mana dan ada perwakilan MUI di Australia, Korea, Taiwan. Ini merupakan sebuah rintisan atau inisiatif yang luar biasa dan mempunyai nilai yang tinggi disisi Allah SWT,” ungkapnya.

Kiai Maruf menyampaikan pesan Rasulullah SAW. Barang siapa yang memulai inisiatif untuk melakukan suatu kebaikan, kemudian kebaikan itu diikuti oleh orang lain. Maka dia akan mendapatkan pahala yang tidak akan berhenti sampai hari kiamat.

Oleh karena itu, ini harus diteruskan karena selama ini Indonesia hanya menjadi pusat sertifikasi halal. “Tapi produsen halal bukan Indonesia. Bahkan negara-negara yang mayoritas justru non Muslim,” tegasnya.

“Saya yakin kontribusi indutri halal terhadap PDB akan terus meningkat. Saya berharap dalam 5 tahun ke depan bisa mencapai 30 persen,” pungkas Kyai Ma’ruf.

Pelaku Industri Halal Siap Aktifkan Kembali Dunia Wisata

MTN, Jakarta – Para pelaku usaha indutri halal menyatakan siap untuk mengaktifkan kembali dunia wisata. Seperti apa?

Dilansir dari Republika, Ketua Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, menyampaikan kalau pelaku usaha telah siap untuk menerima aktivitas wisata kembali.

“Kita tentu selalu siap karena kita juga ingin hidup kembali,” kata Riyanto akhir pekan lalu (3/4).

Riyanto menilai, kebijakan pelonggaran wisata di Indonesia saat ini sudah lebih baik dibandingkan penerapan pada tahun lalu. Dia menyoroti, ketika Bali dibuka untuk wisatawan asing, sejumlah kesiapan belum terintegrasi, seperti layanan imigrasi hingga maskapai.

Pembukaan perbatasan pun tidak berdampak langsung pada pemulihan sektor pariwisata. Dia mencontohkan, Turki membuka perbatasan dan melakukan integrasi di seluruh pemangku kepentingan mulai dari pemerintah hingga pelaku industri.

Hal ini menyebabkan sektor pariwisata halal di Turki dapat kembali pulih. “Harus sinkron antara kebijakan dengan implementasi di lapangan,” kata Riyanto.

Riyanto mengatakan, pemulihan pariwisata tidak akan optimal apabila pembukaan perbatasan tidak sejalan dengan suplai penerbangan dan layanan imigrasi. Ia menilai, hal itu sempat terjadi di Thailand ketika membuka perbatasannya.

“Wisatawan bisa masuk dan penerbangan terus tersedia, namun restoran ditutup, tidak ada atraksi, dan sejumlah amenities tidak siap,” ujarnya.

PPHI juga menyoroti peringkat Indonesia yang terjun bebas dari sektor wisata halal dalam laporan State of Global Islamic Economy (SGIE) 2022. Menurut Riyanto, hal itu disebabkan Indonesia tidak bisa memenuhi standar penilaian, seperti keberadaan regulasi terkait wisata halal, jumlah pelaku usaha wisata halal yang tersertifikasi, serta peliputan atau informasi media terkait wisata halal.

Riyanto mengatakan, Indonesia sempat memiliki fokus untuk mengangkat wisata halal dengan membentuk divisi khusus pengembangan seperti Malaysia. Indonesia juga dulu sempat aktif dalam berbagai ajang wisata halal global.

Pandemi Covid-19 telah menekan industri pariwisata global termasuk segmen wisata ramah Muslim. Meski begitu, pada 2021, pariwisata ramah Muslim mulai menggeliat setelah mengalami kemunduran tajam pada 2020.

SGIE 2022 melaporkan, konsumsi Muslim untuk pariwisata meningkat dari 58 miliar dolar AS ke 102 miliar dolar AS pada 2021. Sektor ini diharapkan tumbuh sebesar 50 persen pada 2022 menjadi 154 miliar dolar AS.

CEO dan Managing Partner Dinar Standard, Rafiuddin Shikoh, mengatakan, ekonomi Islam telah pulih dengan cepat dari pandemi Covid-19. Sejumlah disrupsi juga membawa peluang dalam akselerasi digital dan investasi.

“Di sektor pariwisata halal, perjalanan dan pariwisata global telah mulai pulih dengan beberapa acara besar, seperti Olimpiade Tokyo dan Dubai Expo 2020. Investasi di sektor ini juga terus meningkat,” kata Shikoh.

Industri pariwisata ramah Muslim mengalami penurunan hingga 70 persen pada 2020. Penurunan perjalanan terjadi hingga satu miliar pelancong. Hal ini menyebabkan pukulan berat bagi pelaku industri termasuk di sektor makanan halal yang dijajakan restoran halal di seluruh dunia. Selain itu, perjalanan haji dan umrah juga menurun drastis pada 2020 karena pembatasan.

Indonesia Butuhkan Langkah Cepat Jika Ingin jadi Pusat Industri Halal 20240

ilustrasi (gambar: mataairradio.com)

MTN, Jakarta – Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI), Prof. Dr. (H.C.) Drs. KH. Ma’ruf Amin, mengatakan kalau Indonesia membutuhkan langkah-langkah cepat jika ingin jadi pusat industri halal dunia pada tahun 2024.

Dilansir dari NewsCom, Wapres meminta jajaran pemerintah untuk melakukan langkah-langkah quick-wins (cepat dan tepat) guna mempercepat terwujudnya Indonesia sebagai pusat industri halal dunia pada 2024.

Staf Khusus (Stafsus) Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI) Bidang Ekonomi dan Keuangan, Ir. H. Lukmanul Hakim, M.Si., Ph.D., menyatakan hal tersebut pada akhir bulan lalu (25/11), saat beliau memberikan kata sambutan dan membuka acara Seminar Web (Webinar) Focus Group Discussion (FGD) Seri 5.

Seminar daring ini mengusung tema “Optimalisasi Logistik Bagi Produk Halal Ekspor” dan diselenggarakan oleh Sekretariat Kabinet (Seskab) RI – Stafsus Wapres RI Bidang Ekonomi dan Keuangan, yang bekerja sama dengan Global Halal Hub, serta didukung oleh Asosiasi Platform Digital Ekspor Indonesia (APDEI).

“Bapak Wapres mendapatkan refocusing (perubahan fokus) tugas untuk mewujudkan arahan Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo, salah satunya adalah pengembangan industri halal. Terkait hal ini Wapres meminta adanya langkah-langkah quick-wins untuk mempercepat perwujudan Indonesia sebagai pusat industri halal dunia pada 2024,” ujar Lukmanul.

Menurut Lukmanul Hakim, industri halal dapat menjadi nilai tambah ekonomi nasional karena Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor makanan halal (halal food), keuangan syariah (Islamic finance), modest fashion (tren fesyen), pariwisata ramah Muslim, farmasi dan kosmetika, serta media dan rekreasi.

“Misalnya, peringkat Indonesia dalam The State of Global Islamic Economic Index 2020 / 2021 berada di peringkat keempat dunia. Namun perlu dicermati, saat ini Indonesia baru menjadi negara konsumen terbesar di dunia, bukan sebagai negara produsen produk halal terbesar di dunia,” papar Ketua Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu.

Ketua Umum Dewan Pimpinan pusat (DPP) Al-Ittihadiyah itu pun menjelaskan pandangan negara-negara maju yang berpenduduk minoritas Muslim terhadap produk halal. “Mereka menangkap industri halal sebagai peluang pasar yang besar di dunia, padahal penduduk Muslimnya sedikit,” ungkapnya.

“Negara produsen dan eksportir makanan halal terbesar di duna saat ini adalah Brazil, India, Amerika Serikat, Rusia dan China. Sedangkan Indonesia adalah negara konsumen makanan halal terbesar di dunia. Data ini saya kutip dari hasil kajian Dinar Standard yang berbasis di Dubai,” jelas Ketua Umum Arus Baru Indonesia (ARBI) itu.

Bahkan negara-negara lain, lanjutnya, telah memiliki Pelabuhan Halal (Halal Port) seperti Malaysia, Belanda, Brazil dan negara lainnya.

Inilah Sejumlah Tantangan untuk Industri Halal di Indonesia

ilustrasi (gambar: islamtoday.id)

MTN, Jakarta – Industri halal di Indonesia tentunya memiliki peluang besar, tapi juga memiliki sejumlah tantangan. Apa saja?

Dilansir dari NewsComId, pihak Center for Strategic Policy Studies (CSPS) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan UI Halal Center menyelenggarakan seminar web (webinar) pada akhir pekan lalu (25/11) dengan tema “Peluang dan Tantangan Industri Halal di Indonesia”.

Secara umum, webinar ini membahas seputar tantangan dan peluang terhadap ekosistem industri halal dari hulu hingga ke hilir. Prosesnya dimulai dari registrasi sertifikasi halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) – Kementerian Agama (Kemenag) RI.

Kemudian, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) akan memeriksa produk tersebut, apakah telah memenuhi persyaratan produk halal atau tidak. Di Indonesia, terdapat tiga LPH seperti Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Sucofindo, dan Surveyor Indonesia.

Selanjutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan dari LPH, maka MUI akan menerbitkan fatwa halal terhadap produk-produk halal tersebut. Syaratnya, produk tersebut harus memiliki rekomendasi dari LPH dan syarat-syaratnya sudah dipenuhi semua.

Selain itu, salah satu tantangan berat dari sistem ini ialah waktu yang dibutuhkan suatu perusahaan atau Usaha Mikro, Kecil dan Menengan (UMKM) untuk memperoleh sertifikat halal atas produk-produknya rata-rata dapat mencapai 100 hari kerja, lebih dari 3 bulan.

Masa tunggu ini masih tergolong lama sehingga menyebabkan industri halal di Indonesia kurang kompetitif dalam bersaing di pasar halal global. Untuk megatasi hal itu, pemerintah RI telah berupaya membentuk Kawasan Industri Halal (KIH) di sejumlah lokasi.

Terdapat tiga KIH yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, yakni KIH Modern Halal Valley di Cikande, Banten; KIH Safe and Lock Halal Industrial Park di Sidoarjo, Jawa Timur; dan KIH Bintan Inti Halal Hub di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.

Webinar ini menghadirkan dua narasumber, antara lain Ketua CSPS SKSG UI, Guntur Subagja Mahardika, S.Sos., M.Si., yang juga Asisten Staf Khusus Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI) Bidang Ekonomi dan Keuangan.

Narasumber lainnya ialah Kepala UI Halal Center, Drs. Muhammad Luthfi Zuhdi, M.A., Ph.D. Adapun moderator ialah Peneliti CSPS SKSG UI, Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P., M.Si., yang juga Bendahara CSPS SKSG UI.

Sedangkan pembawa acara (host) dalam seminar daring ini ialah Peneliti CSPS SKSG UI, Ir. Ajeng Pramastuty, S.T., M.Si., yang juga Ketua Bidang Teknologi Informasi CSPS SKSG UI.

Indonesia Berpotensi jadi Pemimpin di Industri Halal Global

ilustrasi (foto: kilat.com)

MTN, Jakarta – Di acara webinar Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) disebut kalau Indonesia miliki potensi untuk jadi pemimpin di industri halal global.

Dilansir dari situs resmi MUI, laporan State of Global Islamic Economic Report mengungkapkan, Indonesia menempati posisi keempat pada tahun 2020 dan masuk Top 10 di seluruh sektor.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) bersama Bank Indonesia (BI) dalam rangkaian Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2021 mengadakan webinar halal bertema “Opportunity for National Halal Products to Enter Global Market” pada 22 Oktober 2021, yang membahas potensi Indonesia di industri halal dunia.

Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Prijono, mengatakan kalau perbandingan pangsa pasar industri halal nasional terhadap pasar global menunjukkan Indonesia sebagai pemimpin, utamanya pada industri makanan halal yang pangsanya mencapai 13 persen total konsumsi makanan halal dunia.

“Sertifikasi halal mutlak diperlukan untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia karena memegang peran penting dalam keberhasilan ekspor produk. Seperti yang sudah diketahui, beberapa negara mewajibkan produk halal masuk ke negaranya yang ditandai dengan bukti fisik berupa sertifikat halal, terutama negara dengan penduduk mayoritas muslim,” terang Prijono.

Berkaitan dengan hal ini, Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dr. H. Musthofa, S.E, M.M., menekankan pentingnya para pelaku usaha di Indonesia untuk mengetahui, memahami, dan mengimplementasikan bagaimana mendapatkan sertifikasi halal dan standar halal global. Tujuannya, untuk meningkatkan daya saing produk di pasar global.

Per September 2021, data Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menyebutkan bahwa terdapat 310.589 produk halal dengan 8.823 ketetapan halal dari 6.338 perusahaan beredar di Indonesia.

Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si., menyampaikan bahwa pihaknya turut mengamati dan merasakan perubahan tersebut. LPPOM MUI merupakan pelopor sertifikasi halal di Indonesia sejak tahun 1989.

“Jika dulu sertifikat halal hanya dipersyaratkan oleh negara berpenduduk mayoritas muslim, saat ini bahkan untuk keperluan pengembangan industri produk halal dan pariwisata, negara-negara bukan muslim turut menjadi pasar produk halal yang potensial,” terangnya.

Persyaratan sertifikat halal, lanjut Muti, yang diterima untuk menjadi tiket masuk suatu negara juga semakin berkembang.

Dijelaskan Muti, sertifikat halal tidak cukup diterbitkan oleh suatu Lembaga Islam, Lembaga Sertifikasi Halal (LSH) tersebut harus memenuhi berbagai persyaratan akreditasi yang cukup rigid.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Drs. Didi Sumedi, MBA, menyatakan bahwa saat ini Pemerintah sedang menetapkan strategi untuk meningkatkan jumlah ekspor produk halal.

Usaha ini untuk mendorong target pemerintah yang menetapkan Indonesia menjadi produsen produk halal nomor satu pada tahun 2024.

LPPOM MUI menjadi LSH pertama yang telah terakreditasi SNI ISO/IEC 17065:2012 dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), serta telah diakui oleh lembaga sertifikasi halal luar negeri, Emirates Authority for Standardization and Metrology (ESMA) pada standar UAE 2055:2-2016.

Standar sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang dirancang serta diimplementasikan oleh LPH LPPOM MUI telah pula diakui bahkan juga diadopsi oleh lembaga-lembaga sertifikasi halal luar negeri, yang kini mencapai 44 lembaga dari 26 negara.

Turut hadir sebagai narasumber dalam webinar ini, yaitu Direktur Pelayanan Audit Halal LPPOM MUI, Dr. Ir. Muslich, M.Si.; Plt. Kepala Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi Badan Standardisasi Nasional (BSN), Donny Purnomo Januardhi Effyandono, S.T; serta Auditor Internal Halal (KAHI) dan Penyelia Halal PT. Sasa Inti Gending, Bayu Siswantoro Koordinator, S.T.

Pesantren Bisa Jadi Basis Ekonomi dalam Industri Halal

ilustrasi (foto: gomuslim.co.id)

MTN, Jakarta – Pesantren dinilai bisa jadi basis ekonomi dalam industri halal. Seperti apa?

Dilansir dari Antara, Kantor Bank Indonesia (BI) Perwakilan Bengkulu meminta pondok pesantren di daerah mereka bisa menjadi basis ekonomi, terutama di saat pandemi COVID-19 seperti sekarang ini.

Kepala Kantor BI Bengkulu, Joni Marsius, mengatakan kalau pesantren mampu menghasilkan ekonomi unggul karena penerapan ekonomi syariah di pesantren dinilai sangat universal.

Joni mencontohkan negara dengan mayoritas penduduk nonmuslim seperti Jepang berhasil mengembangkan wisata halal dan terbukti mampu menarik wisatawan dalam jumlah yang besar. Begitu juga dengan Australia yang berhasil memproduksi daging halal yang kemudian diekspor ke negara-negara muslim, salah satunya Indonesia.

“Bengkulu juga bisa seperti itu dan penerapan konsep ekonomi syariahnya bisa kita mulai dari pesantren,” ujar Joni Marsius.

Joni menjelaskan BI sudah menyiapkan tiga program pengembangan kemandirian ekonomi pesantren, untuk mendukung pesantren sebagai basis arus ekonomi Indonesia.

Pertama, melalui pengembangan berbagai unit usaha berpotensi yang memanfaatkan kerja sama antar pesantren.

Kedua, mendorong terjalinnya kerja sama bisnis antar-pesantren melalui penyediaan pasar virtual produk usaha pesantren, sekaligus business matching.

Ketiga, pengembangan holding pesantren dan penyusunan standarisasi laporan keuangan untuk pesantren dengan nama Standar Akuntansi Pesantren Indonesia (Santri) yang dapat digunakan oleh setiap unit usaha pesantren.

Sementara itu, Asisten III Sekretariat Daerah Provinsi Bengkulu Bidang Administrasi Umum, Gotri Suyanto, mengatakan kalau Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu akan mendukung program pengembangan kemandirian ekonomi pesantren.

Menurutnya, saat ini pesantren tidak hanya sebagai tempat menimba ilmu agama saja tetapi juga berpotensi sebagai tempat pengembangan ekonomi khususnya ekonomi berbasis syariah.

Gotri menyatakan Pemprov Bengkulu akan ikut mendorong agar pesantren terlibat dalam upaya perkembangan ekonomi khususnya dari Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM).

Sebab, ujar Gotri, ekonomi syariah diharapkan sebagai salah satu penggerak ekonomi regional untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

“Tiap pesantren ada unit usahanya, seperti halnya koperasi dan beberapa pesantren juga aktif mengolah pertanian yang hasilnya kemudian disalurkan menjadi pendapatan untuk pesantren itu sendiri. Sungguh banyak potensinya dan karena itu pemerintah berkomitmen kuat untuk memajukan ekonomi syariah ini,” pungkas Gotri.

Kian Kuat Fondasi Sumbar di Industri Wisata Halal

ilustrasi (foto: hariansinggalang.co.id)

MTN, Jakarta – Posisi provinsi Sumatera Barat kian kini kian kuat dalam industri halal. Seperti apa?

Dilansir dari Antara, pihak Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menilai Sumatera Barat merupakan provinsi yang memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air.

“Dari sisi regulasi, sudah ada peraturan daerah tentang industri halal dan pariwisata halal, dan perda soal konversi bank pembangunan daerah menjadi syariah,” kata Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, Prof Sutan Emir Hidayat, pada webinar Festival Ekonomi Syariah regional Sumatera yang digelar oleh Bank Indonesia perwakilan Sumbar.

Untuk pembangunan pariwisata halal pemerintah daerah punya target menjadikan Sumbar sebagai daerah tujuan wisata utama berbasis halal dengan keunggulan alam, budaya dan kuliner.

Sementara untuk pengembangan fesyen, muslim Sumbar punya potensi untuk busana muslim dan orang dari Malaysia juga jadi konsumen produk busana muslim.

Sedangkan untuk sektor makanan dan produk halal rendang dapat menjadi unggulan serta pengelola rumah makan memenuhi sertifikasi halal.

Kemudian Sumbar juga sudah beberapa kali penghargaan tentang daerah tujuan wisata halal hingga world best halal destination dan world best halal culinary destination.

Pada 2016 Sumatera Barat juga meraih penghargaan dari The World Halal Tourism Award 2016 pada kategori World’s Best Halal Destination atau tujuan wisata halal terbaik dan World’s Best Halal Culinary Destination atau tujuan wisata kuliner halal terbaik.

Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Andalas (Unand) Padang, Prof Syafruddin Karimi, berpendapat kalau Indonesia adalah pelopor dan pemimpin dalam membangkitkan perekonomian halal di dunia.

Di daftar Top 10 Islamic Finance Indonesia masuk rangking lima, dan di daftar top 10 negara yang paling ramah wisata muslim, Indonesia masuk ke rangking empat setelah Malaysia, Uni Emirat Arab dan Turki.

“Artinya potensi ekonomi syariah global memberi peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama,” kata Syafruddin.

Ia melihat saat ini peran ekonomi syariah Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru baru didukung oleh potensi besar prospek konsumsi masyarakat muslim global dan pemenuhan kebutuhan domestik di berbagai sektor industri halal.

Sri Mulyani: Industri Halal Miliki Potensi Besar Saat Pandemi

MTN, Jakarta – Industri halal menurut pemerintah memiliki potensi besar di saat pandemi Corona. Seperti apa?

Dilansir dari Rakyat Merdeka, pemerintah memandang ekspor produk halal memiliki potensi untuk ditingkatkan di tengah pandemi Covid-19. Sebab, permintaan pasar dunia terhadap produk halal malah meningkat.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, untuk mendorong produk halal, Indonesia bisa memperluas pangsa pasar ke luar negara di luar anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

“Lingkup produk industri halal ini luas. Mulai bidang makanan, obat-obatan, lifestyle dan dipengaruhi juga oleh kebutuhan serta etika nilai dan ajaran Islam. Jadi prospeknya sangat besar,” kata Ani-sapaan akrab Sri Mulyani dalam diskusi melalui video virtual.

Ani mengatakan, industri halal saat ini punya potensi yang besar. Saat ini, setidaknya ada 1,8 miliar penduduk Muslim di seluruh dunia.

Jumlah tersebut, setara dengan 24 persen total penduduk dunia. Jumlah pengeluaran penduduk Muslim dunia itu sekitar 2,2 triliun dolar AS per tahun.

“Pengeluaran itu cukup besar, sekitar 5,2 persen per tahun,” ungkap Sri Mulyani.

Menkeu menuturkan, jika ekspor produk halal meningkat, hal itu akan memberikan kontribusi bagi perdagangan ekonomi Tanah Air secara keseluruhan. Termasuk ikut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional di masa pandemi Corona saat ini.

Pemerintah mencatat, saat ini ekspor produk halal Indonesia ke negara-negara OKI mencapai US$45 miliar atau setara dengan 12,5 persen dari total perdagangan Indonesia sebesar US$369 miliar pada 2018.

“Kami berharap pada tahun-tahun depan, pertumbuhan ekspor produk halal bisa terus dipertahankan meski Covid-19 mempengaruhi kinerja ekonomi dari negara-negara dunia. Ini tantangan yang tak mudah,” ujar Ani.