Melihat Prospek Wisata Halal Dunia Pasca Pandemi

ilustrasi (foto: birokratmenulis.org)

MTN, Jakarta – Pandemi Covid 19 jelas membuat sektor perekonomian global ambruk, berikut industri wisata di dalamnya. Saat ini pandemi sudah mulai landai. Seperti apa prospeknya untuk wisata halal ke depannya?

Penulis buku Merza Gamal di blog Kompasiana, coba membahas mengenai prospek wisata halal pasca pandemi, khususnya untuk Indonesia.

Pemulihan pariwisata mendapatkan momentum setelah pelonggaran pembatasan dan kepercayaan diri meningkat seiring menurunnya pandemi Covid-19. Pariwisata terus pulih dengan kecepatan yang baik. Demikian pula pariwisata halal menunjukkan prospek berkembang pasca pandemi sebagaimana yang dibahas dalam Kongres Halal Internasional tanggal 14-18 Juni 2022 yang baru saja usai di Bangka Belitung, Indonesia.

Menurut Barometer Pariwisata Dunia, UNWTO terbaru, pariwisata global mengalami peningkatan 182% tahun-ke-tahun pada Januari-Maret 2022, dengan tujuan di seluruh dunia menyambut sekitar 117 juta kedatangan internasional dibandingkan dengan 41 juta pada Q1 2021. Eropa dan Amerika memimpin pemulihan sektor pariwisata global.

Meskipun pariwisata global hanya 61% dibandingkan tahun 2019, namun pemulihan bertahap diperkirakan akan berlanjut sepanjang 2022, karena lebih banyak destinasi yang melonggarkan atau mencabut pembatasan perjalanan dan permintaan yang terpendam dilepaskan. Per tanggal 2 Juni 2022, 45 destinasi (31 di antaranya berada di Eropa) tidak memiliki batasan terkait Covid-19. Sementara itu, di Asia, semakin banyak destinasi yang mulai melonggarkan pembatasan tersebut.

Para pakar melihat kemungkinan kembalinya kedatangan internasional ke level 2019 pada tahun 2023, sementara beberapa menganggap ini bisa terjadi pada 2024 atau lebih. UNWTO telah merevisi prospeknya untuk tahun 2022 karena hasil yang lebih kuat dari yang diharapkan pada kuartal pertama tahun 2022. Peningkatan pemesanan penerbangan yang signifikan menjadi prospek Indeks Keyakinan UNWTO.

Kedatangan wisatawan internasional diperkirakan mencapai antara 55% dan 70% dari level 2019 pada tahun 2022, Kondisi tersebut juga tergantung pada berbagai keadaan, seperti tingkat di mana tujuan terus mencabut pembatasan perjalanan, evolusi perang di Ukraina, potensi virus corona baru wabah penyakit, dan kondisi ekonomi global, khususnya inflasi dan harga energi.

Kontribusi ekonomi pariwisata pada tahun 2021 (diukur dalam produk domestik bruto langsung pariwisata) diperkirakan mencapai US$1,9 triliun, di atas US$1,6 triliun pada tahun 2020, tetapi masih jauh di bawah nilai pra-pandemi sebesar US$ 3,5 triliun.

Sementara itu, Global Muslim Travel Index (GMTI) 2022 menunjukkan data pertumbuhan dan proyeksi kunjungan wisatawan Muslim dunia akan terus meningkat setelah terjadinya penurunan selama pandemi Covid-19. Pada tahun 2028 diproyeksikan kedatangan wisatawan Muslim akan meningkat hingga 230 juta kedatangan dengan spending mencapai USD225 milliar.

Dengan demikian potensi Wisata Ramah Muslim atau Halal Tourism juga menjadi perhatian sektor pariwisata global. Halal Tourism adalah kegiatan wisata yang dilakukan oleh umat Islam yang membutuhkan produk dan jasa yang sesuai dengan praktik dan ajaran Islam. Dalam pengertian ini, Halal berdiri sebagai konsep kunci. Halal adalah konsep global yang mengacu pada segala sesuatu yang halal, diperbolehkan dan sehat bagi umat Islam menurut hukum Islam atau Syariah, sebagai lawan dari konsep Haram, yang mengacu pada segala sesuatu yang tidak.

The State of the Global Islamic Economy Report 2022 yang diterbitkan oleh Dinar Standard dan Thomson Reuters, merupakan salah satu laporan referensi utama untuk mengetahui dan memahami status terkini, evolusi dan tren ekonomi Islam pada umumnya dan industri halal pada khususnya, termasuk Wisata Ramah Muslim dan Wisata Halal. Di dalamnya, faktor-faktor yang menggerakkan industri pariwisata tersebut dianalisis dan beberapa indikator yang mengarahkan dan memimpin pertumbuhan dan perkembangannya diekspos.

Global Islamic Economy Report 2022 menunjukkan ekonomi Islam sekarang mencapai tiga triliun dolar di seluruh dunia, angka yang signifikan dan membangkitkan minat nyata dalam perspektif ekonomi dan bisnis, dan juga dari perspektif agama.

Pasar perjalanan Muslim akan terus menjadi salah satu segmen dengan pertumbuhan tercepat di industri perjalanan global. Secara khusus, pada tahun 2018 diperkirakan ada 140 juta wisatawan Muslim global, dengan harapan mencapai 230 juta pada tahun 2026 dan dengan total pengeluaran perjalanan meroket menjadi $ 180 miliar per pembelian perjalanan online. Kondisi tersebut, terkait dengan pertumbuhan populasi Muslim, yang diperkirakan akan mewakili satu dari tiga orang pada tahun 2050 (Pew Research Center, 2019).

Dengan cara yang sama, gangguan pasar dan industri halal sebagai vektor ekonomi dan terukur, pada gilirannya menyebabkan munculnya seluruh sistem, yang berfokus pada administrasi dan manajemen, kontrol, pengawasan, dinamisme, dan pemosisiannya secara keseluruhan. panorama ekonomi.

Wisata Halal dan Ramah Muslim bukan hanya menjadi domain negeri-negara mayoritas Muslim, tetapi juga menjadi perhatian banyak negara Non Muslim yang mengembangkan destinasi wisata halal di negaranya. Peringkat 10 Destinasi Teratas Non-OKI (Organisasi Kerjasama Islam) telah diselenggarakan oleh GMTI (Global Muslim Travel Index) sejak tahun 2015.

Singapura merupakan destinasi pariwisata halal non-OKI peringkat teratas sejak GMTI diselenggarakan pada tahun 2015. Inggris, Taiwan, Thailand, Hongkong, Afrika Selatan, dan Jepang selalu masuk dalam 10 besar destinasi. Destinasi-destinasi tersebut terus melakukan beberapa tingkat pemasaran pasif ke pasar Muslim bahkan selama pandemi.

Singapura & Hongkong lebih siap menjadi destinasi untuk memulai kembali perjalanan sesuai dengan Travel Readiness Indicators (TRI), yakni destinasi berdasarkan model Pencegahan, Deteksi & Pengendalian.

Meningkatnya kalangan menengah Muslim di berbagai belahan bumi termasuk di Amerika dan Eropa, menyebabkan pangsa pasar pariwisata ramah Muslim turut meningkat. Hal tersebut ditangkap sebagai peluang bisnis oleh banyak negara tujuan wisata.

Pariwisata halal adalah ekosistem pariwisata ramah muslim (moslem friendly) dengan layanan prima (service of exellence) dan mengusung nilai-nilai etika (ethical values). Sedangkan Pariwisata Ramah Muslim merupakan seperangkat layanan tambahan (extended services) terkait amenitas, daya tarik wisata, dan aksesibilitas yang ditujukan dan diberikan untuk memenuhi pengalaman, kebutuhan dan keinginan Wisatawan Muslim.

Survei yang dilakukan oleh CrescenRating pada September dan Desember 2021 mengungkapkan bahwa faktor esensial bagi Muslim ketika ingin melakukan sebuah perjalanan/berwisata adalah ketersediaannya Layananan Ramah Muslim. Faktor utama yang diperhatikan oleh wisatawan Muslim, terutama Muslim muda, adalah: fasilitas ramah Muslim (seperti masjid/mushalah, makanan halal, lingkungan yang bersih dan ketersediaan air untuk membersihkan diri), harga, akomodasi yang bersih dan disinfeksi, Faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah: keamanan, transportasi, fasilitas publik, budaya, dan Bahasa.

Dampak ekonomi pariwisata halal sangat menonjol, misalnya di Spanyol, rata-rata pengeluaran per orang sebesar 1.500 dan rata-rata tinggal selama 9 hari. Hal tersebut lebih tinggi dari segmen pariwisata lainnya. (Halal International Tourism, 2020).

Perkembangan pariwisata halal menjadi perhatian anak muda dari Gen Y (millennial) dan Gen Z. Muslim muda dari Gen Y dan Gen Z menjadi lebih terinformasi tentang peran mereka dalam memastikan mereka berpartisipasi dalam bisnis yang menawarkan wisata ramah lingkungan, membuat kemajuan dalam inisiatif bebas plastik, dan mengurangi emisi karbon.

Aktivitas dampak sosial menjadi sangat sesuai dengan segmen wisatawan muda Gen Y dan Gen Z. Mereka mencari hal-hal tersebut dalam perjalanan yang dilakukan untuk meningkatkan spiritualitas mereka lebih jauh. Hal tersebut mereka temukan dalam konsep pariwisata halal, yang merupakan pariwisata yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, serta memungkinkan pemahaman yang lebih besar tentang masalah budaya, sosial, dan lingkungan lokal, yang mengarah kepada pengalaman yang lebih bermakna.

Wisata Halal, Konsep Wisata Paling Tepat saat Pandemi

ilustrasi (foto: pikiran-rakyat.com)

MTN, Jakarta – Di saat pandemi seperti sekarang ini, gaya hidup sehat dan higienis adalah sebuah kewajiban. Konsep wisata halal dianggap cocok untuk diterapkan saat pandemi seperti sekarang ini.

Dilansir dari Republika, konsep wisata halal dinilai paling cocok dilaksanakan dalam masa pandemi Covid-19. Konsep wisata ramah Muslim pun telah sejalan dengan konsep cleanliness, health, safety, and environmental sustainability (CHSE), yang kini menjadi standar dalam penyelenggaraan pariwisata pada masa pandemi.

Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan di Kemenparekraf, Rizki Handayani, mengatakan kalau konsep CHSE telah memberikan dampak signifikan pada peningkatan kepercayaan masyarakat untuk berwisata dengan aman dan sehat dalam masa pandemi.

“Jika dikaitkan dengan wisata ramah Muslim, ini sesuai dengan kaidah Islam karena penyediaan fasilitas, pelayanan jadi aman, nyaman, juga sehat,” ujar Rizki di acara diskusi Halal in Travel Global Summit 2021, pekan lalu (13/7).

Wakil Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Wisnu Rahtomo, menyampaikan kalau PPHI tengah mengembangkan konsep CHSE+ untuk pemenuhan kebutuhan Muslim secara lebih lengkap. Tidak hanya dari sisi protokol kesehatan yang sesuai dengan anjuran dalam gaya hidup halal, tapi juga pemenuhan sarana ibadah, seperti sanitasi, keperluan wudhu, dan tempat shalat.

Wisnu mengatakan, konsep ini menjadi nilai tambah pariwisata halal di tengah kondisi pandemi. Secara detail, konsep itu dibagi dalam tiga lapis kategori yang diambil dari pengembangan pariwisata halal, yakni need to have, good to have, dan nice to have.

“Misalnya, level sinergi ini kita ingin terapkan CHSE dengan lapis pertama ada cleanliness, maka plusnya itu adalah toilet muslim friendly dan ada sarana ibadah,” katanya.

Dari sisi amenitas, pelaku wisata juga didorong untuk memiliki sarana-sarana untuk pengelolaan air limbah, ramah lingkungan, dan bertanggung jawab. PPHI akan menggelar pilot project CHSE+ ini di wilayah Cianjur, Bandung, dan Bandung Barat.

Ketua Bidang Industri Bisnis dan Ekonomi Syariah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Bukhori Muslim, menyampaikan, DSN MUI sudah memiliki fatwa pelaksanaan prinsip wisata halal dan telah menerapkan konsep CHSE. Ini karena Islam telah mengajarkan konsep tersebut dalam keseharian.

“Kalau kita belajar fikih pertama kali, bab pertama itu adalah kebersihan. Nilai-nilainya sudah ada seperti yang disampaikan pemerintah dalam program CHSE,” ujarnya.

Ia menyampaikan, konsep CHSE tersebut telah sesuai dengan nilai dasar syariat Islam. Dengan demikian, penerapan standar kebersihan, kesehatan, dan keselamatan orang lain telah sesuai dalam konsep pedoman wisata halal yang sudah ada.

Pandemi Justru Merupakan Kesempatan Wisata Halal untuk Bangkit

ilustrasi (foto: blok-a.com)

MTN, Jakarta – Pandemi saat ini disebut sebagai kesempatan bagi industri wisata halal untuk bangkit. Seperti apa?

Dilansir dari Republika, Ketua Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, mengatakan kalau pandemi saat ini justru merupakan kesempatan bagi industri wisata halal untuk bangkit.

“Pandemi membuat pariwisata dituntut mengarah ke arah yang lebih bertanggung jawab bagi pengunjung. Seperti misalnya menjaga kesehatan dan etika di destinasi wisata. Pariwisata juga mulai mengarah ke tema-tema yang menyehatkan dan mengkonsumsi makanan yang menyehatkan. Konsep pariwisata halal yakni merupakan servis tambahan dan fasilitas ramah muslim atau ramah bagi keluarga. Dengan begitu, diharapkan memberikan kenyamanan bagi pengunjung muslim atau non muslim baik perorangan maupun keluarga,” papar Riyanto.

“Ini kesempatan bagi pariwisata halal untuk bangkit lebih cepat karena karakteristiknya sudah sesuai dengan mega trend tourism saat ini,” tambahnya.

Riyanto pun menegaskan, pariwisata halal bukan dimaksudkan untuk mendikotomi destinasi atau seperti destinasi religi yang eksklusif.

Lebih lanjut, Riyanto menuturkan, substansi pariwisata halal sejak dibahas tahun 2012 lalu hingga saat ini tidak berubah. Karena itu, ke depan para pelaku pariwisata halal harus dapat memanfaatkan kesempatan pandemi saat ini untuk mengemas pariwisata ramah muslim dengan efektif.

Industri Wisata Halal di Turki Naik Saat Pandemi

ilustrasi (foto: mresco.com)

MTN, Jakarta – Banyak industri yang ambruk saat pandemi ini, namun industri wisata halal di Turki justru kebalikannya. Seperti apa?

Dilansir dari Republika, Industri pariwisata halal Turki tumbuh melampaui harapan di tengah pandemi.

Emrullah Ahmet Turhan, Sekretaris Jenderal Organisasi Pariwisata Internasional Halal, mengatakan bahwa seperti yang mereka perkirakan pada awal pandemi; ada minat yang besar terutama pada hotel butik dan vila-vila.

“Kami sudah mencapai 100 persen tingkat hunian di vila, yang biasanya mencapai 90-95 persen tingkat hunian. Begitu juga bisnis yang melayani kemah dan karavan sudah mencapai kapasitas maksimum,” kata Turhan.

“Kapal pribadi juga banyak diminati. Dalam musim (pandemi) yang bergejolak di banyak sektor, sektor pariwisata halal (justru) tidak merugikan investornya,” katanya.

Emrullah Ahmet Turhan mencatat bahwa upaya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Turki telah membuahkan hasil di sektor ini. Turhan mengatakan dengan promosi yang tepat, tindakan antisipasi terbaik di bandara, dan sertifikat pariwisata yang aman diberikan kepada hotel-hotel yang memenuhi standar kesehatan, para pengunjung dapat menikmati liburan mereka dengan perasaan aman.

Wisata halal menargetkan keluarga Muslim yang mengikuti aturan Islam. Fasilitas yang sesuai dengan kategori ini tidak melayani alkohol dan memiliki fasilitas spa dan kolam renang terpisah untuk pria dan wanita.

Saat Pandemi Turis Muslim Lebih Suka Wisata Alam

ilustrasi (foto: @ginanjar17 )

MTN, Jakarta – Studi terbaru mengungkap kalau turis muslim lebih menyukai wisata alam saat pandemi seperti sekarang ini.

Dilansir dari Detik, data survei terbaru dari Pear Anderson dan WEGO mengungkap kalau turis muslim lebih menyukai wisata alam saat pandemi.

“Tamasya untuk melihat pemandangan menjadi kegiatan utama bagi wisatawan Muslim Indonesia. Namun, wisata alam dan aktivitas petualangan juga dinilai populer dengan urutan ketiga untuk responden Muslim Indonesia,” tulis pihak Pear Anderson dan WEGO di keterangan resminya.

Di atas kegiatan tamasya, alam, serta petualangan, kegiatan mencicipi kuliner lokal adalah yang paling disukai wisatawan Indonesia dengan presentase sebanyak 19%. Khususnya di kalangan anak muda.

“Responden muslim Indonesia di kelompok usia 18-24 tahun dan 45-54 tahun memiliki kecenderungan lebih besar untuk mencicipi kuliner lokal dibandingkan kategori usia lainnya,” bunyi detilnya.

Saat bepergian, wisatawan muslim Indonesia akan memilih untuk bersantap di gerai bersertifikat halal (persentase 22,5%). Temuan ini sejalan dengan preferensi mereka saat memilih destinasi dan akomodasi.

Diketahui, wisatawan muslim Indonesia cenderung santai soal makanan. Sekitar 8,7% mengatakan bahwa mereka akan makan di restoran jenis apa saja.

Pilihan populer lainnya di kalangan responden adalah membawa makanan yang sudah disiapkan dari rumah (21,2% Indonesia).

Selain itu, Tempat wisata dengan fasilitas ramah muslim dinilai lebih menarik. Sekira 89,5% responden muslim Indonesia menyatakan lebih tertarik untuk mengunjungi suatu objek wisata jika tempat tersebut memiliki fasilitas ramah Muslim.

Sri Mulyani: Industri Halal Miliki Potensi Besar Saat Pandemi

MTN, Jakarta – Industri halal menurut pemerintah memiliki potensi besar di saat pandemi Corona. Seperti apa?

Dilansir dari Rakyat Merdeka, pemerintah memandang ekspor produk halal memiliki potensi untuk ditingkatkan di tengah pandemi Covid-19. Sebab, permintaan pasar dunia terhadap produk halal malah meningkat.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, untuk mendorong produk halal, Indonesia bisa memperluas pangsa pasar ke luar negara di luar anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

“Lingkup produk industri halal ini luas. Mulai bidang makanan, obat-obatan, lifestyle dan dipengaruhi juga oleh kebutuhan serta etika nilai dan ajaran Islam. Jadi prospeknya sangat besar,” kata Ani-sapaan akrab Sri Mulyani dalam diskusi melalui video virtual.

Ani mengatakan, industri halal saat ini punya potensi yang besar. Saat ini, setidaknya ada 1,8 miliar penduduk Muslim di seluruh dunia.

Jumlah tersebut, setara dengan 24 persen total penduduk dunia. Jumlah pengeluaran penduduk Muslim dunia itu sekitar 2,2 triliun dolar AS per tahun.

“Pengeluaran itu cukup besar, sekitar 5,2 persen per tahun,” ungkap Sri Mulyani.

Menkeu menuturkan, jika ekspor produk halal meningkat, hal itu akan memberikan kontribusi bagi perdagangan ekonomi Tanah Air secara keseluruhan. Termasuk ikut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional di masa pandemi Corona saat ini.

Pemerintah mencatat, saat ini ekspor produk halal Indonesia ke negara-negara OKI mencapai US$45 miliar atau setara dengan 12,5 persen dari total perdagangan Indonesia sebesar US$369 miliar pada 2018.

“Kami berharap pada tahun-tahun depan, pertumbuhan ekspor produk halal bisa terus dipertahankan meski Covid-19 mempengaruhi kinerja ekonomi dari negara-negara dunia. Ini tantangan yang tak mudah,” ujar Ani.

Peminat Wisata Halal Justru Meningkat di Tengah Pandemi

ilustrasi (foto: balkaninsight)

MTN, Jakarta – Di tengah masa pandemi Covid-19 ini, peminat wisata halal justru meningkat. Seperti apa?

Dilansir dari Republika, peminat wisata halal di Turki justru meningkat di tengah masa pandemi Covid-19.

Seorang pejabat operator tur wisata internasional mengatakan kalau minat terhadap pariwisata halal yang menawarkan lebih banyak privasi meningkat di tengah pandemi.

Dalam sebuah wawancara dengan Anadolu Agency, Emrullah Ahmet Turhan, sekretaris jenderal di Organisasi Pariwisata Halal Internasional, mengatakan kalau wisata halal memahami perlunya privasi yang memberikan keunggulan di masa-masa tidak pasti ini.

Pariwisata halal menawarkan paket yang dibuat khusus untuk para turis yang mentaati hukum Islam; menawarkan layanan antara lain menginap di hotel yang tidak menyajikan alkohol, fasilitas spa dan kolam renang terpisah (untuk pria dan perempuan).

Turhan mengatakan kalau orang-orang dapat menikmati musim liburan musim panas dengan mengikuti aturan jarak fisik dan sosial; yang ditawarkan oleh pariwisata halal.

Berbicara tentang Turki, Turhan mengatakan hampir 30 unit hotel telah mengubah fasilitas mereka menjadi pariwisata halal. Dia menekankan pariwisata halal adalah “bisnis serius” yang pendapatan skala globalnya pada 2018 mencapai 171 miliar dolar AS.

Turhan mengatakan 121 juta Muslim di seluruh dunia melakukan perjalanan ke negara lain setiap tahun.

“Sekira 8,5 juta Muslim datang ke Turki untuk liburan setiap tahun,” ungkapnya dalam menyoroti angka tersebut; yang merupakan 10 persen dari wisatawan Muslim global.

Turhan menambahkan, kalau setiap turis dalam bidang ini rata-rata menghabiskan setidaknya 1.296 dolar AS di Turki.

Pameran Pariwisata Terbesar Arab Saudi Ditunda karena Covid-19

Wadi Hanifa (foto: www.akdn.org)

MTN, Jakarta – Pameran pariwisata terbesar Arab Saudi, Riyadh Travel Fair 2020, diputuskan ditunda untuk kedua kalinya karena pandemi virus Corona.

Dilansir dari Okezone, awalnya festival tahunan itu dijadwalkan pada Maret, kemudian digeser jadi 2020. Namun, karena pandemi masih berlangsung, maka kembali diundur ke 15-18 Maret 2021.

Penundaan terbaru dilakukan oleh para pejabat di ASAS Exhibitions and Conference Organizing Company, perusahaan yang menyelenggarakan pameran tersebut, demi kepentingan kesehatan dan keselamatan publik.

“Kami sekarang merencanakan edisi 2021 dan berharap dapat menyambut kembali semua mitra industri perjalanan dan publik kami setelah kesehatan dan keselamatan pengunjung dapat sepenuhnya terjamin,” ujar Bandar Al-Quraini, Manajer Umum di ASAS Exhibitions and Conference Organizing Company .

Riyadh Travel Fair adalah pameran wisata dan perjalanan terbesar di Arab Saudi, yang menarik pengunjung dan peserta pameran dari Timur Tengah, Afrika Utara, Asia, Australia, dan Eropa.

Pameran ini bertujuan untuk mempromosikan investasi, pengembangan dan keberlanjutan sektor pariwisata di wilayah Arab Saudi.

Lebih dari 270 peserta pameran dari 50 negara akan ambil bagian untuk Riyadh Travel Fair edisi 2020. Diharapkan 30.000 orang pengunjung akan hadir di acara tiga hari tersebut.

Strategi Bertahan di Tengah Pandemi untuk Industri Wisata Halal

foto: Suara Merdeka

MTN, Jakarta – Pandemi Corona merontokan segala sektor industri, tak terkecuali pariwisata. Namun ada strategi untuk industri wisata halal di tengah pandemi ini. Seperti apa?

Dilansir dari CendanaNews, Ketua Bidang Industri Halal dan Industri Kreatif DPP Ikatan Asosiasi Ekonomi Islam (IAEI), Riyanto Sofyan, memberikan strategi bertahan bagi wisata halal di tengah pandemi.

Riyanto Sofyan menyebut kalau untuk mampu bertahan tentunya para pelaku industri pariwisata halal harus menyiapkan berbagai strategi. Di antaranya adalah overhaul business model.

“Yakni, bongkar pasang bisnis model perlu dilakukan pelaku pariwisata,” ujar Riyanto Sofyan yang juga menjabat sebagai Ketua Umum di Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI).

Riyanto menyebut, bahwa dalam bisnis pariwisata masih bisa berjalan meski dalam keadaan rugi. Namun bisnis pariwisata bisa dikatakan mati kalau arus kasnya macet.

Sehingga menurutnya lagi, dalam menjalankan bisnis pariwisata yang paling utama adalah manajemen arus kas.

“Caranya otomatis kita harus merestruktur biaya yang ada, karena saat ini, kalau kita meminta pinjaman tambahan tidak akan mungkin dapat,” tukasnya.

Riyanto menyarankan, agar skema kemitraan pelaku pariwisata harus dijalankan, sehingga mempunyai nafas yang lebih panjang meskipun arus kas yang terbatas.

Karena kondisi di lapangan menunjukkan, sebagian industri pariwisata ada yang beralih usaha. Contohnya, kata Riyanto, beralih usaha menjadi penjual sembako.

Adapun strategi lainnya, jelas dia, untuk pariwisata saat ini adalah pembuatan safe protocol, yaitu sesuatu yang memerlukan biaya tambahan tapi mesti dilakukan.

“Kita sebagai umat muslim harus tetap optimis agar industri pariwisata halal ini mampu bertahan di situasi pandemi Covid-19 ini,” ungkap Riyanto.

Apalagi menurutnya, pariwisata halal memiliki peluang yang besar untuk berkembang di Indonesia. Pasalnya, tren dan gaya hidup halal sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

“Yang dijual industri pariwisata ialah pengalaman yang diperoleh dengan mengunjunginya langsung wahana wisata tersebut. Maka, inovasi dan kreativitas sangat sangat diperlukan di saat pandemi Covid-19, ini,” ujar Riyanto Sofyan.

Aturan Haji 2020: Jamaah Dilarang Sentuh Ka’bah

foto: aljazeera.com

MTN, Jakarta – Di musim Haji 2020 masa pandemi Corona ini, pihak Kerajaan Arab Saudi menerapkan protokol dilarang menyentuh Ka’bah dan wajib jaga jarak saat Thawaf.

Dilansir dari Detik, di era New Normal, pemerintah Arab Saudi kian tegas perihal aturan bagi para jamaah haji. Ada banyak aturan baru yang harus jamaah ketahui.

Pemerintah Arab Saudi memutuskan untuk membatasi pelaksanaan Haji 2020 untuk mencegah penyebaran virus corona. Melalui Pusat Pencegahan Penyebaran Penyakit (CDC), Pemerintah Arab Saudi merilis aturan Haji 2020 sesuai protokol kesehatan, seperti dilarang menyentuh Kakbah.

Pelaksanaan Haji 2020 hanya diperuntukkan bagi 1.000 orang jamaah, orang Arab Saudi atau warga asing yang saat ini berdomisili di Arab Saudi. Ini merupakan kali pertama pelarangan haji bagi Muslim dari luar negeri, di zaman modern.

Selain dilarang menyentuh Kakbah, jamaah Haji 2020 juga diminta menjaga jarak satu dengan yang lain sekitar satu setengah meter selama salat berjamaah dan ritual tawaf, atau berkeliling Kakbah.

Akses ke lokasi Haji yang lain, seperti: Mina, Muzdalifah, dan Arafah akan dibatasi, hanya diperuntukan bagi pemilik izin haji pada 19 Juli hingga 2 Agustus 2020. Jemaah juga diwajibkan menggunakan masker sepanjang waktu.

Sementara itu, keputusan Haji terbatas dilakukan setelah pemerintah Arab Saudi melakukan beberapa pertimbangan. Sebelumnya, negara tersebut sempat menerapkan kebijakan lockdown hingga penutupan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.