“Indonesia Perlu Masifkan Promosi agar jadi Pusat Wisata Halal”

ilustrasi (foto: voi.id)

MTN, Jakarta – Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, mengatakan bahwa Indonesia perlu upaya promosi yang lebih masif agar menjadi pusat wisata halal dunia. Seperti apa?

Dilansir dari Antara News, Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, mengatakan bahwa Indonesia perlu upaya promosi yang lebih masif agar menjadi pusat wisata halal dunia, mengingat kurang optimalnya upaya marketing dan branding pariwisata halal domestik.

“Tingkat kegiatan pemasaran kita masih tawaduk (malu-malu). Kalau kita lihat Malaysia, bagaimana agresifnya mereka dalam pemasaran dan branding bahwa mereka itu the best. Nah ini strategi dan solusi bagaimana bisa kita menjadi the world best halal tourism destination,” ujar Riyanto Sofyan di Jakarta, Senin.

Riyanto mengatakan bahwa sebenarnya strategi serupa pernah diterapkan saat mengembangkan Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi destinasi wisata halal dunia, sehingga mendapatkan penghargaan sebagai destinasi halal terbaik pada World Halal Travel Summit 2015.

Ketua PPHI tersebut menuturkan bahwa hal itu memberikan dampak positif bagi perekonomian setempat dengan adanya peningkatan devisa sekitar Rp5 triliun dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp500 miliar.

Sedangkan program pengembangan wisata yang dijalankan menelan biaya yang jauh lebih kecil, yaitu Rp7 miliar.

“Jadi bisa dilihat bahwa dengan (strategi) ini paling efisien dan efektif,” kata Riyanto.

Selain pemasaran, Riyanto menilai tantangan lain dalam pengembangan pariwisata halal di Indonesia adalah kurang optimalnya konektivitas, literasi, tingkat kesadaran dan komitmen para pelaku usaha, ekosistem, serta integrasi dengan sektor-sektor pendukung.

Ketua PPHI tersebut pun menyatakan bahwa pemerintah dan para pelaku usaha perlu mengembangkan destinasi, industri, serta kelembagaan atau ekosistem pariwisata yang ada untuk meningkatkan daya saing dan daya tahan usaha.

Riyanto juga menuturkan bahwa para pelaku usaha wisata halal juga perlu menunjukkan aspek profesionalisme sebagai branding bisnis mereka.

“Karena Ini kan berjualan jasa atau experience (pengalaman),” pungkasnya.

Tiga Inisiatif Strategis dari PPHI untuk Wisata Halal

MTN, Jakarta – Pihak Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) memberikan tiga inisiatif strategis untuk wisata halal. Apa saja?

Dilansir dari Republika, Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) menilai harus ada nilai tambah pada produk dan layanan sektor ini. Begitupun peningkatan berkelanjutan terhadap kualitas penawaran yang sesuai untuk lanskap baru pasar wisata ramah Muslim pascapandemi Covid-19.

Untuk mewujudkannya, PPHI mengajukan tiga inisiatif strategis, yakni:

  1. Mendukung transformasi menuju ketahanan industri pascapandemi, daya saing, serta destinasi dengan rating ramah Muslim. Lalu, pelayanan akreditasi industri dengan rating ramah Muslim dan layanan akreditasi industri. Kemudian, pemeringkatan destinasi ramah Muslim; kerangka kerja, pedoman dan dranding penghargaan terhadap pribadi dan industri; serta platform atau program keterlibatan industri.
  2. Meningkatkan ekosistem pariwisata ramah Muslim Indonesia dengan pelatihan di industri pariwisata ramah Muslim. Selanjutnya, pegulasi, standardisasi, sertifikasi, insentif, dan dukungan kebijakan. Serta pelatihan, konsultasi, sistem penilaian dan praktik terbaik industri Indonesia.
  3. Pengembangan pemasaran dan platform big data International Halal Tourism Summit, konferensi internasional, peluncuran IMTI 2023, dan B2B/B2C pameran bisnis pariwisata.

Sejalan dengan tujuan Tiga Inisiatif Strategis Utama PPHI tersebut di atas, perhelatan The 5th International Halal Travel Summit (IHTS), menyediakan platform dinamis dan kolaboratif yang mendorong inovasi dan pengetahuan pertukaran. Juga menyediakan kemitraan strategis dalam industri wisata dan gaya hidup Muslim.

Ketua PPHI Riyanto Sofyan menyampaikan, IHTS digelar untuk memberdayakan pemangku kepentingan, menginspirasi kepemimpinan pemikiran, dan mendorong transformasi positif menuju ketahanan dan meningkatkan daya saing industri serta destinasi baru dalam lanskap industri pariwisata pascapandemi.

Langkah utamanya dengan mengatasi permasalahan tantangan dan meraih peluang besar pasar pariwisata ramah Muslim dengan pertumbuhan tinggi ini. “Pasar parisata ramah Muslim telah menjadi salah satu sumber utama wisatawan internasional, bukan niche market lagi,” ujar Riyanto mengawali The 5th Halal Tourism Summit yang bagian Indonesia Shari’a Economic Festival di JCC, Jakarta, yang digelar baru-baru ini.

IHTS 2023 diikuti lebih dari 300 peserta yang terdiri dari perwakilan pemangku kepentingan pariwisata, asosiasi pariwisata, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat.

Pelaku Industri Halal Siap Aktifkan Kembali Dunia Wisata

MTN, Jakarta – Para pelaku usaha indutri halal menyatakan siap untuk mengaktifkan kembali dunia wisata. Seperti apa?

Dilansir dari Republika, Ketua Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, menyampaikan kalau pelaku usaha telah siap untuk menerima aktivitas wisata kembali.

“Kita tentu selalu siap karena kita juga ingin hidup kembali,” kata Riyanto akhir pekan lalu (3/4).

Riyanto menilai, kebijakan pelonggaran wisata di Indonesia saat ini sudah lebih baik dibandingkan penerapan pada tahun lalu. Dia menyoroti, ketika Bali dibuka untuk wisatawan asing, sejumlah kesiapan belum terintegrasi, seperti layanan imigrasi hingga maskapai.

Pembukaan perbatasan pun tidak berdampak langsung pada pemulihan sektor pariwisata. Dia mencontohkan, Turki membuka perbatasan dan melakukan integrasi di seluruh pemangku kepentingan mulai dari pemerintah hingga pelaku industri.

Hal ini menyebabkan sektor pariwisata halal di Turki dapat kembali pulih. “Harus sinkron antara kebijakan dengan implementasi di lapangan,” kata Riyanto.

Riyanto mengatakan, pemulihan pariwisata tidak akan optimal apabila pembukaan perbatasan tidak sejalan dengan suplai penerbangan dan layanan imigrasi. Ia menilai, hal itu sempat terjadi di Thailand ketika membuka perbatasannya.

“Wisatawan bisa masuk dan penerbangan terus tersedia, namun restoran ditutup, tidak ada atraksi, dan sejumlah amenities tidak siap,” ujarnya.

PPHI juga menyoroti peringkat Indonesia yang terjun bebas dari sektor wisata halal dalam laporan State of Global Islamic Economy (SGIE) 2022. Menurut Riyanto, hal itu disebabkan Indonesia tidak bisa memenuhi standar penilaian, seperti keberadaan regulasi terkait wisata halal, jumlah pelaku usaha wisata halal yang tersertifikasi, serta peliputan atau informasi media terkait wisata halal.

Riyanto mengatakan, Indonesia sempat memiliki fokus untuk mengangkat wisata halal dengan membentuk divisi khusus pengembangan seperti Malaysia. Indonesia juga dulu sempat aktif dalam berbagai ajang wisata halal global.

Pandemi Covid-19 telah menekan industri pariwisata global termasuk segmen wisata ramah Muslim. Meski begitu, pada 2021, pariwisata ramah Muslim mulai menggeliat setelah mengalami kemunduran tajam pada 2020.

SGIE 2022 melaporkan, konsumsi Muslim untuk pariwisata meningkat dari 58 miliar dolar AS ke 102 miliar dolar AS pada 2021. Sektor ini diharapkan tumbuh sebesar 50 persen pada 2022 menjadi 154 miliar dolar AS.

CEO dan Managing Partner Dinar Standard, Rafiuddin Shikoh, mengatakan, ekonomi Islam telah pulih dengan cepat dari pandemi Covid-19. Sejumlah disrupsi juga membawa peluang dalam akselerasi digital dan investasi.

“Di sektor pariwisata halal, perjalanan dan pariwisata global telah mulai pulih dengan beberapa acara besar, seperti Olimpiade Tokyo dan Dubai Expo 2020. Investasi di sektor ini juga terus meningkat,” kata Shikoh.

Industri pariwisata ramah Muslim mengalami penurunan hingga 70 persen pada 2020. Penurunan perjalanan terjadi hingga satu miliar pelancong. Hal ini menyebabkan pukulan berat bagi pelaku industri termasuk di sektor makanan halal yang dijajakan restoran halal di seluruh dunia. Selain itu, perjalanan haji dan umrah juga menurun drastis pada 2020 karena pembatasan.

GEBER WISATA, Gerakan Gaya Hidup Sehat melalui Pariwisata

MTN, Jakarta – Turut mendukung program pemerintah untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional, Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) meluncurkan gerakan sosial bernama GEBER PARIWISATA. Apakah itu?

Dilasir dari Republika, PPHI meluncurkan gerakan GEBER PARIWISATA (Gerakan Sehat Sejahtera Bersama Pariwisata).

Ketua umum PPHI Riyanto Sofyan mengatakan pada dasarnya, GEBER PARIWISATA bersifat kampanye untuk mendukung program pemerintah dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional. Oleh karena itu, tutur dia, sasaran utama dalam Gerakan sosial ini ialah untuk meningkatkan awareness masyarakat agar peduli pada gaya hidup sehat, salah satunya melalui kegiatan wisata wellness tourism.

“Sesuai dengan tema pelaksanaan “Indonesia Halal Tourism Summit 2021” hari ini, PPHI mengangkat topik seputar Wellness Tourism yang menjadi value dalam penerapan Wisata Halal yang sangat sesuai dengan prinsip rahmatan lil alamin,” tuturnya, pada akhir pekan lalu (29/10).

Riyanto menambahkan Wellness tourism juga merupakan upaya untuk meraih peluang Arus Baru Ekonomi Indonesia yang sejalan dengan pengembangan Quality Tourism selepas pandemi. Dimana saat ini mengutamakan gaya hidup sehat yang holistik baik tubuh, pikiran dan jiwa. Sehingga kehidupan yang sehat, produktif dan berkualitas dapat berlangsung dengan aman dan berkelanjutan di era New Normal ini.

2020, 140 Juta Wisatawan Muslim akan Kunjungi Indonesia

ilustrasi (gambar: muslimkota.com)

MTN, Jakarta – Tahun depan (2020) diprediksi bakal ada sekira 140 juta wisatawan manca negara (wisman) yang akan kunjungi Indonesia. Seperti apa?

Ketua Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, mengatakan berdasarkan proyeksi Global Moeslim Travel Index (GMTI) bakal ada sekira 140 juta wisatawan muslim mancanegara yang akan berkunjung ke Indonesia untuk melakukan wisata alam pada 2020.

“Potensinya tahun depan itu paling sedikit 140 juta,” ujarnya di Jakarta (15/11), seperti yang dilansir dari Antara News.

Menurut Riyanto, selama ini Indonesia diibaratkan sebagai raksasa yang sedang tidur karena memiliki beragam potensi namun belum bisa dimanfaatkan dengan maksimal sebagai sumber pemasukan seperti yang dilakukan negara lain.

“Kita liat misalnya Malaysia jumlah penduduknya sekitar 27 juta hingga 30 juta, sementara wisatawannya sudah mencapai 28 juta,” jelasnya.

Jika dibandingkan penduduk Indonesia yang mencapai 264 juta, maka jumlah wisatawan mancanegara yang datang masih tergolong rendah. “Oleh karena itu, pemerintah harus bekerja keras lagi meningkatkan sektor pariwisata halal,” ungkap Riyanto.

Untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, Riyanto menghimbau pemerintah untuk memperhatikan tiga aspek yaitu: amenitas, aksesbilitas dan atraksi. Sehingga para turis dari berbagai negara lebih tertarik berkunjung ke Indonesia.

“Setelah itu, pemerintah juga harus menentukan apa saja program utama yang harus difokuskan untuk dikembangkan,” ujarnya.

Riyanto menjelaskan jika saat ini Indonesia baru dikunjungi sekitar 3,2 juta wisatawan muslim mancanegara, maka pada 2024 seharusnya kita bisa menyentuh angka enam juta wisatawan.