Tantangan Meramaikan Wisata Halal di Indonesia
MTN, Jakarta – Pandemi Covid-19 tak bisa dipungkiri memang merontokan semua sendi kehidupan di masyarakat. Termasuk di sektor pariwisata. Wisata halal banyak disebut merupakan salah satu solusi. Seperti apa tantangannya?
Wisata halal disebut-sebut sebagai salah satu solusi untuk memulihkan industri wisata, namun banyak rintangan yang menghadang.
Dilansir dari Kompas, pandemi ini sebetulnya memberikan ruang lebih longgar bagi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk berbenah. Berbenah bukan hanya berarti meningkatkan kualitas sarana dan prasarana wisata halal, melainkan juga memperbaiki strategi komunikasi agar ambisi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat wisata halal dunia dapat diterima dan didukung semua pihak, termasuk umat non-Muslim.
Tujuan wisata halal Menurut Anang Sutono, Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Ekonomi dan Destinasi Wisata, wisata halal adalah seperangkat layanan tambahan amenitas, atraksi, dan aksesibilitas untuk meningkatkan kepuasan turis muslim dalam berwisata.
Sekira 20 persen dari 14,92 juta turis asing yang datang ke Indonesia pada 2019 merupakan wisatawan Muslim. Kunjungan wisatawan Muslim cenderung meningkat setiap tahunnya sejak pemerintah mulai mengembangkan wisata halal atau ramah Muslim pada 2016.
Sebelum pandemi Covid-19 muncul, kebijakan bebas visa untuk 169 negara dan gencarnya program promosi dan penjualan destinasi merupakan instrumen politik luar negeri Indonesia untuk mendatangkan turis Muslim sebanyak mungkin agar kepentingan dalam negeri tercapai, yakni mendorong inovasi, menambah lapangan kerja, dan menghidupkan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Di Indonesia, wisata halal berkembang pesat. Menurut laporan Global Muslim Travel Index 2019 (GMTI) yang menilai kualitas wisata halal dari segi akses, komunikasi, lingkungan, dan pelayanan, Indonesia berada di peringkat pertama dari 130 negara tujuan utama wisata ramah muslim.
Wisata halal juga mendapatkan perhatian khusus dari negara-negara yang bukan anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) seperti Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan, karena sektor ini mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi. Memastikan wisman Muslim terbebas dari islamophobia juga merupakan bagian dari upaya mereka dalam peningkatan kualitas pelayanan wisata halal.
Wisatawan Muslim dunia menjadi incaran karena jumlahnya yang terus meningkat dan besarnya nilai belanja di negara tujuan. CrescentRating memprediksi jumlah wisatawan Muslim secara global mencapai 230 juta pada 2026, meningkat dari 140 juta pada 2018. Sedangkan menurut Global Islamic Economy Report, nilai perputaran uang dari wisata halal dunia diprediksi meningkat dari 177 miliar dolar pada 2017 menjadi 274 miliar dolar pada 2023.
Pertanyaannya? Apakah wisata halal di Indonesia bisa menjawabkan tantangan-tantangan di atas?