Potensi Besar Industri Maskapai Penerbangan Syariah di Indonesia

ilustrasi (foto: middle east eye .net)

MTN, Jakarta – Indonesia sebagai negara dengan populasi penduduk beragama Islam terbesar di dunia tentu memiliki potensi besar untuk industri maskapai penerbangan syariah. Tapi seperti apa cara penerapannya?

Dilansir dari Tangerang Online, praktisi industri penerbangan, M Suriawan Wakan, pernah mengatakan kalau Indonesia memiliki potensi besar dalam membangun dan mengoperasikan penerbangan berbasis syariah.

“Potensi itu didukung oleh fakta bahwa ekonomi syariah tumbuh dengan baik, pada sisi lain marketnya terbuka lebar. Bahkan ada semacam captive market,” ujar Wakan.

Menurut Wakan, pembiayaan untuk membangun penerbangan syariah tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan seluruh potensi partisipasi publik, lembaga-lembaga keuangan syariah dan institusi keagamaan seperti Muhammadiyah, NU, MUI, dan lain-lain.

“Modal awal sekitar Rp1 triliun untuk membeli lima pesawat dan menyewa lima pesawat lainnya, sebagai salah satu syarat mengurus Air Operator Certificate (AOC) ke Ditjen Perhubungan Udara. Dalam tempo singkat permodalan ini dapat dimobilisasi. Tinggal bentuk dulu lembaga sebagai operator, lalu mobilisasi dana publik dengan mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” terang Wakan.

Dengan saham dimiliki publik, lanjut Wakan, maka sangat terbuka peluang untuk pegawai maskapai, termasuk pilot dan kru kabin menjadi bagian pemilik perusahaan.

Lebih jauh Wakan menjelaskan, eksistensi maskapai penerbangan syariah ini dibutuhkan, mengingat masih sangat besar celah kebutuhan muslim yang belum dapat dipenuhi oleh maskapai penerbangan yang sudah ada di Indonesia.

“Contohnya, kru kabin berbusana muslimah, penumpang perempuan menutup aurat sesuai syariah, serta pelayanan bernuansa Islami, seperti berdoa bersama sebelum dan setelah terbang, dan sebagainya,” tutur Executive General Manager PT Angkasa Pura II Kantor Cabang Utama Bandara Soekarno-Hatta ini.

Sebelumnya pada tahun 2015 sebuah maskapai penerbangan syariah diluncurkan di Malaysia, yang bernama Rayani Airlines.

Rayani Airlines adalah maskapai syariah pertama Malaysia, dan keempat di Asia setelah Saudi Arabian Airlines, Iran Airways dan Royal Brunei.

Maskapai penerbangan syariah Malaysia tersebut memakai hukum-hukum Islam dalam setiap aktivitasnya.

Dilansir dari Phinemo, Direktur Utama Rayani Airlines saat itu, Jaafar Zamhari, menjelaskan bahwa alkohol dilarang di setiap penerbangan Rayani dan juga mereka menerapkan aturan berpakaian yang tegas. Kru kabin perempuan Rayani yang Muslim diwajibkan memakai hijab, sementara yang non-muslim memakai seragam yang sopan.

Para penumpang akan mendapat hidangan yang semuanya dijamin halal. Rayani juga memiliki prosedur pembacaan doa sebelum keberangkatan di tiap penerbangan.

Sayang pada tahun 2016 Rayani Air ditutup karena persoalan profesionalitas dan manajerial.