Konferensi Wisata Halal Dunia Digelar di NTB Akhir Tahun 2022

ilustrasi (foto:Travelink Indonesia)

MTN, Jakarta – Konferensi wisata halal dunia, World Halal Tourism Summit (WHTS) 2022, akan digelar di Nusa Tenggara Barat (NTB) pada akhir tahun 2022 ini. Seperti apa?

Dilansir dari Suara NTB, pemprov NTB sangat siap untuk mendukung dan mensukseskan World Halal Tourism Summit (WHTS) 2022 yang akan diselenggarakan di NTB, pada bulan November mendatang.

Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, M.Sc, saat menerima ketua Komisi Luar Negeri DP MUI, Dubes Bunyan Saptomo, bersama Rektor UIN Mataram, Prof. Dr. Masnun Tahir.

“Pemerintah akan terus menggaungkan dan mematangkan konsep wisata halal di NTB, mengingat NTB sebagai salah satu daerah yang concern akan hal itu,” ungkap Zulkieflimansyah.

Gubernur NTB tersebut juga menjelaskan bahwa penerapan konsep wisata halal di NTB bertujuan untuk memudahkan layanan bagi wisatawan muslim saat berlibur di Lombok tanpa membatasi pergerakan wisata konvensional yang telah ada.

Dengan kata lain, pemerintah tidak mewajibkan wisatawan-wisatawan yang datang ke Lombok untuk makan dan menginap di tempat-tempat tertentu. Hal itu tetap menjadi hak para wisatawan.

‘’Karena mayoritas di NTB muslim, jadi konsep wisata halal ini tentunya akan memudahkan para wisatawan muslim, mulai dari makanan, tempat ibadah, hotel dan lain-lain, tapi juga tidak akan mematikan konsep wisata konvensional kita,’’ jelasnya.

Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi NTB kian fokus dalam memperkuat penerapan konsep wisata halal guna mempersiapkan World Halal Tourism Summit pada bulan November 2022 mendatang.

Sebagai informasi, pada tahun 2015 lalu, NTB berhasil meraih penghargaan sebagai World Best Halal Tourism Destination dan World Best Halal Honeymoon Destination dalam acara World Halal Travel Award 2015.

Indonesia dan Jepang akan Kerja Sama untuk Wisata Halal

ilustrasi (foto: orami.co.id)

MTN, Jakarta – Jepang berencana melakukan kerja sama dengan Indonesia, terkait pariwisata halal yang semakin populer di negara mereka. Seperti apa?

Dilansir dari Suara com, Jelang Expo 2025 Osaka, Konsulat Jenderal RI di Osaka mendorong promosi produk dan wisata halal Indonesia di Jepang.

Indonesia dapat mengambil peluang untuk meningkatkan ekspor produk halal, khususnya makanan dan minuman ke Jepang yang saat ini sedang mempersiapkan diri menjadi tuan rumah Expo 2025 Osaka/Kansai.

“Produk makanan dan minuman halal Indonesia dapat mengisi peluang ini. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menjadikan Indonesia pusat industri halal dunia pada 2024,” kata Konsul Jenderal RI Osaka, Diana ES Sutikno.

Diana juga mengatakan bahwa saat ini tren wisata halal semakin digemari seiring dengan makin banyaknya masyarakat Muslim yang berlibur ke luar negeri.

“Penting sekali produk bersertifikasi halal, khususnya produk makanan dan minuman dalam menunjang halal tourism. Apalagi pada 2026, nilai perjalanan wisata Muslim global diperkirakan mencapai 300 miliar dolar AS,” ujar Konjen Diana.

Pernyataan tersebut ia sampaikan di hadapan para pelaku bisnis yang tergabung dalam Lake Biwa Convention Street Revitalization Council, dalam lokakarya (workshop) produk halal yang dilaksanakan oleh Otsu Chamber of Commerce and Industry (Otsu CCI) di Shiga pada tengah pekan ini (20/1).

Diana menjelaskan tentang karakteristik wisatawan asal Indonesia yang sebagian besar adalah Muslim.

Ia juga mempromosikan beberapa produk halal unggulan Indonesia pada workshop itu, antara lain mie instan, saus sambal, tempe, dan bumbu rendang instan.

Ridwan Kamil Tengah Matangkan Konsep Pengembangan Wisata Religi Jabar

ilustrasi (foto: madaninews.id)

MTN, Jakarta – Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengungkapkan kalau saat ini, Provinsi Jabar tengah mematangkan pengembangan wisata religi yang lebih terkonsep.

Dilansir dari IDX Channel, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengungkapkan, saat ini, Provinsi Jabar tengah mematangkan pengembangan wisata religi yang lebih terkonsep.

Hal itu diungkapkan Ridwan Kamil usai berziarah ke Makam Syekh Syaikhona Kholil di Bangkalan, Madura, pada tengah pekan ini (20/1).

Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil mengatakan, wisata religi memiliki potensi ekonomi yang tinggi bila ditata dengan baik.

“Kami pernah menghitung, wisata religi itu nilai ekonominya tinggi sekali,” ujar Kang Emil dalam keterangan resminya, Sabtu (22/1).

Adapun pengembangan wisata religi di Jabar bertujuan agar peziarah lebih nyaman dan pedagang kaki lima tertata. Dampaknya, kata Kang Emil, denyut ekonomi akan meningkat.

“Di Jabar sedang dikonsepkan wisata religi dengan penataan serius, sehingga peziarah nyaman, PKL tertata, dan semua dapat barokahnya,” tuturnya.

Dia pun mencontohkan sejumlah destinasi wisata religi di Jabar yang sering dikunjungi peziarah, di antaranya Makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, Situ Lengkong Panjalu, dan Pamijahan di Tasikmalaya.

Menurut Kang Emil, dari wisata religi, sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pun akan tumbuh, seperti usaha kuliner dan cinderamata.

“Seperti saya tadi beli sate Madura dan oleh-oleh, kalikan saja ribuan orang yang datang, UMKM akan meningkat apalagi penataannya lebih baik,” katanya.

Usai berziarah ke Makam Syekh Syaikhona Kholil di Bangkalan, Kang Emil sempat membeli sate Madura ditemani Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron, di area ziarah. Menurutnya, sate Madura di tempat aslinya memiliki rasa lebih enak dan dagingnya lebih gemuk.

“Sate Madura di sini lebih gemuk dan rasanya lebih enak. Kalau di Jabar agak tipis satenya, tapi umumnya kecap dan bumbunya sama, lontongnya juga sama,” ujarnya.

Kang Emil juga mengatakan bahwa wisata religi Makam Syekh Syaikhona Kholil biasanya ramai di bulan Maulud. Di bulan tersebut, kata Kang Emil, warga Jabar yang berziarah ke Makam Syekh Syaikhona Kholil bisa mencapai 10 unit bus.

“Bulan Maulud bulan yang paling banyak warga Jabar datang ke sini, ada 5 sampai 10 bus,” kata Kang Emil.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar, Benny Bachtiar mengatakan, wisata religi sangat potensial.

“Wisata religi sedang kita kuatkan, terutama wisata halal. Saya sedang petakan supaya kawasan wisata ini ramah muslim,” ujarnya.

Rencana pengembangan wisata religi, kata Benny, diharapkan mampu memberi variasi tujuan wisata bagi pelancong.

“Pak Gubernur kan menyampaikan bahwa lokomotif ekonominya di sektor pariwisata. Nah, mudah-mudahan dengan banyaknya wisata di Jabar ini berdampak terhadap kunjungan wisatawan baik domestik maupun wisman. Jadi kita akan mulai pikirkan,” pungkasnya.

Geliat Wisata Halal Turut Dongkrak Ekonomi Syariah di Jateng

Masjid Agung Jawa Tengah (foto: Wikipedia)

MTN, Jakarta – Geliat wisata halal di Jawa-Tengah turut dongkrak pertumbuhan ekonomi syariah di wilayah tersebut. Seperti apa?

Dilansir dari SragenUpdate, semenjak Penghargaan Destinasi wisata syariah unggulan berhasil didapatkan Pemrov Jawa Tengah pada 2019, saat ini dari Pemrov Jateng terus membenahi sektor tersebut beserta turunannya. Upaya ini terus dilakukan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jateng, khususnya ekonomi syariah.

Wakil Gubernur Jawa-Tengah, Taj Yasin Maimun atau yang kerap disapa Gus Yasin, juga berpendapat bahwa atas diraihnya penghargaan tersebut dapat dijadikan momentum yang tepat untuk mendongkrak ekonomi syariah di Jateng.

Pernyataan tersebut juga didukung dengan apa yang disampaikan oleh Gus Yasin pada Wokshop Virtual Kajian Keuangan Mikro Syariah dan Penguatan Potensi Ekonomi Pesantren di Jawa Tengah, dari Kantor Gubernur pada Rabu (5/1), yang berisi tentang penghargaan destinasi wisata syariah unggulan yang didapatkan Pemrov Jateng pada tahun 2019, yang memantik pertumbuhan ekonomi syariah.

Wisata syariah ini mencakup ranah parawisata yang cangkupan areanya luas. Contohnya pada ranah kuliner, tempat wisatanya, dan juga pada penginapan yang disediakan.

Hal tersebut juga mendorong pertumbuhan-pertumbuhan hotel Syariah juga. Dari cangkupan yang luas tersebut tentunya juga dapat menguatkan nilai-nilai ekonomi syariah di wilayah Jateng sendiri.

Di Jateng pertumbuhan ekonomi syariah sudah mulai menggeliat di beberapa daerah dan juga di beberapa sektor perekonomian. Seperti di Wonosobo, sudah mulai muncul konsep perhotelan yang menerapkan konsep syariah di dalamnya. Kemudian juga ada di Kabupaten Karanganyar yang menerapkan wisata halal dengan bekerjasama pada beberapa pondok pesantren.

Hal tersebut juga dikuatkan oleh pernyataan Gus Yasin yang mengatakan bahwa di Kawasan Tawangmangu terdapat wisata halal yang bekerjasama dengan salah satu pondok pesantren di Tawangmangu.

Tentunya hal tersebut menjadi angin segar dari pertumbuhan ekonomi syariah di Jawa Tengah. Dengan banyaknya sektor yang telah menerapkan wisata syariah dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Sehingga nilai pendapatan masyarakat dapat bertambah dan mulai bisa mendapatkan pelayanan wisata yang nyaman dan tanpa ragu akan ke halalannya.

KNEKS Rilis Video Promo Wisata Halal Indonesia

ilustrasi (foto: Antara News)

MTN, Jakarta – Pihak Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) di saluran YouTube-nya baru saja mengunggah video promo wisata halal di Indonesia. Seperti apa?

KNEKS di saluran YouTube resminya baru saja mengunggah video promo wisata halal di Indonesia yang berjudul Indonesia Muslim Friendly Tourism.

“Indonesia menjamin memberikan kenyamanan dan keamanan serta suasana seperti dirumah sendiri di setiap destinasi wisatanya, lho! Sebagai penduduk muslim terbesar di dunia, kamu tidak akan sulit untuk menemukan Prayer Room, Qibla Direction, Tourist Attractions, Halal Restaurants dengan keunggulan rasa yang lezat dan dijamin kehalalannya,” terang caption di video tersebut.

Tonton videonya di bawah ini.

Pemkot Bukittinggi Didorong untuk Keluarkan Perda Wisata Halal

ilustrasi (foto: Radar Sumbar)

MTN, Jakarta – Pemerintah Kota (Pemkot) Bukittinggi mendapat dorongan untuk mengeluarkan peraturan daerah wisata halal. Seperti apa?

Dilansir dari AntaraNews, Pemkot Bukittinggi mendapat dorongan dari lembaga penerbit sertifikat halal kalangan masyarakat, Halal Madani, untuk mengeluarkan peraturan daerah yang meminta penyelenggara ekonomi di daerah tersebut untuk mengurus sertifikat halal.

“Bukan untuk mempersulit warga, sebaliknya selagi dengan adanya program pengurusan sertifikat ini diharapkan semuanya bisa segera dimulai,” ujar Direktur Eksekutif Halal Madani, Hastrini Nawir, di Bukittinggi, tengah pekan ini (5/1).

Hastrini mengatakan pada 2021 pemerintah pusat mengalokasikan 3.200 slot pengurusan penerbitan sertifikat halal gratis secara nasional.

“Namun sayang, hanya Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah yang maksimal mengambil kesempatan itu, Sumbar hanya mengambil 144 dan lima di antaranya dari Kota Bukittinggi,” jelas Hastrini.

Ia mengatakan, saat ini penyelenggara Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) di Sumatera Barat belum semuanya mengetahui tentang aturan pensertifikatan usaha mereka.

“Undang-Undang nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal, diperkuat dengan UU Cipta Kerja, bahkan adanya Perda nomor satu tentang pariwisata halal di Sumbar, semuanya mengatur tentang persertifikatan itu,” terang Hastrini.

Menurutnya, UMKM dan jenis usaha yang bergerak dalam makanan, minuman, jasa penyembelihan dan hasil produk penyembelihan akan dibatasi kegiatannya pada 2024 jika belum mengurus sertifikat halal.

Selain untuk mematuhi aturan yang ada, penyertaan label halal juga menjadi standar tolak ukur dari datangnya wisatawan ke setiap daerah.

“Kami meyakini produk apalagi makanan dan minuman saudara kita di Sumbar ini adalah halal, tapi label halal yang disesuaikan standar resmi yang diterbitkan Majelis Ulama Indonesia tetap menjadi acuan kedatangan orang untuk datang dan mengonsumsinya,” ujar Hastrini.

Hastrini berharap UMKM di Sumbar bisa mendapatkan sertifikat halal usahanya dan literasi yang masif terkhusus dari media massa untuk menyepakati wisata halal di daerah setempat.

“Saat ini kita berjuang mendekati pemerintahan di seluruh daerah khususnya yang memiliki nilai tinggi dalam peringkat tujuan wisatanya agar UMKM dan pelaku usaha lainnya mendapatkan kemudahan pengurusan sertifikat halal,” kata dia menutupi.

Halal Madani menjadi lembaga penerbit sertifikat halal dari kalangan masyarakat satu-satunya asal Sumatera Barat dengan jumlah Auditor besertifikat sebanyak lima orang, dua lembaga lainnya berasal dari Jakarta dan Jawa Barat.

Kongres Ekonomi Umat II MUI Lahirkan Sembilan Resolusi “Jihad Ekonomi”

foto: promediateknologi.com

MTN, Jakarta – Kongres Ekonomi Umat II Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi ditutup dengan melahirkan resolusi Jihad Ekonomi Umat. Seperti apa?

Dilansir dari situs resmi MUI, dalam resolusi tersebut, lahir sembilan gagasan yaitu gerakan produksi dan belanja produk nasional, menjadikan Indonesia sebagai pusat halal dunia, dan optimalisasi Ziswaf untuk menggerakan ekonomi umat.

“Selain itu, KEU II menyepakati membentuk lembaga penjamin nasional syariah untuk usaha ultra mikro yang mudah, murah dan aman. KEU II menyepakati mempercepat terciptanya modal bisnis unggulan daerah yang dijalankan secara professional, memperkuat kemitraan antara UMKM dengan BUMN/BUMD dan usaha besar, mendorong dan mengawal terciptanya regulasi sistem ekonomi syariah nasional/daerah, ” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI, Buya Amirsyah Tambunan, saat penutupan KEU II di Hotel Sultan, Jakarta, pekan lalu (12/12).

Buya menambahkan, KEU II juga menghasilkan kesepakatan untuk mewujudkan ekosistem ekonomi dan keungan syariah melalui digitalisasi dan integrasi dana komersial dan dana sosial Islam. KEU II juga mengamanatkan kepada Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat (KPEU MUI) untuk mengawal hasil kongres ekonomi umat ini.

Buya Amirsyah menambahkan, hasil kongres Ekonomi Umat ini melalui perdebatan yang dinamis. Ia merasa bersyukur karena jihad ekonomi lahir dari kongres ini. Dia menjelaskan, salah satu fokus dalam resolusi itu ialah menekankan pentingnya memperkuat ekonomi umat dan bangsa.

“Tentu harus melalui proses baik dalam bidang pembiayaan, perbankan, dan lain-lain, terutama melalui keuangan syariah yang harus terlibat,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua MUI Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat, Lukmanul Hakim menerangkan, hasil Kongres Ekonomi Umat II berupa resolusi jihad ekonomi bertujuan mengarahkan umat agar bersungguh-sungguh dan bertekad kuat menjadi pelaku ekonomi.

“Supaya umat Islam tidak hanya menjadi objek, melainkan menjadi subjek dalam pergerakan ekonomi,” ujar Lukman.

Inilah Beberapa Poin dari Raker Akhir Tahun Komisi Hubungan Luar Negeri MUI

ilustrasi (gambar: mui.or.id)

MTN, Jakarta – Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI baru saja menggelar evaluasi program kerja 2021 dan rencana program kerja tahun 2022 secara luring dan daring, di kantor MUI, beberapa hari yang lalu (27/12).

Dilansir dari situs resmi MUI, acara dibuka oleh Ketua MUI, Prof Sudarnoto Abdul Hakim, di sela-sela perjalanannya di Jawa Tengah.

“Saya sangat mengapresiasi semua anggota komisi yang telah menyukseskan program tahun 2021 di tengah berbagai kendala,” kata Sudarnoto.

Ia menyebut beberapa program yang telah tercapai seperti pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Hebron yang nota kesepahamannya telah ditandatangi Ketua Umum MUI dengan Wali Kota Hebron.

Sudarnoto juga mengangkat isu pengungsi Afghanistan di Indonesia yang butuh perhatian, isu islamophobia, pergeseran politik dan dinamika global. Termasuk, pengembangan peran MUI pasca FGD (Focus Group Discussion) dengan diaspora Indonesia di beberapa negara.

Sementara itu, Ketua Komisi HLNKI MUI, Dubes Bunyan Saptomo, menyempaikan panduan penyusunan program kerja yang harus berbasis pada SMART, yakni specific (detail, jelas), measurable (dapat diukur), achievable (dapat dicapai), relevant (terkait dengan tujuan utama), dan time based (ada batas waktunya/deadline).

Sebagai evaluasi, Bunyan Saptomo menyoroti soal internal dan eksternal. Secara internal ia melihat beberapa problem organisasi seperti struktur, pembagian tugas, dan nomenklatur.

Selain itu, ia juga membahas terkait man (orang/pengurus) yang baru, yang sibuk, dan sedikit di tengah berbagai tugas, keterbatasan anggaran dan material juga dibahas Bunyan.

Secara eksternal, Bunyan melihat program pandemi memang masih jadi kendala, selain jumlah negara di dunia yang teramat banyak (sekitar 200 negara) dan jumlah masalah di dunia yang banyak. Sementara itu, pengurus komisi hanya 35 orang.

Bunyan mengusulkan agar nama komisi disederhanakan menjadi “Komisi Hubungan Luar Negeri” saja agar memudahkan di publik, sama seperti Kementerian Luar Negeri dan belajar dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang disingkat Jogja.

Usulan program kerja tahun 2022 dibahas bersama oleh peserta rapat dari 6 subkomisi yang ada di Komisi HLNKI. Beberapa program masih bersifat on-going seperti penerbitan buku Diplomasi Wasathiyyatul Islam, rapat koordinasi dengan komisi HLN daerah, serta pengembangan kerja sama dengan diaspora Indonesia di Mesir, Saudi, Malaysia, dan Belanda.

Komisi HLNKI juga bersepakat menerjemahkan buku Diplomasi Wasathiyyatul Islam Pariwisata Halal ke bahasa Inggris dan Arab. Beasiswa untuk pelajar asing juga menjadi satu program.

Beberapa waktu lalu, komisi HLNKI juga telah mengadakan diskusi terkait peluang beasiswa bagi mahasiswa asing di Indonesia.

Guna kaderisasi, komisi juga akan menggelar pelatihan diplomasi dan komunikasi internasional dengan menghadirkan pemuda Islam di Indonesia agar kelak dapat menjadi volunteer berbagai kegiatan komisi.

Kerja sama dengan lembaga keulamaan juga akan dilakukan, selain menggelar kajian intelektual dunia Islam di TV MUI.

Selain itu, ada beberapa program tahun 2022 seperti muhibah ke luar negeri, konferensi internasional, seminar produk halal, seminar internasional G20, seminar perdamaian dunia, FGD penanganan pengungsi, dan respon terhadap isu internasional.

“Beberapa program kerja tersebut akan di-break down oleh tiap subkomisi sesuai panduan,” pungkas Bunyan Saptomo.

LPPOM MUI Bantah Tuduhan Dana Sertifikasi Halal Tidak Transparan

ilustrasi (foto: tirto.id)

MTN, Jakarta – Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) membantah tuduhan tidak adanya transparansi dari anggaran sertifikasi halal. Seperti apa?

Dilansir dari situs resmi MUI, Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, mengatakan bahwa LPPOM MUI bukanlah instansi atau lembaga pemerintah, sehingga dalam menjalankan pemeriksaan kehalalan produk, pihaknya tidak mendapatkan pembiayaan pemerintah yang bersumber dari APBN.

Dijelaskan Muti, status LPPOM MUI sama dengan lembaga sertifikasi lain. Ia menambahkan, LPPOM MUI memberlakukan biaya tertentu kepada perusahaan yang mengajukan ketetapan Halal MUI.

Ia menegaskan, proses pembiayaan tersebut sangat transparan, akuntabel, dan dapat dipertanggung jawabkan.

“Baik LPPOM MUI maupun perusahaan sama-sama mengetahui biaya yang dikeluarkan dan disepakati dalam bentuk akad pembayaran sertifikasi halal,” jelas Muti, pada awal bulan ini (9/12).

“LPPOM MUI, sebagai salah satu LPH (Lembaga Pemeriksa Halal), dalam melakukan tugasnya bersifat independen, tanpa ada intervensi pihak manapun, termasuk MUI,” tambahnya.

Muti Arintawati menuturkan, dalam akad tersebut, penetapan halal oleh MUI meliputi biaya pemeriksaan. Terdiri dari biaya jasa profesional auditor halal (tapi tidak termasuk transport dan akomodasi).

Selain itu, biaya penilaian implementasi sistem jaminan halal, penetapan halal, publikasi pada daftar belanja halal MUI, survailen, pelayanan pasca sertifikasi halal. Kata Muti, akan ada tambahan biaya jika ada proses pengujian laboratorium.

“Komponen biaya tersebut sudah diketahui oleh pihak pemohon sertifikat halal sejak awal melakukan pendaftaran secara online melalui sistem sertifikasi halal LPPOM MUI,” tegasnya.

Sementara itu, untuk memenuhi ketentuan Undang Undang perpajakan, ia menerangkan bahwa LPPOM MUI telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Sehingga, kata dia, LPPOM MUI harus dan telah memenuhi semua aturan dan ketentuan perpajakan yang berlaku, termasuk laporan keuangan LPPOM MUI yang harus diperiksa oleh akuntan publik yang independen.

“Penilaian laporan keuangan LPPOM MUI pun terus memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),” pungkas Muti.

Meski Dimulai Sejak 2010, Konsep Pariwisata Halal di NTB Masih Terus Digodok

Islamic Centre NTB (foto: jurnaland.com)

MTN, Jakarta – Meski sudah digencarkan sejak tahun 2010, namun konsep pariwisata halal di Nusa Tenggara Barat (NTB) masih terus digodok.

Dilansir dari Kompas, Sekretaris Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Gita Aryadi, mengungkapkan, pariwisata halal atau wisata ramah Muslim sudah digencarkan di NTB sejak tahun 2010, namun diakui kalau konsep pariwisata halal di Nusa Tenggara Barat (NTB) masih terus digodok.

Lalu Gita Aryadi mengatakan pada tahun 2010 pariwisata halal mulai digencarkan di Nusa Tenggara Barat.

Ditegaskan oleh Lalu kalau maksud dari wisata halal bukanlah menggantikan jenis wisata konvensional, melainkan penambahan segmentasi pasar.

“Betapa banyak potensi-potensi pasar dari Timur Tengah yang tidak tergarap secara optimal. Justru yang memanfaatkannya adalah negara-negara lain,” ucap dia.

Lalu melanjutkan, potensi wisatawan mancanegara (wisman) asal Timur Tengah ini berawal dari asumsi bahwa mereka memiliki kendala saat berkunjung ke Bali.

Adanya kendala itu membuat mereka berkunjung ke destinasi wisata lain yang ramah Muslim di luar Indonesia.

Hal itu karena mereka tidak tahu bahwa Nusantara memiliki destinasi wisata lain yang, menurut Lalu, mungkin menawarkan nuansa familiar bagi kalangan wisman asal Timur Tengah.

“Misalnya Yogyakarta, Sumatera Barat, dan termasuk NTB. Sehingga kita coba untuk bagaimana wisman Timur Tengah menjadi tambahan dari potensi pasar yang dimiliki,” jelas Lalu.

Meski pariwisata halal sudah mengalami pertumbuhan sejak digaungkan pada 2010, Lalu mengaku bahwa pihaknya masih dalam proses untuk mencari format pariwisata halal yang ideal.

“Jadi, ikon wisata yang kita jual (selain menjadi tempat liburan dan bulan madu) adalah MICE (meeting, incentive, conference, and exhibitions) dan destinasi wisata halal. (Tapi) destinasi wisata halal masih dalam proses untuk (mencari) format bentuk yang idealnya bagaimana,” tutur Lalu.

Dia mengungkapkan, adanya konsep pariwisata itu bermula dari periode low season di NTB atau saat jumlah kunjungan wisatawan ada di titik rendah pada tahun 2010.

“Branding pariwisata NTB adalah sebagai tempat liburan dan bulan madu, tapi bersifat temporal karena ada low season di luar Mei – Agustus dan November – Desember,” jelas Lalu.

Hal itu disampaikan olehnya dalam Konferensi Internasional Mandalika bertajuk ‘Infinity Experiences of Nature and Sport Tourism’ pada awal bulan ini (1/12).

Lalu menjelaskan, sekitar 2010-an, pariwisata NTB mulai bergerak ke arah MICE (meeting, incentive, conference, and exhibitions) untuk mengisi periode low season itu.

“Untuk datangkan orang ke NTB, tidak hanya menunggu wisatawan yang ingin berlibur atau bulan madu. Tapi bagaimana menjadikan NTB sebagai tempat untuk orang bekerja sambil wisata. Tempat pertemuan, rapat kerja yang bersifat nasional dan internasional,” katanya.

Pada saat ini, ujar Lalu, industri pariwisata NTB melihat bahwa potensi untuk mendatangkan wisatawan juga terlihat dari pasar Timur Tengah.