OJK: Jambi Berpotensi Besar Jadi Tonggak Pertumbuhan Ekonomi Syariah
MTN, Jakarta – Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan kalau Jambi berpotensi besar jadi tonggak pertumbuhan ekonomi syariah. Seperti apa?
Dilansir dari Metrojambi, provinsi Jambi memiliki potensi besar menjadi tonggak pertumbuhan ekonomi syariah di berbagai sektor seperti fashion dan keuangan syariah, makanan serta wisata halal, demikian dikatakan oleh Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jambi yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Provinsi Jambi, Yudha Nugraha Kurata, di acara “Semarak Expo Syariah Jambi 2022” yang digelar Bank Indonesia Provinsi Jambi, Sabtu (30/7).
“Jambi memiliki potensi untuk perkembangan ekonomi syariah di beberapa sektor karena 95 persen penduduk di Provinsi Jambi merupakan muslim dengan kebudayaan Melayu Jambi yang kental dengan nuansa Islam,” ujar Yudha Nugraha.
Dia menjelaskan, beberapa faktor lainnya yang menjadi kekuatan untuk Provinsi Jambi menjadi tonggak pertumbuhan ekonomi syariah antara lain, kultur wanita Jambi sebagai etnis melayu yang sangat akrab dengan busana bernunsa Islami menjadi market yang baik untuk trend modest fashion dan lahirnya pengusaha busana wanita di bidang modest fashion.
“Termasuk pada sektor pertanian, hortikultura, dan perkebunan senantiasa tumbuh positif tiap tahunnya sehingga dapat menjadi sumber berkembangnya bisnis halal food,” terangnya.
Dari sisi pariwisata, Provinsi Jambi memiliki banyak wisata religi, seperti Masjid 1.000 tiang, Gentala Arasy, hingga wisata religi ke Seberang Kota Jambi dan lain-lainnya. Selain itu, bisnis perhotelan di daerah wisata seperti Kerinci juga banyak dijalankan secara syariah.
“Kondisi ini mendorong terbukanya peluang berkembangnya bisnis wisata halal di Provinsi Jambi,” tambahnya.
Selanjutnya dari sisi islamic finance, perkembangan keuangan syariah turut tumbuh positif dan stabil. Aset Bank Umum Syariah dan Unit Syariah pada Juni 2022 tercatat sebesar Rp 5,28 triliun dan tumbuh sebesar 3,07 persen.
Untuk pembiayaan dan dana pihak ketiga tercatat sebesar Rp 4,01 triliun dan Rp3,20 triliun dan tumbuh sebesar 9,85 persen dan 19,95 persen. Di sisi risiko pembiayaan (NPF) tercatat di bawah threshold, yaitu sebesar 2,34 persen.