Pengembangan Wisata Halal Kabupaten Bandung Menuju Tingkat Dunia
MTN, Jakarta – Wisata halal di kabupaten Bandung kini terus dikembangkan menuju tingkat dunia. Seperti apa?
Dilansir dari Detik, pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung mengklaim konsep wisata halal telah diterapkan di seluruh objek wisata di wilayahnya. Apalagi hal tersebut diperkuat dengan adanya peraturan daerah (Perda) no 6 tahun 2020.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bandung, Wawan A Ridwan, mengatakan hampir seluruh industri pariwisata yang ada di Kabupaten Bandung sudah menerapkan wisata halal. Menurutnya hal tersebut harus dipertahankan.
“Ya saya kira sudah sekitar 90 persen (wisata halal). Tinggal beberapa kita harus memberikan pengawasan dan pembinaan. Jangan sampai ada hal-hal yang sifatnya terabaikan oleh pelaku industri pariwisata,” ujar Wawan, di acara FGD Pengembangan Wisata Halal yang diselenggarakan Pusat Litbang Kemenag di Hotel Grand Sunshine, pekan lalu (22/9).
Pihaknya menyebutkan akan terus melakukan sosialisasi terkait beberapa tempat wisata yang belum berlabel wisata halal. Kemudian akan terus memberikan pemahaman bagaimana regulasi, pembinaan dan pengawasan.
“Bagaimana wisata halal di kabupaten Bandung bisa berjalan sesuai dengan harapan, khususnya wisatawan muslim yang datang dari luar daerah, khususnya dari mancanegara,” katanya.
Wawan mengungkapkan setiap pengusaha industri pariwisata harus memperhatikan kenyamanan bagi wisatawan muslim. Hal tersebut telah masuk dalam Perda No 6 tahun 2020.
“Contoh paling dasar adalah sarana ibadah yang harus dimiliki oleh setiap industri pariwisata. Misalkan dari kebersihan, dari tempat wisatanya, tempat ibadahnya, harus menjadi ketetapan yang berlaku bagi semua,” jelasnya.
Menurutnya setiap daerah yang dianggap aman, nyaman, tertib, akan menjadi salah satu faktor wisata halal. Makanya hal tersebut harus perlu disosialisasikan.
“Jangan bicara wisata halal dulu, sebelum aspek itu masuk. Termasuk berkaitan dukungan pemda dalam memberikan pembinaan, pengawasan, serta sosialisasi kepada masyarakat,” ucapnya.
Wawan tak menampikan masih banyak masyarakat yang menyepelekan wisata halal. Padahal, menurutnya, standar wisata halal telah diakui oleh kelas dunia.
“Mungkin aja ada persepsi lain, untuk kita dianggap bersih, belum tentu oleh wisatawan dunia dianggap bersih juga. Jadi edukasi kepada masyarakat pun terus dilakukan,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kemenag RI, Arfi Hatim menuturkan terdapat berbagai faktor pendukung untuk menjadikan suatu kota wisata halal. Kata dia, wisata halal itu ada makanan halal, restoran halal, menyediakan tempat wudhu, membuat standar sebagainya.
“Memang banyak pihak terlibat di dalamnya sebagai ekosistem dari sisi regulasi perlu dikaji. Sampai sekarang belum ada yang secara khusus membahas tentang pariwisata halal atau ramah muslim. UU No 10 tahun 2019 tentang kepariwisataan dan ada UU soal jaminan produk halal,” kata Arfi.
Arfi mengungkapkan dalam pariwisata harus ada destinasi, industri, promosi, dan kelembagaan. Menurutnya hal tersebut harus terus didorong.
“Empat hal ini yang harus di-breakdown lebih lanjut pergub dan perda sudah dibuat cuma perlu ada yang mendorong lagi supaya di nasional ada pariwisata halal,” bebernya.
Dia menambahkan di Kabupaten Bandung telah mempunyai perda mengenai hal tersebut. Makanya hal tersebut harus dikolaborasikan.
“Di Kabupaten Bandung ada perda ini sedang dielaborasi. Mudah mudahan ada langkah konkrit implementasi dari perda ini,” pungkasnya.