Prediksi 2023: Turis Lebih Pilih Wisata Murah

ilustrasi (foto: mediaindonesia.com)

MTN, Jakarta – Tahun 2023 diprediksi akan dihantam resesi ekonomi. Untuk dunia wisata pun diprediksi kalau para turis mancanegara lebih pilih wisata yang murah. Seperti apa?

Dilansir dari Kompas, kondisi perekonomian global yang melambat pada tahun 2023 akan mendorong wisatawan mancanegara mencari destinasi wisata yang ”murah”.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno, dalam Jumpa Pers Akhir Tahun, Senin (26/12), di Jakarta, mengatakan, kondisi ekonomi yang menantang tentu berdampak pada perilaku wisatawan.

Padahal, pemerintah telah menargetkan pada tahun 2023, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) berkisar 3,5 – 7,4 juta orang. Perolehan
devisa pariwisata ditargetkan bisa mencapai 5,9 miliar dollar AS pada 2023, naik dari tahun ini sebesar 4,26 miliar dollar AS.

Pergerakan wisatawan Nusantara (wisnus) disasarkan naik dari 633-703 juta pergerakan pada tahun 2022 menjadi 1,2 – 1,4 miliar pergerakan.

Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf/Baparekraf Nia Niscaya mengatakan, karena resesi ekonomi global diperkirakan terjadi tahun 2023, jarak tempuh menuju destinasi akan jadi tantangan utama wisatawan.

Pemerintah Indonesia akan menyasar wisman dari negara-negara yang perekonomiannya masih tumbuh relatif bagus, misalnya, India, Australia, Singapura, Malaysia, dan China.

Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) Riyanto Sofyan, saat dihubungi terpisah, mengatakan kalau pencapaian kunjungan wisman ataupun pergerakan wisnus sepanjang 2022 berdampak positif bagi kelangsungan usaha pelaku industri pariwisata yang dua tahun sebelumnya harus menghadapi sepi permintaan.

Meski demikian, pencapaian itu baru 80 persen dari pemulihan
yang diharapkan. “Ongkos (operasional usaha dan berwisata) telah naik. Memang, masih banyak warga ’balas dendam’ berwisata, tetapi daya beli mereka sesungguhnya turun. Ada porsi pengeluaran yang mungkin mereka kurangi, apalagi harga tiket pesawat relatif masih mahal,” ujar Riyanto.

Penasihat Tim Ekonomi Kerthi Bali Research Center Universitas Hindu Indonesia, Cipto Gunawan, menambahkan, perekonomian global yang menurun akan mendorong warga mencari destinasi yang ”murah”. Maksudnya, biaya akomodasi hingga kebutuhan sehari-hari relatif terjangkau. Kemudahan dan kecepatan akses menuju destinasi jadi hal utama dipertimbangkan.

“Indonesia sebenarnya masih termasuk destinasi ‘murah’, hanya saja Indonesia harus bersaing dengan negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam dan Thailand yang juga dianggap sebagai destinasi ‘murah’,” pungkas Cipto.

Indonesia Berpotensi jadi Pemimpin di Industri Halal Global

ilustrasi (foto: kilat.com)

MTN, Jakarta – Di acara webinar Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) disebut kalau Indonesia miliki potensi untuk jadi pemimpin di industri halal global.

Dilansir dari situs resmi MUI, laporan State of Global Islamic Economic Report mengungkapkan, Indonesia menempati posisi keempat pada tahun 2020 dan masuk Top 10 di seluruh sektor.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) bersama Bank Indonesia (BI) dalam rangkaian Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2021 mengadakan webinar halal bertema “Opportunity for National Halal Products to Enter Global Market” pada 22 Oktober 2021, yang membahas potensi Indonesia di industri halal dunia.

Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Prijono, mengatakan kalau perbandingan pangsa pasar industri halal nasional terhadap pasar global menunjukkan Indonesia sebagai pemimpin, utamanya pada industri makanan halal yang pangsanya mencapai 13 persen total konsumsi makanan halal dunia.

“Sertifikasi halal mutlak diperlukan untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia karena memegang peran penting dalam keberhasilan ekspor produk. Seperti yang sudah diketahui, beberapa negara mewajibkan produk halal masuk ke negaranya yang ditandai dengan bukti fisik berupa sertifikat halal, terutama negara dengan penduduk mayoritas muslim,” terang Prijono.

Berkaitan dengan hal ini, Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dr. H. Musthofa, S.E, M.M., menekankan pentingnya para pelaku usaha di Indonesia untuk mengetahui, memahami, dan mengimplementasikan bagaimana mendapatkan sertifikasi halal dan standar halal global. Tujuannya, untuk meningkatkan daya saing produk di pasar global.

Per September 2021, data Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menyebutkan bahwa terdapat 310.589 produk halal dengan 8.823 ketetapan halal dari 6.338 perusahaan beredar di Indonesia.

Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si., menyampaikan bahwa pihaknya turut mengamati dan merasakan perubahan tersebut. LPPOM MUI merupakan pelopor sertifikasi halal di Indonesia sejak tahun 1989.

“Jika dulu sertifikat halal hanya dipersyaratkan oleh negara berpenduduk mayoritas muslim, saat ini bahkan untuk keperluan pengembangan industri produk halal dan pariwisata, negara-negara bukan muslim turut menjadi pasar produk halal yang potensial,” terangnya.

Persyaratan sertifikat halal, lanjut Muti, yang diterima untuk menjadi tiket masuk suatu negara juga semakin berkembang.

Dijelaskan Muti, sertifikat halal tidak cukup diterbitkan oleh suatu Lembaga Islam, Lembaga Sertifikasi Halal (LSH) tersebut harus memenuhi berbagai persyaratan akreditasi yang cukup rigid.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Drs. Didi Sumedi, MBA, menyatakan bahwa saat ini Pemerintah sedang menetapkan strategi untuk meningkatkan jumlah ekspor produk halal.

Usaha ini untuk mendorong target pemerintah yang menetapkan Indonesia menjadi produsen produk halal nomor satu pada tahun 2024.

LPPOM MUI menjadi LSH pertama yang telah terakreditasi SNI ISO/IEC 17065:2012 dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), serta telah diakui oleh lembaga sertifikasi halal luar negeri, Emirates Authority for Standardization and Metrology (ESMA) pada standar UAE 2055:2-2016.

Standar sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang dirancang serta diimplementasikan oleh LPH LPPOM MUI telah pula diakui bahkan juga diadopsi oleh lembaga-lembaga sertifikasi halal luar negeri, yang kini mencapai 44 lembaga dari 26 negara.

Turut hadir sebagai narasumber dalam webinar ini, yaitu Direktur Pelayanan Audit Halal LPPOM MUI, Dr. Ir. Muslich, M.Si.; Plt. Kepala Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi Badan Standardisasi Nasional (BSN), Donny Purnomo Januardhi Effyandono, S.T; serta Auditor Internal Halal (KAHI) dan Penyelia Halal PT. Sasa Inti Gending, Bayu Siswantoro Koordinator, S.T.