Ridwan Kamil Tengah Matangkan Konsep Pengembangan Wisata Religi Jabar

ilustrasi (foto: madaninews.id)

MTN, Jakarta – Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengungkapkan kalau saat ini, Provinsi Jabar tengah mematangkan pengembangan wisata religi yang lebih terkonsep.

Dilansir dari IDX Channel, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengungkapkan, saat ini, Provinsi Jabar tengah mematangkan pengembangan wisata religi yang lebih terkonsep.

Hal itu diungkapkan Ridwan Kamil usai berziarah ke Makam Syekh Syaikhona Kholil di Bangkalan, Madura, pada tengah pekan ini (20/1).

Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil mengatakan, wisata religi memiliki potensi ekonomi yang tinggi bila ditata dengan baik.

“Kami pernah menghitung, wisata religi itu nilai ekonominya tinggi sekali,” ujar Kang Emil dalam keterangan resminya, Sabtu (22/1).

Adapun pengembangan wisata religi di Jabar bertujuan agar peziarah lebih nyaman dan pedagang kaki lima tertata. Dampaknya, kata Kang Emil, denyut ekonomi akan meningkat.

“Di Jabar sedang dikonsepkan wisata religi dengan penataan serius, sehingga peziarah nyaman, PKL tertata, dan semua dapat barokahnya,” tuturnya.

Dia pun mencontohkan sejumlah destinasi wisata religi di Jabar yang sering dikunjungi peziarah, di antaranya Makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, Situ Lengkong Panjalu, dan Pamijahan di Tasikmalaya.

Menurut Kang Emil, dari wisata religi, sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pun akan tumbuh, seperti usaha kuliner dan cinderamata.

“Seperti saya tadi beli sate Madura dan oleh-oleh, kalikan saja ribuan orang yang datang, UMKM akan meningkat apalagi penataannya lebih baik,” katanya.

Usai berziarah ke Makam Syekh Syaikhona Kholil di Bangkalan, Kang Emil sempat membeli sate Madura ditemani Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron, di area ziarah. Menurutnya, sate Madura di tempat aslinya memiliki rasa lebih enak dan dagingnya lebih gemuk.

“Sate Madura di sini lebih gemuk dan rasanya lebih enak. Kalau di Jabar agak tipis satenya, tapi umumnya kecap dan bumbunya sama, lontongnya juga sama,” ujarnya.

Kang Emil juga mengatakan bahwa wisata religi Makam Syekh Syaikhona Kholil biasanya ramai di bulan Maulud. Di bulan tersebut, kata Kang Emil, warga Jabar yang berziarah ke Makam Syekh Syaikhona Kholil bisa mencapai 10 unit bus.

“Bulan Maulud bulan yang paling banyak warga Jabar datang ke sini, ada 5 sampai 10 bus,” kata Kang Emil.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar, Benny Bachtiar mengatakan, wisata religi sangat potensial.

“Wisata religi sedang kita kuatkan, terutama wisata halal. Saya sedang petakan supaya kawasan wisata ini ramah muslim,” ujarnya.

Rencana pengembangan wisata religi, kata Benny, diharapkan mampu memberi variasi tujuan wisata bagi pelancong.

“Pak Gubernur kan menyampaikan bahwa lokomotif ekonominya di sektor pariwisata. Nah, mudah-mudahan dengan banyaknya wisata di Jabar ini berdampak terhadap kunjungan wisatawan baik domestik maupun wisman. Jadi kita akan mulai pikirkan,” pungkasnya.

Aspek Koordinasi Hambat Potensi Besar Wisata Halal di Jawa Barat

ilustrasi (foto: madaninews.id)

MTN, Jakarta – Aspek komunikasi dan koordinasi hambat potensi besar wisata halal di Jawa Barat. Seperti apa?

Dilansir dari Pikiran Rakyat, Diskusi Kelompok Terpumpun FGD dengan tema “Struktur Ekosistem Halal dan Analisis Kebijakan Pemerintah tentang Wisata Halal (Kasus Di Indonesia)”, pada akhir Juli 2021 kemarin menyatakan kalau potensi pengembangan pariwsata halal di Jawa Barat dan Indonesia secara umum sangatlah besar, namun, kendala dalam aspek komunikasi dan koordinasi masih membuat impelementasi kebijakan pengembangannya tersendat.

Diperlukan sinergi, kolaborasi, dan kesepahaman antarberbagai pemangku kepentingan (stakeholders) agar iktikad menjadikan Indonesia sebagai tujuan utama pariwisata global dapat tercapai.

FGD yang digelar secara daring (webinar) tersebut diinisiasi oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Islam Bandung (Unisba) dengan peneliti dari berbagai perguruan tinggi di Kota Bandung.

Kegiatan yang dibuka Ketua LPPM Unisba Prof. Dr. Hj. Atie Rachmiatie itu menghadirkan narasumber Lusi Lesminingwati, SE., MM selaku Kepala Bidang Industri Pariwisata Disbudpar Jabar, Ir. Dina Sudjana (Ketua Harian Pusat Halal Salman ITB), dan R. Wisnu Rahtomo, S.Sos.,MM (Ketua Jurusan Kepariwisataan STP Bandung, serta H. Herman Muchtar, SE, MM yang mewakili pengusaha.

Selain itu juga hadir anggota tim peneliti Fitri Rahmafitria, SP, MSi, Dr. Efik Yusdiansyah, SH., M.Hum, Ajang Lestari, dan Ferra Martian, M.I.Kom.

Menurut Lusi (Kepala Bidang Industri Pariwisata Disbudpar Jabar), potensi industri pariwisata halal di Jabar sangat besar meski saat ini baru menempati peringkat keenam nasional setelah: Lombok, Aceh, Riau, DKI, dan Sumbar.

“Berdasarkan data BPT pada tahun 2019 kenaikan 20 persen kunjungan wisatawan ke Jabar yakni sebanyak 3,6 juta dengan 1,4 juta (40 persen) dari negara muslim. Ini artinya secara potensi sangat prospektif. Dalam pelaksanaannya, sesungguhnya dengan penduduk mayoritas muslim kita sudah berada dalam situasi yang bagus karena sebetulnya wisata halal itu bermakna extended services,” ungkap Lusi.

Namun, ujar dia, harus diakui masih ada persoalan koordinasi karena justru di lapangan seringkali penyebutan istilah wisata halal justru menjadi sensitive. “Inilah yang saya kira harus dibicarakan dan dikoordinasikan dengan lebih baik lagi,” tambahnya.

Dalam paparannya, Dina Sudjana menegaskan secara konseptual sesungguhnya Indonesia sudah sejak lama menggagas apa yang disebut industri pariwisata halal.

“Saya sempat menjadi auditor halal LPPOM MUI dan menginisiasi kehadiran hotel syariah pertama di Jabar bahkan nasional. Kami juga menginisiasi hadirnya prototipe kantin halal sebagai destinasi wisata kuliner di Kantin Salman ITB,” katanya menguraikan.

Terbukti, kata Dina, Kantin Salman ITB meraih peringkat tertinggi destinasi wisata kuliner nasional. Pada 2014 bahkan Jepang belajar langsung ke Salman untuk memahami bagaimana konsep wisata halal ini.

“Buktinya, Jepang sekarang justru semakin maju dalam mengemas wisata halal ini dan sebaliknya di Indonesia masih sering terjebak pada debat yang tidak produktif,” ujarnya.

Sementara itu, Wisnu Rahtomo yang juga Kepala Unit Center for Tourism Destination Studies (CTDS) Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung mengakui, capaian industri pariwisata halal di tanah air itu jauh tertinggal dengan negara jiran.

Pada tahun yang sama, Malaysia mampu meraih sebanyak enam juta wisatawan, Singapura mendapat empat juta, dan Thailand mencapai lima juta.

Ia menegaskan Indonesia harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan lebih banyak wisatawan Muslim. Penyebabnya, Indonesia belum mampu menghasilkan produk wisata halal yang dipercaya oleh turis asing. Padahal, sisi produk itu yang menjadi perhatian utama wisatawan Muslim.

“Jika ingin menjadi pemenang dalam kompetisi ini pelaku usaha industri halal tourism ini mesti mengikuti standar global. Patokan itu berisikan sejumlah indikator yang menunjukkan bagaimana sebuah destinasi bisa diminati,” ungkap Wisnu.

Untuk itu, Wisnu mengatakan Pemprov Jabar sudah membentuk tim percepatan perwujudan destinasi halal dengan sistem yang terintegrasi dan memiliki indikator yang terukur. Pihaknya juga sudah menjalin MoU dengan Kemenparekraf.

“Tim sudah memiliki pilot project yakni destinasi wisata kuliner di Kabupaten Bandung Barat yang sudah mengikuti standar CHSE pariwisata halal, yakni Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan).

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Herman Muchtar, mengatakan, perkembangan wisata halal hingga saat ini masih terus berkutat di tataran wacana.

“Bagi pengusaha mudah saja ukurannya jadi bisnis atau enggak. Nah, pemerintah harus mampu menjamin dan memfasilitasi ekosistem yang memungkinkan bisnis ini jalan,” katanya.