Pemerintah Perkuat Layanan Wisata Halal di Labuan Bajo

Pulau Padar, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (foto: Hilmi Setiawan / Jawa Pos)

MTN, Labuan Bajo – Labuan Bajo jadi destinasi superprioritas, pemerintah perkuat layanan wisata halal di Labuan Bajo. Seperti apa?

Dilansir dari JawaPos, pemerintah menetapkan lima destinasi superprioritas atau yang populer disebut Bali Baru. Lima destinasi wisata superprioritas itu adalah Labuan Bajo, Borobudur, Likupang, Mandalika, dan Danau Toba.
Upaya mendongkrak lima destinasi tersebut digarap oleh sejumlah instansi sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI (LPPOM) secara khusus memilih Labuan Bajo sebagai venue puncak Festival Syawal 1445 H.
LPPOM MUI memiliki alasan sendiri memilih daerah dengan penduduk mayoritas Katolik dan Kristen tersebut. Yaitu, mereka ingin mengawal dari aspek wisata halal di sana.

Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, menegaskan kalau wisata halal itu bukan Islamisasi sebuah destinasi wisata. Dia mengatakan, destinasi wisata tetap berjalan seperti biasanya. Tetapi, ada layanan ekstra yang diperuntukkan wisatawan muslim.

“Jadi, lebih tepatnya destinasi wisata yang ramah muslim,” katanya. Destinasi yang ramah muslim itu misalnya, terdapat informasi restoran atau tempat makan yang sudah berlabel halal. Kemudian, wisatawan mudah mendapatkan sarana ibadah, khususnya untuk salat. Menurut dia, hotel bisa menyiapkan tempat khusus untuk salat. Tidak perlu besar. Yang penting bersih.

Dari aspek kuliner, Muti mengatakan bahwa pihaknya mendampingi sejumlah pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) di Labuan Bajo untuk mengurus sertifikat halal. Di antaranya, pedagang seafood yang berjejer di kawasan Kampung Ujung, yang sudah ditetapkan sebagai area kuliner halal.

Muti menambahkan, dalam Festival Syawal itu, pihaknya melakukan pendampingan sertifikasi halal untuk 744 pelaku UMK. Beberapa di antaranya berada di lima destinasi superprioritas. Yakni, 42 pelaku UMK di Labuan Bajo, 10 UMK di Danau Toba, 8 UMK di Borobudur, 6 UMK di Likupang, dan 20 UMK di Mandalika. “Yang lainnya tersebar di seluruh wilayah Indonesia,” katanya.

Selain itu, Muti menerangkan kalau kawasan kuliner ramah muslim tidak hanya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Tetapi, juga memberikan jaminan kepada masyarakat terkait ketersediaan produk yang halal, aman, dan sehat.

Perlunya Komitmen Kuat Pelaku Usaha untuk Wujudkan Wisata Halal

Penyerahan sertifikasi halal kepada lima pelaku usaha yang telah memenuhi kriteria halal di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (8/5/2024). ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari

MTN, Labuan Bajo, NTT – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan bahwa perlu komitmen dari para pelaku usaha untuk segera mengajukan sertifikasi halal demi mewujudkan wisata halal.

“Kemenparekraf terus memberikan pemahaman baik kepada industri maupun masyarakat, bahwa pariwisata halal ini bukan berarti meng-Islam-kan pariwisata, tetapi bagaimana pelaku usaha itu berkomitmen, boleh saja menyediakan produk halal dan nonhalal, yang penting di-declare (ada pernyataan) dengan baik kalau ada yang nonhalal,” kata Staf Ahli Pengembangan Bidang Usaha Kemenparekraf, Masruroh, di Labuan Bajo, NTT, awal bulan ini (8/5/2024).

Dilansir dari Antara, Masruroh menyampaikan hal tersebut dalam acara puncak Festival Syawal 1445 Hijriah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Masruroh juga menjelaskan, pariwisata halal pada dasarnya menekankan agar para pelaku wisata memberikan pelayanan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh umat Islam.

“Pariwisata halal masih rancu sebagai wisata religi atau wisata Muslim. Persepsi yang salah inilah yang menimbulkan ketakutan,” ujar Masruroh.

“Padahal, intinya itu ada extended services atau pelayanan kebutuhan dasar untuk wisatawan Muslim ketika dia berwisata, makanan dan minuman halalnya harus disediakan, tempat ibadah, dan lain sebagainya,” imbuhnya.

Adapun ada lima destinasi wisata prioritas yang para pelaku usahanya akan dikejar untuk mendaftarkan sertifikasi halal yakni Danau Toba di Sumatera Utara, Borobudur di Jawa Tengah, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, dan Likupang di Sulawesi Utara.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama RI juga telah mewajibkan produk makanan dan minuman; jasa penyembelihan dan hasil sembelihan; bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman untuk memiliki sertifikasi halal paling lambat pada 17 Oktober 2024.

Direktur Kemitraan dan Pelayanan Audit Halal LPPOM MUI Muslich mengemukakan bahwa tantangan sertifikasi halal selama ini yakni sosialisasi pada UMKM karena belum menjadi prioritas.

“Tantangan sertifikasi halal yang kita alami selama ini, kalau yang skala besar kan sudah punya sumber daya yang cukup, ini tidak menjadi persoalan, kalau yang kecil, UMKM kan bukan prioritas,” katanya.

Untuk itu, senada dengan Masruroh, ia menekankan pentingnya komitmen bagi pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal.

“Sepanjang pemiliknya punya komitmen untuk sertifikasi, di spektrum barang dan jasa yang luas ini, pasarnya sangat potensial, dan wisata halal ini bisa berjalan dengan baik. Intinya komitmen itu penting,” pungkas Muslich.