“Pesantren Itu Super Penting bagi Wisata Halal di Jatim”

Sandiaga Uno (foto: ngopibareng.id)

MTN, Banyuwangi – Sandiaga Uno mengatakan bahwa peran pesantren itu super penting bagi wisata halal di Jawa-Timur.

Dilansir dari Detik, Menparekraf Sandiaga Uno menyebutkan bahwa ribuan pesantren di Jatim akan menjadi lokomotif penggerak wisata halal yang potensial.

“Pesantren (itu) super penting bagi lokomotif wisata halal yang sekarang menjadi peluang untuk total penciptaan 4,48 juta tenaga kerja. Dan pariwisata halal ini market terbesarnya justru Jawa timur,” ujar Menparekraf Sandiaga Uno saat sambang kiai di momen 1 Rajab di Banyuwangi (12/1/2024).

Sandiaga menyebutkan bahwa Banyuwangi menjadi rute baru wisata halal dengan destinasi ziarah yang bisa menjadi tujuan wisata.

“Yang mengirimkan wisatawan Nusantara tapi destinasi terbanyak itu Jatim ada Wali Songo dan Banyuwangi sampai ke Bali yang menjadi pusat perhatian para peziarah,” jelas Sandiaga Uno.

Sementara, untuk tujuan ziarah di Banyuwangi, Pondok Pesantren Al-Imaratul Mustaqimah yang diasuh oleh KH Ali Hasan Kafrawi bisa menjadi tujuan perjalanan yang diketahui ada makam leluhur Muslim di ponpes itu.

“Jalur ini adalah rute perjalanan baru yang bisa kita kembangkan untuk destinasi wisata halal yang baru,” jelasnya.

Lebih-lebih terkait aneka kuliner seafood dengan aneka bumbu khas Banyuwangi. Menurut Sandi itu bisa dikembangkan menjadi tujuan wisata kuliner bagi wisatawan domestik maupun internasional.

“Apalagi kulinernya. Ada rajungan, ikan bakar, dan aneka olahan laut tadi enak sekali,” pungkas Sandi yang pada hari yang sama sempat menemui sejumlah nelayan di Grajakan.

Pesantren Bisa Jadi Basis Ekonomi dalam Industri Halal

ilustrasi (foto: gomuslim.co.id)

MTN, Jakarta – Pesantren dinilai bisa jadi basis ekonomi dalam industri halal. Seperti apa?

Dilansir dari Antara, Kantor Bank Indonesia (BI) Perwakilan Bengkulu meminta pondok pesantren di daerah mereka bisa menjadi basis ekonomi, terutama di saat pandemi COVID-19 seperti sekarang ini.

Kepala Kantor BI Bengkulu, Joni Marsius, mengatakan kalau pesantren mampu menghasilkan ekonomi unggul karena penerapan ekonomi syariah di pesantren dinilai sangat universal.

Joni mencontohkan negara dengan mayoritas penduduk nonmuslim seperti Jepang berhasil mengembangkan wisata halal dan terbukti mampu menarik wisatawan dalam jumlah yang besar. Begitu juga dengan Australia yang berhasil memproduksi daging halal yang kemudian diekspor ke negara-negara muslim, salah satunya Indonesia.

“Bengkulu juga bisa seperti itu dan penerapan konsep ekonomi syariahnya bisa kita mulai dari pesantren,” ujar Joni Marsius.

Joni menjelaskan BI sudah menyiapkan tiga program pengembangan kemandirian ekonomi pesantren, untuk mendukung pesantren sebagai basis arus ekonomi Indonesia.

Pertama, melalui pengembangan berbagai unit usaha berpotensi yang memanfaatkan kerja sama antar pesantren.

Kedua, mendorong terjalinnya kerja sama bisnis antar-pesantren melalui penyediaan pasar virtual produk usaha pesantren, sekaligus business matching.

Ketiga, pengembangan holding pesantren dan penyusunan standarisasi laporan keuangan untuk pesantren dengan nama Standar Akuntansi Pesantren Indonesia (Santri) yang dapat digunakan oleh setiap unit usaha pesantren.

Sementara itu, Asisten III Sekretariat Daerah Provinsi Bengkulu Bidang Administrasi Umum, Gotri Suyanto, mengatakan kalau Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu akan mendukung program pengembangan kemandirian ekonomi pesantren.

Menurutnya, saat ini pesantren tidak hanya sebagai tempat menimba ilmu agama saja tetapi juga berpotensi sebagai tempat pengembangan ekonomi khususnya ekonomi berbasis syariah.

Gotri menyatakan Pemprov Bengkulu akan ikut mendorong agar pesantren terlibat dalam upaya perkembangan ekonomi khususnya dari Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM).

Sebab, ujar Gotri, ekonomi syariah diharapkan sebagai salah satu penggerak ekonomi regional untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

“Tiap pesantren ada unit usahanya, seperti halnya koperasi dan beberapa pesantren juga aktif mengolah pertanian yang hasilnya kemudian disalurkan menjadi pendapatan untuk pesantren itu sendiri. Sungguh banyak potensinya dan karena itu pemerintah berkomitmen kuat untuk memajukan ekonomi syariah ini,” pungkas Gotri.

Alquran Berbahan Daun Lontar Berumur 200 Tahun di Semarang

Alquran daun lontar usia 200 tahun di Semarang (foto: Rappler / Fariz Ardianto)

MTN, Jakarta – Di Semarang ada Alquran berbahan dasar daun lontar yang sudah berusia 200 tahun. Seperti apa?

Dilansir dari iNews, di Pondok Pesantren Multazam, Semarang, Jawa Tengah, ada Alquran kuno berbahan daun lontar yang sudah berusia 200 tahun.

Usia Alquran di Pondok Pesantren Multazam, Semarang, Jawa Tengah (Jateng) ini telah berusia lebih dari 200 tahun. Kondisinya pun masih sangat terawat.

Sehari-sehari Alquran ini disimpan dalam lemari kaca agar tak lembab atau terpapar debu.

Aroma daun lontar masih tercium saat kitab suci itu dibentangkan. Deretan huruf arab terangkai indah menyusun surat-surat hingga lengkap 30 juz. Huruf demi huruf pun masih terlihat jelas meski ditulis tanpa harokat. Penulisan Alquran itu memanfaatkan semua bagian pohon lontar; mulai dari daun, pelepah hingga lidinya.

Pelepah digunakan untuk sampul, sementara lidi dimanfaatkan sebagai alat menulis yang dicelupkan pada tinta. Sementara untuk menggabungkan antar daun dan lembar halaman memakai benang. Tebal Alquran itu terdiri atas 22 lembar daun lontar, yang setiap halamannya ditulis bolak-balik dengan huruf arab.

Perawatan Alquran berukuran dua meter dengan lebar 1,5 meter ini dilakukan setiap bulan Ramadan. Setiap lembar daun lontar dibersihkan menggunakan air perasan daun pandan dengan cara dikuas. Selain membersihkan debu, air perasan pandan juga untuk menjaga daun lontar tetap terlihat segar.

Alquran daun lontar ini ditulis oleh Sayyid Abdurrahman, ulama besar asal Pulau Madura. Sebelumnya, Alquran tersebut dirawat enam generasi keturunan dan murid Sayyid Abdurrahman. Hingga tahun 2015, Alquran itu diamanatkan wali santri kepada Ponpes Multazam untuk dirawat.

“Wali santri kami diamahani oleh ibu Nyai dari pondok yang sekian angkatan ternyata mimpi untuk diserahkan ke Ponpes Multazam agar dijaga,” ujar pengasuh Ponpes Multazam, KH Khamami.

Pada masa pandemi Covid-19, ratusan santri ponpes telah dipulangkan ke rumah masing-masing. Kini hanya tersisa sekira lima santri yang enggan pulang, karena masih ingin menimba ilmu agama sekaligus menghabiskan bulan Ramadan di ponpes.