Alquran Berbahan Daun Lontar Berumur 200 Tahun di Semarang

Alquran daun lontar usia 200 tahun di Semarang (foto: Rappler / Fariz Ardianto)

MTN, Jakarta – Di Semarang ada Alquran berbahan dasar daun lontar yang sudah berusia 200 tahun. Seperti apa?

Dilansir dari iNews, di Pondok Pesantren Multazam, Semarang, Jawa Tengah, ada Alquran kuno berbahan daun lontar yang sudah berusia 200 tahun.

Usia Alquran di Pondok Pesantren Multazam, Semarang, Jawa Tengah (Jateng) ini telah berusia lebih dari 200 tahun. Kondisinya pun masih sangat terawat.

Sehari-sehari Alquran ini disimpan dalam lemari kaca agar tak lembab atau terpapar debu.

Aroma daun lontar masih tercium saat kitab suci itu dibentangkan. Deretan huruf arab terangkai indah menyusun surat-surat hingga lengkap 30 juz. Huruf demi huruf pun masih terlihat jelas meski ditulis tanpa harokat. Penulisan Alquran itu memanfaatkan semua bagian pohon lontar; mulai dari daun, pelepah hingga lidinya.

Pelepah digunakan untuk sampul, sementara lidi dimanfaatkan sebagai alat menulis yang dicelupkan pada tinta. Sementara untuk menggabungkan antar daun dan lembar halaman memakai benang. Tebal Alquran itu terdiri atas 22 lembar daun lontar, yang setiap halamannya ditulis bolak-balik dengan huruf arab.

Perawatan Alquran berukuran dua meter dengan lebar 1,5 meter ini dilakukan setiap bulan Ramadan. Setiap lembar daun lontar dibersihkan menggunakan air perasan daun pandan dengan cara dikuas. Selain membersihkan debu, air perasan pandan juga untuk menjaga daun lontar tetap terlihat segar.

Alquran daun lontar ini ditulis oleh Sayyid Abdurrahman, ulama besar asal Pulau Madura. Sebelumnya, Alquran tersebut dirawat enam generasi keturunan dan murid Sayyid Abdurrahman. Hingga tahun 2015, Alquran itu diamanatkan wali santri kepada Ponpes Multazam untuk dirawat.

“Wali santri kami diamahani oleh ibu Nyai dari pondok yang sekian angkatan ternyata mimpi untuk diserahkan ke Ponpes Multazam agar dijaga,” ujar pengasuh Ponpes Multazam, KH Khamami.

Pada masa pandemi Covid-19, ratusan santri ponpes telah dipulangkan ke rumah masing-masing. Kini hanya tersisa sekira lima santri yang enggan pulang, karena masih ingin menimba ilmu agama sekaligus menghabiskan bulan Ramadan di ponpes.

Masjid Unik di Kota Blitar ini Mirip Masjid Nabawi

MTN, Jakarta – Sebuah masjid unik di kota Bllitar bentuknya mirip Masjid Nabawi, di Madinah, Arab Saudi. Seperti apa?

Dilansir dari Detik, masjid unik tersebut bernama Ar Rahman dan berlokasi di kota Blitar, Jawa-Timur.

Masjid Ar Rahman dibangun di atas lahan seluas hampir 5.000 meter persegi, masjid ini merupakan obsesi Abah Hariyanto seorang pengusaha ternama di kota Blitar. Dari pengalaman spiritual yang sangat mendalam ketika naik haji pertama kali di Masjid Nabawi, membuat Abah Hariyanto ingin setiap saat bisa merasakan berada di suasana khusyuk ketika beribadah.

Ketua Takmir Masjid Ar Rahman, H. Moch Fuad Saiful Anam, menceritakan, keinginan Abah membangun miniatur Masjid Nabawi di Blitar ada sejak tahun 2018. Peletakan batu pertama pembangunan masjid di Jalan Ciliwung ini pada 24 Desember 2018, dan selesai pada 25 Desember 2019.

Masjid unik ini dirancang oleh seorang arsitek asal kota Malang. Sebanyak 10 tiang penyangga payung berdiri berjajar dengan megah. Bentuk payung ini sama seperti yang tampak di bagian luar Masjid Nabawi. Ornamen tembaga dengan warna emas melilit di bagian atas tiang juga dihiasi lampu indah dengan bentuk serupa di Madinah.

Ciri khas kontemporer klasik Utsmaniyah Mamluk langsung bisa dilihat dari bentuk pilar melengkung dengan motif hitam putih. Desain pilar seperti ini ada di semua bagian masjid Ar Rahman, Blitar.

Sebanyak 11 buah pintu masuk setinggi tiga meter dengan lebar dua meter terlihat megah menyambut datangnya para jemaah. Pintu kayu jati ini dilapisi tembaga berukir dengan motif kaligrafi yang indah.

“Semua bahannya lokal. Kayu, granit, keramik dan porselen serta batu andesit yang menempel di bagian dalam masjid kami datangkan dari Tulungagung,” jelas H. Moch Fuad Saiful Anam.

Sedangkan semua interior berbahan tembaga bercat emas, lanjutnya, dikerjakan seorang perajin tembaga dari Boyolali, Jawa Tengah. Semua motif dan kaligrafi yang tercetak di tembaga itu dibuat sama persis dengan interior di Masjid Nabawi.

“Untuk Mihrab atau tempat untuk imam, didesain seperti kita berhadapan langsung dengan Ka’bah. Desain dinding Ka’bah seperti itu, kaligrafi di sekitar Ka’bah juga seperti itu. Dan kiswah yang pasang di bagian pintu masuk Ka’bah itu, kiswah asli yang pernah dipakai menutup Ka’bah tahun 2016,” ungkap H. Moch Fuad Saiful Anam.

Kiswah ini dari kain sutra. Disulam menggunakan benang emas. Ketika detikcom meraba bagian sulam, ternyata tidak lembut seperti benang. Namun tektur kasar, seperti kawat yang dilapisi emas.

Abah Hariyanto selaku pendiri Masjid Ar Rahman juga mendatangkan karpet sajadah untuk sembahyang, langsung dari Turki. Namun karena saat ini pandemi Corona, karpet yang biasanya terpasang untuk sementara digulung. Agar para jamaah membawa sendiri sajadahnya masing-masing dari rumah.

“Bahkan untuk pengharum ruangan, juga diimpor langsung dari Madinah. Jadi saat di Masjid Nabawi, ketika marbotnya menyemprotkan parfum ruangan itu kami dekati. Kami tanya mereknya apa, belinya dimana. Jadi sekarang kami punya link untuk mengimpor langsung pengharum ruangan ini dari Madinah,” ujar Fuad.

Masjid dengan kapasitas sekitar 1.000 jemaah ini didatangi jemaah setiap hari, meski saat ini sedang pandemi Corona.

Masjid Ar Rahman Mayangkara Group berlokasi di jalan Ciliwung No.2, Bendo, kecamatan Kepanjenkidul, kota Blitar, Jawa Timur, 66116.

Tonton video liputan Masjid Ar Rahman, Blitar, melalui saluran YouTube Madu TV di bawah ini.

Melihat Bagaimana Masjid di UEA Siapkan Perjamuan Buka Puasa Terbesar

MTN, Jakarta – Sebelum pandemi Corona terjadi, Masjid Agung Sheikh Zayed di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, tiap bulan Ramadhan selalu rutin menggelar Iftar, yakni perjamuan buka puasa secara massal. Seperti apa?

Pada tahun 2018 pihak Khaleej Times di saluran YouTube-nya mengunggah video liputan dari persiapan Masjid Agung Sheikh Zayed untuk acara perjamuan Iftar terbesar.

Iftar (bahasa Arab) yang artinya adalah buka puasa, mengacu pada sebuah perjamuan saat Muslim berbuka puasa selama bulan Ramadan.

Iftar adalah salah satu ibadah di bulan Ramadan dan sering dilakukan oleh sebuah komunitas, dan orang-orang berkumpul untuk berbuka puasa bersama-sama.

Iftar dilakukan tepat setelah waktu Magrib. Secara tradisional, kurma adalah hal pertama yang harus dikonsumsi ketika berbuka.

Banyak Muslim percaya bahwa memberi makan orang buka puasa sebagai bentuk amal sangat bermanfaat dan yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad.

Masjid Agung Sheikh Zayed adalah masjid yang berada di kota Abu Dhabi, ibu kota Kerajaan Uni Emirat Arab. Masjid ini dinamai sesuai dengan tokoh besar dibalik ide pembangunannya, Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan, tokoh nasional Uni Emirat Arab sekaligus pendiri Negara Uni Emirat Arab.

Masjid ini dibangun mulai tahun 1996 dan selesai 2007. Pembangunan masjid Agung Sheikh Zayed merupakan gagasan dari pendiri Negara UEA, Sheikh Zayed Al Nahyan sebagai bagian dari mimpi dia memimpin rakyat UEA dari sebuah Negara berkembang, tradisional menjadi sebuah Negara maju modern.

Masjid Sheikh Zayed diinspirasi oleh pengaruh arsitektural Mughal (India, Pakistan, Bangladesh) dan Mooris (Maroko). Dibangun dengan 82 Kubah bergaya Maroko dan semuanya dihias dengan batu pualam putih. Lengkap dengan pelataran tengahnya sebagaimana di masjid Badshahi di kota Lahore Pakistan yang bergaya Mughal.

Kubah utama masjid ini berdiameter 32.8 meter dan setinggi 55 meter dari dalam atau sekitar 85 meter dari luar. Merujuk kepada Turkey Research Centre for Islamic History and Culture kubah ini merupakan kubah terbesar yang pernah dibuat dalam jenis yang sama. Secara keseluruhan arsitektural masjid Agung Sheikh Zayed dapat disebut sebagai fusi dari arsitektural Mughal, Moorish dan Arab.

Ukuran masjid seluas 22.412 meter persegi itu setara dengan lima lapangan sepak bola dan dapat menampung 40.960 jemaah sekaligus terdiri dari 7126 di ruang utama, 1960 di ruang sholat terbuka, 980 di ruang sholat wanita, 22.729 di area Sahan (Courtyard / pelataran tengah), 682 di selasar ruang utama dan 784 di selasar pintu masuk utama.

Masjid Agung Sheikh Zayed memiliki lebih dari 1000 pilar di area luar yang dilapis dengan lebih dari 20 ribu lembaran pualam dan batu alam polesan, termasuk lapis Lazuli, red agate, amethyst, abalone shell dan mother of pearl. Di ruang utama terdapat 96 pilar bundar berukuran besar yang kesemuanya di lapisi dengan mother of pearl. Serta fitur utama ekterior masjid ini selain 82 kubahnya adalah empat bangunan menara setinggi hampir 107 meter di empat penjuru masjid.

Di sekeliling masjid dibangun rangkaian kolam seluas 7.874 meter persegi yang dibangun menggunakan bahan keramik lantai warna gelap, kolam kolam ini memantulkan bentuk arkade masjid, memberikan pemandangan spektakuler di bawah siraman cahaya lampu lampu di malam hari. Tata cahaya yang unik ini dirancang oleh Arsitek tata cahaya, Jonathon Speirs dan Major untuk memantulkan fase fase bulan. Pemandangan awan abu abu kebiruan di proyeksikan ke pada dinding luar masjid dan menghasilkan pemandangan yang berebeda setiap hari.

Rancangan impresif menghias sisi dalam masjid dengan menggunakan material pualam Italia dipadu dengan rancangan ukiran floral di ruang sholat utama serta dinding sisi luar yang dihias dengan mozaik kaca emas, sebagaimana tampak pada dinding sebelah barat. Pintu utama masjid ini dibuat dengan bahan kaca setinggi 12.2 meter dan lebar 7 meter memiliki berat mencapai 2.2 ton.

Masjid Agung Sheikh Zayed dilengkapi dengan fasilitas perpustakaan yang terletak di sisi utara menara masjid. Perpustakaan ini dilengkapi dengan buku buku klasik dan buku buku cetakan terkait dengan Islam termasuk tentang ilmu pengetahuan dalam Islam, peradaban, kaligrafi, seni budaya, koin koin Islam hingga buku buku kuno terbitan 200 tahun yang lalu. Sebagi perwujudan dari keanekaragaman Islam perpustakaan ini menyediakan buku buku dan bahan terbitan dari berbagai bahasa termasuk bahasa Arab, Inggris, Prancis, Italia, Jerman dan Korea.

Tonton videonya di bawah ini.

Ini Dia Tiga Objek Wisata Islami di Bali

MTN, Jakarta – Meski Bali dikenal sebagai daerah wisata pantai, ternyata wilayah tersebut juga memiliki sejumlah objek wisata Islami. Apa saja?

Seperti yang dilansir dari PanduAsia, berikut adalah tiga objek wisata Islami yang ada di Bali:

Masjid Al Hidayah Bedugul (foto: Bali Go Private tour)

Masjid Al Hidayah Bedugul

Keberadaan komunitas-komunitas muslim di daerah Bedugul ditambah banyaknya wisatawan beragama Islam yang berkunjung ke Pura Ulun Danu Beratan, menjadikan masyarakat di kawasan Bedugul merasa perlu untuk mendirikan tempat ibadah dan lembaga pendidikan bernuansa Islam.

Sehingga berdirilah pondok pesantren, Madrasah Aliyah serta sebuah masjid yang semuanya diberi nama “Al Hidayah”.

Selain itu, untuk menopang biaya operasional lembaga pendidikan, didirikanlah wisata agro stroberi yang dikelola oleh Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Pondok Pesantren Hidayah Bali.

Bagi wisatawan muslim yang berkunjung ke Pura Ulun Danu, nikmati pula aktifitas berwisata agro stroberi. Karena selain menghadirkan keasyikan tersendiri, wisatawan juga ikut membantu keberlangsungan Pondok Pesantren dan Madrasah Aliyah Al Hidayah.

Wisatawan juga jangan lupa untuk singgah ke Masjid Al Hidayah yang berlokasi di JL Candi Kuning, berseberangan dengan Danau Beratan yang menjadi lokasi dari Pura Ulun Danu. Masjid yang cukup megah dengan desain indah yang dipengaruhi gaya arsitektur Bali ini dibangun di lereng bukit, sehingga untuk mencapai lokasi masjid harus berjalan kaki menapaki anak tangga yang panjang dan tinggi.

Sesampainya di pelataran akan terlihat bangunan masjid berlantai dua yang berdiri dengan gagah. Pengunjung yang berada di sini, tidak hanya dapat menikmati bangunan masjid yang indah, tapi juga eloknya landsekap Danau Beratan dengan Pura Ulun Danu yang ada di kejauhan.

Bila kita lihat jarak dari Masjid Al Hidayah menuju Danau Beratan dan Ulun danu Beratan tidak terlalu berjauhan.hanya dengan berjalan kaki selama kurang lebih 11 Menit kita sudah bisa mencapai ketiga Lokasi tersebut.

Masjid Nurul Huda di Kampung Gelgel, Bali (foto: Google Street View)

Kampung Gelgel dan Masjid Nurul Huda

Bagi wisatawan yang ingin napak tilas sejarah masuknya Islam ke Pulau Bali, wajib untuk berkunjung ke Kampung Gelgel yang ada di Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, karena Gelgel merupakan kampung Islam pertama di Bali dan di kampung ini terdapat masjid bernama Masjid Nurul Huda yang juga masjid pertama di Bali.

Sejarah masuknya Islam ke Pulau Bali berawal dari ekspansi Kerajaan Majapahit yang berhasil menaklukkan Kerajaan Bendahulu pada tahun 1343 M, sehingga Bali sepenuhnya dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Untuk mengatur pemerintahan di Bali, Mahapatih Gajah Mada untuk sementara waktu menunjuk Ki Patih Wulung dan pusat pemerintahan selanjutnya dipindah ke Gelgel oleh Patih Wulung.

Usai penaklukan tersebut Bali mengalami kekosongan pimpinan selama beberapa tahun sebelum akhirnya Gajah Mada menunjuk Sri Aji Kresna Kapakisan yang memiliki garis keturunan dari Raja Airlangga untuk menjadi penguasa di Bali.

Kedatangan Sri Aji Kresna ke Bali sekitar tahun 1357 M dikawal prajurit-prajurit pilihan dan empat puluh diantaranya beragama islam. Para prajurit yang beragama Islam itulah yang selanjutnya mendiami sebuah perkampungan dan mendirikan masjid yang diberi nama “Nurul Huda”.

Masjid tersebut hingga kini masih berdiri kokoh meskipun sudah berdiri sejak abad XIV. Renovasi memang pernah dilakukan beberapa kali, namun sebatas renovasi ringan tanpa sedikitpun merubah bentuk bangunan yang asli, termasuk menara setinggi 17 meter.

Di masjid ini juga dapat dilihat sebuah mimbar tua berbahan kayu jati yang tidak lapuk sedikitpun meskipun sudah berumur ratusan tahun.

Desa Pegayaman, Bali (foto: Roy Teguh Musa)

Desa Pegayaman

Satu lagi kampung Islam di Bali yang menarik untuk dikunjungi adalah Desa Pegayaman yang ada di Kabupaten Buleleng yang jaraknya sekitar 65 km dari Kota Denpasar dan sekitar 9 km dari Kota Singaraja.

Di sini terdapat suku atau etnik yang bernama Nyama Selam yang menganut agama Islam namun dalam kesehariannya tetap menjalankan tradisi lokal sebagaimana penduduk Bali pada umumnya.

Dalam bahasa Bali ‘Nyama’ memiliki arti ‘saudara’ sedang ‘selam’ artinya ‘Islam’. Sehingga arti dari Nyama Selam adalah saudara (dari Orang Bali) yang memeluk agama Islam. Sebutan tersebut mengindikasikan adanya toleransi, karena orang-orang Bali yang beragama Hindu menyebut mereka yang beragama Islam dengan sebutan ‘saudara’, begitu juga yang beragama Islam menyebut orang Bali Hindu dengan sebutan ‘Nyama Bali’.

Etnis Nyama Selam konon merupakan campuran dari tiga etnis berbeda, yaitu Bali, Jawa dan Bugis. Percampuran ketiga etnis tersebut terjadi setelah melewati sejarah yang panjang. Diawali dengan penaklukan Kerajaan Blambangan di Banyuwangi oleh Kerajaan Buleleng dengan Rajanya Ki Barak Panji Sakti sekira abad XVI.

Penaklukan Kerajaan Blambangan yang kala itu menjadi bagian dari Kerajaan Mataram, terdengar hingga ke Mataram. Penguasa Mataram yang tidak ingin perang terus berlanjut, meminta untuk dilakukan gencatan senjata. Sebagai bentuk penghormatan, Raja Mataram menghadiahi Barak Panji seekor kuda beserta delapan patih yang beragama Islam.

Setelah pulang kembali ke Bali, delapan patih tersebut ditempatkan di Banjar Jawa dan bertugas membantu Kerajaan Buleleng dalam peperangan. Itu sebabnya saat Kerajaan mengwi yang ada di Tabanan menyerang, kedelapan patih tersebut bahu membahu dengan pasukan Kerajaan Buleleng untuk mengusir penyerang hingga akhirnya prajurit Kerajaan Mengwi berhasil ditaklukkan.

Atas jasa-jasanya itulah kedelapan patih dihadiahi lahan di perbatasan Buleleng dan salah seorang patih dihadiahi seorang gadis yang merupakan keturunan Raja Buleleng untuk dinikahi. Sehingga terjadilah percampuran etnis antara Jawa dan Bali.

Di waktu yang berbeda, tepatnya sekitar tahun 1850-an, Raja Hasanuddin yang melakukan ekspedisi laut dari Sulawesi menuju Jawa, kapalnya dihantam ombak dan terdampar di perairan Buleleng. Pasukan Bugis tersebut kemudian menghadap dan meminta pertolongan Raja Buleleng.

Permintaan tersebut dikabulkan oleh Ki Barak Panji Sakti dan mempersilahkan oarang-orang Bugis tersebut untuk memilih, apakah akan tinggal di pesisir laut atau tinggal di desa Pegayaman yang warganya menganut agama yang sama dengan mereka yaitu agama Islam.

Sebagian dari pasukan Hasanuddin itu memilih tinggal di pesisir pantai, sebagian lainnya memilih tinggal di Pegayaman. Kedatangan orang-orang Bugis itulah yang membuat terjadinya percampuran etnis antara Bugis, Bali dan Jawa.

Menengok Aktivitas Masjid Jiang’an di Wuhan, China

Masjid Wuhan Jiang’an (foto: Kanal Kalimantan)

MTN, Jakarta – Sejak Januari 2020 dunia memang dihebohkan oleh penyebaran virus Corona di Wuhan, Hubei, China. Tapi seperti apa keadaan salah satu aktivitas masjid di Wuhan, jauh sebelum wabah virus tersebut menyebar?

Akun YouTube milik Muhammad Hanif Hasballah di YouTube mengunggah video rekaman ketika ia mengunjungi masjid Jiang’An di Wuhan pada 14 Desember 2018.

Video yang diunggah oleh Muhammad Hanif Hasballah tersebut perlihatkan aktivitas di masjid Jiang’An sebelum sholat Jumat, saat sholat Jumat, dan sesudah shalat Jumat.

Masjid Jiang’An sendiri berlokasi di No. 83, Yongheli, Erqi Street, Jiang’an District, Wuhan, Hubei, China.

Nama lain dari Masjid Jiang’An adalah Wuhan Liujiamiao Mosque atau Wuhan Erqi Street Mosque.

Tonton videonya di bawah ini.

Masjid di Sukabumi Ini Pagarnya Terbuat dari Akuarium

Masjid Jami At Taqwa (foto: Liputan6)

MTN, Jakarta – Sebuah masjid di wilayah Sukabumi memiliki pagar yang terbuat dari akuarium. Seperti apa?

Sebuah masjid di kota Sukabumi memiliki pagar dari akuarium yang berisi banyak ikan hias.

Masjid tersebut adalah Masjid At Taqwa yang berada di kompleks Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Kota Sukabumi. BBPBAT merupakan lembaga yang berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Pagar masjid yang berbentuk akuarium ini selesai dibangun Januari 2018 kemarin,” ujar Wakil Ketua II Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid At Taqwa, yang juga seorang perekayasa teknologi Bioflok BBPBAT, Adi Sucipto.

Dilansir dari Republika, keberadaan pagar akuarium ini hadir bersamaan dengan renovasi bangunan masjid yang dilakukan pada tahun lalu. Masjid At Taqwa dibangun pada 1992, dan diresmikan pada 5 Maret 1993.

Seiring dengan perjalanan, masjid ini dilakukan renovasi dan terakhir selesai dilakukan pada awal 2018.

Masjid Jami At Taqwa (foto: Republika)

Adi menerangkan, pemasangan akuarium di pagar masjid ini dilakukan untuk mempercantik bagian eksterior. Terlebih, BBPBAT merupakan balai yang bergerak di bidang perikanan sehingga sangat berkaitan.

Adi mengatakan, pengurus masjid berupaya membuat konsep dengan membuat pagar akuarium. Saat ini, jumlah akuarium yang mengelilingi masjid sebanyak 15 unit.

Di dalam akuarium ini terdapat beragam jenis ikan hias. Misalnya, jenis ikan Memphis, Koki, Platy, Guppy, Sapu dan ikan lainnya.

Menurut Adi, ukuran akuarium sengaja dibuat kecil agar tidak cepat kotor dan berlumut. Pengoperasian akuarium ini dijalankan dengan mesin pompa kecil untuk sirkulasi ikan dan menggunakan magnet.

Pagar akuarium ini semakin cantik dan indah dipandang pada malam hari. “Kalau malam hari ada pencahayaan yang menarik,” kata dia.

Kehadiran pagar akuarium ini menjadi daya tarik bagi warga atau jamaah masjid yang datang beribadah. Mereka menjadi betah berlama-lama di masjid untuk melihat ikan hias di akuarium setelah selesai menjalankan ibadah.

Pada sore hari anak-anak yang belajar mengaji dan ilmu agama di masjid juga makin bersemangat karena melihat akuarium. Masjid ini menggiatkan kajian agama setiap Rabu malam yang dihadiri banyak jamaah.

Selain pagar akuarium, Masjid At Taqwa juga mempunyai kelebihan lainnya. Sarana toilet dan wudhu untuk para wanita dibangun dengan konsep mewah seperti di hotel. Sementara di dalam masjid terdapat lampu hias yang mewah dan menarik untuk dilihat.

Saka Buana, Masjid Unik Berbahan Bambu Terbesar di Indonesia

Masjid Saka Buana (foto: Radar Banten)

MTN, Jakarta – Di Serang, Banten, kini ada masjid unik berbahan bambu, yang diklaim sebagai terbesar di Indonesia. Seperti apa?

Di wilayah Kragilan, Serang, Banten, dibangun sebuah masjid unik berbahan bambu bernama Saka Buana, yang diklaim sebagai yang terbesar di Indonesia untuk jenisnya.

Dilansir dari Banten News, Masjid Saka Buana memiliki luas bangunan 260 meter persegi.

Pihak Yayasan Bambu Indonesia menyebut Saka Buana sebagai masjid bambu terbesar se-Indonesia.

Gaya arsitektur masjid Saka Buana bergaya Jawa Barat dengan model menyerupai “Parahu Nangkub”.

Masjid ini berlokasi tepat di halaman Kantor Operasional Toll Tangerang-Merak di Ciujung, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten.

Presiden Direktur PT Marga Mandalasakti (MMS), Kris Ade Sudiyono, mengatakan, Masjid Saka Buana dibangun menggunakan material bambu karena ingin mengambil konsep alam dan unik.

“Bambu yang dipilih sebagai material utama pada desain bangunan masjid merupakan khasanah budaya dan kearifan lokal. Dengan komposisi 60% struktur bangunan masjid menggunakan material dari bambu,” ujar Kris.

Kris menambahkan, masjid yang diresmikan pada Senin 20 Januari 2020 tersebut diberi nama Masjid Saka Buana mengutip bahasa Sansekerta dari kata “saka” yang berarti tiang dan “buana” yang berarti dunia. Jadi Saka Buana memiliki arti “Tiang Dunia”.

Dilansir dari Radar Banten, masjid Saka Buana diresmikan pada 20 Januari 2020, yang berada di kantor operasional gerbang Tol Ciujung.

Tampak depan masjid bambu Saka Buana mirip Masjid Agung Banten Lama yang bangunannya lebih lebar-lebar pada sisi masjid dan bentuk menara.

Bambu dengan diameter berukuran besar digunakan sebagai tiang penyangga konstruksi agar kokoh menopang rangkaian bambu lain. Sementara bambu yang berukuran kecil digunakan untuk jendela yang dibentuk bervariasi agar indah dipandang mata. Bambu juga dijadikan rangka atap dan anyaman bambu sebelum ditutup genting berwarna merah marun.

Untuk fondasi memang tidak menggunakan bambu, tetapi fondasi pada umumnya dengan coran semen. Ini agar fondasi tetap kuat menopang konstruksi bambu yang ada.

Untuk pintu dan beberapa jendela tetap menggunakan kayu dan kaca. Sementara tempat wudhu baik laki-laki maupun perempuan menggunakan keramik.

Pada bagian dalam tempat salat, karpet berwarna hijau membuat masjid tampak luas karena tidak ada tiang penyangga di tengah ruang salat. Masjid bambu mampu menampung ratusan jamaah. Untuk mimbar juga terbuat dari bambu agar selaras dengan konsep alam yang diusung.

Bagian dalam masjid Saka Buana (foto: Moeslim Choice)

Diperkirakan lebih dari 1.000 bambu untuk membangun masjid yang diberi nama Masjid Saka Buana.

Untuk pembuatan masjid Saka Buana, bambu-bambu dengan kualitas tinggi didatangkan dari Lebak, Pandeglang, Bogor, dan Sukabumi.

Masjid dibangun di atas lahan 947 meter persegi dengan luas bangunan 260 meter persegi.

Pembangunan masjid itu hanya empat bulan, yang dimulai dari September 2019

Lokasi gerbang Tol Ciujung dipilih sebagai lokasi yang cocok untuk pembangunan masjid karena merupakan titik tengah Tol Tangerang-Merak. Selain itu, di Ciujung ada kantor operasional MMS sehingga masjid ini mampu mengakomodasi karyawan. Lokasi dari masjid Saka Buana juga tidak jauh dari permukiman warga.

Konstruksi masjid Saka Buana yang terbuat dari bambu membuat bangunan banyak ventilasi udara sehingga suasana dalam semakin sejuk.

Alamat: Jl. Raya Serang, Kragilan, Kec. Kragilan, Serang, Banten, 42184
Jam buka: 24 jam
Telepon: (0254) 207879

Pakistan, Menyimpan Potensi Wisata Halal yang Besar

Objek-objek pariwisata di Pakistan (foto: parhlo.com)

MTN, Jakarta – Pakistan sebagai satu-satunya negara yang resmi menggunakan nama ‘Republik Islam’ tentu menyimpan potensi wisata halal yang besar. Seperti apa?

Negara Pakistan memiliki nama resmi Islamic Republic of Pakistan. Kemudian Pakistan juga merupakan negara kelima terpadat di dunia. Untuk luas wilayah, Pakistan yang terletak di Asia Selatan merupakan negara ke-33 terluas di dunia.

“Beberapa destinasi wisata di Pakistan juga termasuk di rekomendasi wisata halal,” ungkap Abdul Salik Khan, Duta Besar Republik Islam Pakistan untuk Republik Indonesia, kepada Muslim Travel News, di Jakarta.

Dubes Pakistan untuk RI tersebut menjelaskan kalau 97% warga Pakistan adalah Muslim. Sisa tiga persennya adalah Hindu, Kristen, dan lain-lain. “Makanan halal di Pakistan tersedia di mana-mana,” ujar Salik Khan.

“Ada beberapa situs pariwisata di Pakistan yang sudah masuk ke UNESCO,” jelas Abdul Salik Khan.

Beberapa situs tersebut adalah: Moenjodaro, Taxila, Takht-i-Bahi, The Fort, Shalamar Gardens, Makli, Rohtas Fort, dan lain-lain.

“Kemudian tiga lokasi tertinggi di dunia berlokasi di Pakistan,” tambah Salik Khan.

Lokasi-lokasi tertinggi tersebut adalah: Karakoram (8.611 m), Himalaya (8.126 meter) & Passu Cones (6.106 meter).

“Meskipun begitu, masih banyak pekerjaan yang harus kami lakukan. Joint ventures masih diperlukan untuk sektor halal-tourism,” ujar Abdul.

Dubes Pakistan untuk RI tersebut menjelaskan kalau negaranya bagus untuk Halal Tourism. “Karena Pakistan merupakan negara yang toleran, negara yang aman dan ada banyak hotel,” terangnya.

Mengenai kerjasama bidang pariwisata antara Pakistan dengan RI, Abdul Salik Khan mengaku kalau ia baru-baru ini sudah membuka obrolan dengan pihak Garuda. “Mudah-mudahan nantinya bisa ada direct-flight dari Jakarta ke Islamabad,” ungkapnya.

Ibukota Pakistan adalah Islamabad, tapi dulunya adalah Karachi, yang pada tahun 1961 dipindahkan ke Islamabad.

Kedubes Pakistan untuk RI sekarang ada di Kuningan. Pindah pada tahun 2007, setelah sebelumnya berada di Menteng, sejak tahun 1950.

Muslim Travel News dengan Dubes Pakistan, Abdul Salik Khan.

Inilah Tiga Masjid Terindah di Pakistan

MTN, Jakarta – Pakistan adalah sebuah negara Islam yang cukup populer di wilayah Asia Selatan. Banyak pula masjid indah yang dimiliki oleh negara ini.

Republik Islam Pakistan memiliki banyak sekali masjid indah. Tiga di antaranya adalah Faisal Mosque (di kota Islamabad), Wazir Khan Mosque, (di kota Lahore) & Tooba Mosque (di kota Karachi).

Dilansir dari Wanderlust, berikut adalah sekilas mengenai ketiga masjid tersebut:

Faisal Mosque (foto: Lonely Planet)

Faisal Mosque (Islamabad)
Masjid ini didesain dengan gaya modern dan diambil dari namamnya raja Saudi, Faisal Bin Abdulaziz. Masjid ini berlokasi di kaki bukit Margalla Hills.

Faisal Mosque didesain oleh arsitek Turki yang bernama Vedat Dalokay. Bangunannya mampu menampung 100 ribu orang jemaah.

Wazir Khan Mosque

Wazir Khan Mosque (Lahore)
Terletak di jalanan Lahore Tua yang riuh, masjid Wazir Khan banyak disebut sebagai salah satu masjid terindah di Pakistan.

Interior tembok dalam maupun luar ditutupi oleh mozaik yang berkilau. Wazir Khan dibangun tahun 1634 ketika rezim Mughal Emperor Shah Jahan berkuasa.

Masjid ini juga berhiaskan banyak kaligrafi kutipan ayat suci Al-Quran, puisi-puisi Persia, pola geometris dan desain floral.

Tooba Mosque (foto: karachi.wordpress)

Tooba Mosque (Karachi)
Masjid Tooba berlokasi di distrik Korangi, Karachi. Penduduk setempat menyebutnya juga sebagai Masjid Gol dan Masjid Melingkar.

Tooba Mosque juga memiliki fitur air mancur yang sangat indah ketika dilihat pada malam hari.

Masjid ini didesain oleh seorang arsitek Pakistan yang bernama Babar Hamid Chauhan dan dibangun pada tahun 1969, serta dapat menampung hingga 5.000 orang jamaah.

Al-Qomar, Musholla dengan Arsitektur Khas Bali

Musholla Al-Qomar (foto-foto: anishidayah.com, balimuslim.com & furasu.blogspot.com)

MTN, Jakarta – Pada umumnya musholla di Indonesia berarsitektur gaya Arab atau Timur Tengah, tapi di Bali ada musholla dengan gaya arsitektur khas Bali, yang bernama Al-Qomar. Seperti apa?

Dilansir dari situs BaliMuslim, musholla Al-Qomar dibangun di ujung Jalan Pura Demak Banjar Buagan, Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali.

Bangunannya besar, nampak kokoh,dan berarsitektur Bali, yang bila dilihat dari jauh tidak akan menyangka kalau Al-Qomar sebuah musholla.

Dilansir dari situs Kemenag, humas Musholla Al-Qomar, Ilham, menjelaskan bahwa sebenarnya pengurus sudah lama mengajukan izin Al-Qomar menjadi Masjid. “Ya sudah mas, kami namakan saja tetap Musholla. Karena bagi kami fungsinya, bukan namanya. Jangan sampai karena soal nama, Musholla ini justru tidak berjalan dengan baik,” jelasnya.

“Dulu, masjid ini awalnya hanya musala. Bangunannya kecil, hanya 5m x 5m. Lalu warga ramai-ramai menghibahkan tanah mereka. Areal masjid meluas dan akhirnya berkembang seperti sekarang,” tutur H. Supandi, Ketua Rukun Warga Muslim (RWM) Al Qomar.

Dilansir dari BeritaBali, seiring waktu, Mushola al-Qomar mengalami dua kali renovasi, yaitu pada tahun 1995 dan tahun 2001, sehingga menjadi bentuk bangunannya yang sekarang dengan luas bangunan 400 m2. Pada kegiatan renovasi terakhir yang dilakukan tahun 2001 dilakukan perubahan secara keseluruhan bentuk bangunan Mushola al-Qomar dengan menerapkan unsur khas arsitektur gaya Bali.

Berdasarkan dari aspek bentuknya, bangunan Mushola al-Qomar menerapkan pembagian kaki-badan-kepala yang identik dengan konsep tri angga pada arsitektur gaya Bali. Bagian kaki bangunan identik dengan unsur bebaturan pada arsitektur gaya Bali, yang menopang bagian badan bangunan yang terkesan masif disebabkan karakteristik bahan yang digunakan.

Bagian kaki dan badan bangunan menggunakan bahan bata gosok, batu paras, dan batu candi yang merupakan bahan khas arsitektur gaya Bali, sehingga menjadikan Mushola al-Qomar memiliki warna merah yang mendominasi bangunannya serta warna krem dan abu-abu. Mushola al-Qomar menerapkan pula ornamen khas arsitektur gaya Bali, di mana pada bagian kaki bangunan terdapat ornamen pepalihan dan pada bagian badan bangunan terdapat ornamen pepatran dan kekarangan yang distilir

Bagian kepala menerapkan bentuk atap limasan dengan atap terbesar mengatapi ruang shalat utama yang berbentuk atap limas tumpang dua yang dilengkapi dengan ornamen kubah pada bagian atasnya. Untuk bahan penutupnya, bagian kepala bangunan menggunakan bahan genteng serta terdapat ornamen ikut celedu khas arsitektur gaya Bali di setiap tepi bubungannya.

Nuansa arsitektur gaya Bali semakin kental dengan menerapkan bentuk candi bentar dan unsur paduraksa lengkap dengan bahan, warna, dan ornamen khas gaya Bali pada bagian pagar masjid. Sebagaimana pada bagian badan bangunan masjid, bentuk ornamen pada pagar masjid mengalami stilisasi sehingga tidak menampakkan bentuk riilnya.

Gedung Musholla Al-Qomar memiliki dua lantai. Di bawah untuk kegiatan sosial, termasuk pengajian anak-anak dan remaja, sedangkan lantai utama di atas untuk shalat berjamaah. Di sebelah depan kiri bawah ada Tempat Wudhu dan Toilet, sedangkan di atasnya disediakan ruangan untuk Marbot. Di sebelah depan kanan terdapat Kantor Sekretariat Masjid dan di luarnya kedai kecil, sedangkan di belakang gedung ada Sekretariat TK.

Musholla ini dulunya berukuran kecil; berada di lorong jalan memanjang ke belakang, tepat di samping gedung yang megah sekarang. Dibangun pertama kali pada tahun 1980 atas kesadaran masyarakat muslim di sekitar Jalan Pura Demak, Kota Denpasar, untuk memiliki tempat ibadah sendiri.

Komunitas mereka dengan motivasi bersama sebagai sesama muslim di tengah masyarakat Hindu Bali ini kemudian diresmikan dengan istilah “Rukun Warga Muslim”. Paguyuban inilah yang menjadi payung bersama kegiatan keagamaan mereka sampai sekarang. Di dalamnya berkumpul warga muslim pribumi juga pendatang dari Jawa, Sunda, Bugis, Padang juga Madura.

Rukun Warga Muslim kemudian memindahkan dan membangun Musholla yang lebih besar saat ada warga Muslim pada tahun 1997 yang berkenan menjual tanahnya seluas 400 meter di sebelah Musholla yang lama. Sejak saat itu dimulai pembangunan. Berjalan selama 10 tahun, dengan swadaya masyarakat muslim sekitar dan donasi terbuka melalui rekening, akhirnya selesai pada tahun 2007 dan diresmikan oleh Ketua MUI Provinsi Bali saat itu, Rahmatullah Amin.

Tonton videonya di bawah ini, via saluran YouTube, Tawaf TV.