“Indonesia Harus Tangkap Momentum di Industri Halal Dunia”

ilustrasi (dream.co.id)

MTN, Jakarta – Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan kalau potensi industri halal dunia sangat menjanjikan, dan Indonesia harus bisa tangkap momentum tersebut.

Dilansir dari Investor, Airlangga mengatakan bahwa adanya pasar produk halal yang sangat besar ini menjadi peluang besar bagi produk-produk halal Indonesia, khususnya produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), sehingga Indonesia dalam beberapa tahun ke depan bisa jadi produsen produk halal global terbesar.

“Industri halal dunia sangat menjanjikan,” ungkap Menteri Koordinator Perekonomian, Dr. Ir. Airlangga Hartarto, MBA, saat memberikan keynote speech pada Focus Group Discussion (FGD) Staf Khusus Wakil Presiden RI yang diselenggarakan secara hibrid dari Ruang Sinergi Kantor Sekretariat Wakil Presiden RI, Jakarta, pekan lalu (11/11).

FGD Series Global Halal Hub edisi ketiga ini dipimpin oleh Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan Dr. Ir. Lukmanul Hakim, M.Si, didampingi Asisten Staf Khusus Wapres Guntur Subagja Mahardika dan Dhika Yudistira, membahas mengenai dukungan perbankan dan lembaga keuangan dalam mendukung UMKM halal ekspor.

FGD Series ke-3 Global Halal Hub menghadirkan narasumber Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian RI Gede Edy Prasetya, Asisten Deputi TJSL Kementerian BUMN Agus Suharyono, Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia Ahmad K Permana, Direktur Bank Syariah Indonesia Kokok Alun Akbar, Direktur Pelaksana Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank) Rusdi Dahardin, Kepala Divisi UMKM BNI Sumarna Eka Nugraha, Ketua Yayasan Dompet Dhuafa Nasyith Madjidi, dan Asisten Staf Khusus Wapres yang juga Sekretaris Lembaga Wakaf Majelis Ulama Indonesia (MUI) Guntur Subagja Mahardika.

Menko Perekonomian mengungkapkan Indonesia harus menangkap momentum di tengah pandemi ini untuk meningkatkan pasar industri halal nasional dan ekspor dengan produk-produk nasional Indonesia. Pemerintah, sebutnya, memberikan dukungan penuh kepada UMKM dan indusri halal, khususnya selama pandemi covid-19 dengan berbagai kebijakan dan alokasi dana yang besar. Realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 hingga 5 November 2021 mencapai Rp 456,35 triliun atau 61,3% dari pagu Rp744,7 triliun.Selama pandemi covid-19 neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus. “Mudah-mudahan dalam situasi ini kita bisa,”tegasnya.

Airlangga menguraikan pemerintah memberikan fasilitas dan kemudahan berusaha serta dukungan ekspor yang besar. Kemudahan-kemudahan ini dapat dimanfaatkan untuk memperbesar ekspor produk-produk halal nasional. Pasar potensial yang bisa ditangkap antara lain pasar negara-negara Asia Tenggara. “Potensi halal yang marketnya luas di ASEAN. Permintaan ada, produk kuat, logistik perlu ditangani gar UMKM kita bersaing,’ papar Menko Perekonomian.

Menko Perekonomian menyebut sejumlah sektor-sektor yang potensial untuk mendongkrak ekspor produk halal Indonesia. “Produk makanan dan minuman, produk berbasis farmasi, produk wellness, produk kesehatan, produk untuk meningkatkan imunitas memiliki potensi yang besar,” sebutnya.

Ia juga menekankan penguatan produk-produk Indonesia melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI). Diantaranya kebijakan pemerintah optimalisasi pengadaan barang dan jasa BUMN pada usaha mikro dan kecil, penyaluran pinjaman oleh bank-bank milik negara (Himbara) dan pendampingan kementerian/lembaga kepada UMKM. “Dukungan to local brand, pencantuman ikon BBI, kampanye BBI, coaching, mentoring, kolaborasi, dan sharing marketplace,” ujarnya.

Potensi Industri Wisata Halal Indonesia Diperirakan Mencapai Rp22 Ribu Triliun

ilustrasi (foto: pariwisatasumut.net)

MTN, Jakarta – Mengingat Indonesia adalah negara muslim terbesar, tak mengherankan kalau potensi nilai industri wisata halalnya sangat besar. Menparekraf memprediksi kalau nilainya sebesar Rp22 ribu triliun!

Dilansir dari Liputan6, Menparekraf, Sandiaga Uno, menyebut kalau potensi nilai industri wisata halal di Indonesia adalah lebih dari USD 1,6 triliun atau sekitar Rp 22,9 kualidriun (kurs 14.334 per dolar AS).

Hal tersebut disampaikan Sandiaga Uno dalam Webinar Nasional sekaligus Pelantikan Pengurus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Komisariat UIN Sultan Syarif Kasim Riau periode 2020-2023, pekan lalu (4/8).

Sandi menilai Industri halal memiliki potensi yang luar biasa, serta mampu mencetak lapangan pekerjaan. Besarnya potensi wisata halal yang dimiliki Indonesia merujuk peringkat Indonesia dalam World Travel and Tourism Console Index tahun 2018.

Indonesia, kata Sandiaga, menempati posisi kesembilan di dunia dan nomor satu di Asia Tenggara. Sedangkan, berdasarkan Globaly Economy Report, terdapat lima negara muslim di dunia yang memiliki potensi wisata halal terbesar, yaitu Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait dan Indonesia.

Namun pandemi Covid-19 memicu kemerosotan. Kontribusi sektor parekraf yang sudah hampir menyentuh lima persen terhadap ekonomi nasional pun kini anjlok.

Alasannya karena wisatawan mancanegara turun sebesar 75% dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.

Tapi Menparekraf meyakini kalau wisata muslim friendly tourism akan berhasil. Hal ini karena pariwisata nantinya akan lebih personalized, customized dan smaller in size; yang mengacu kepada prinsip halal dan thoyib dengan aspek CHSE-kebersihan, kesehatan, keselamatan dan keberlanjutan dari segi lingkungan.

Peran Besar Generasi Milenial bagi Industri Wisata Halal

ilustrasi (foto: spiritriau.com)

MTN, Jakarta – Peran generasi milenial bagi masa depan industri wisata halal sangat besar, karena mereka tidak hanya melancong. Seperti apa?

Dilansir dari Ihram, peran generasi milenial sangat besar bagi perkembangan industri wisata halal ke depannya, karena mereka ingin pengalaman berwisata yang berbeda, dan wisata halal adalah salah satu opsinya.

“Wisatawan Muslim milenial semakin ingin dapat mengakses pengalaman yang lebih berbeda dan keluar dari jalur yang sudah biasa. Mereka ingin melakukan ini (wisata) sambil berhubungan dengan komunitas lokal dan belajar lebih banyak tentang adat istiadat dan budaya mereka,” ujar Direktur pelaksana dan pendiri Panduan Perjalanan Halal di Arab Saudi, Soumaya Hamdi.

“Karena populasi Muslim global sangat muda, sebagian besar populasinya berusia di bawah 30 tahun. Ini pasti akan menjadi salah satu pasar pariwisata pertama yang mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan,” tambahnya.

“Banyak generasi milenial kini memasuki tahun-tahun produktif paling produktif dalam hal pendapatan. Kami memiliki banyak generasi muda, Muslim milenial sukses yang menuntut lebih banyak dari perjalanan mereka,” kata Soumaya.

“Mereka mengharapkan lebih banyak, dan mereka menginginkan pengalaman berkualitas lebih baik dari yang sebelumnya tidak dapat mereka akses,” imbuhnya.

Peran Milenial untuk Wisata Halal di Indonesia

ilustrasi (foto: oase.id)

MTN, Jakarta – Indonesia saat ini memiliki populasi muslim milenial yang cukup besar. Seberapa besar peran milenial untuk industri wisata halal di Indonesia?

Dilansir dari Kumparan, masifnya transformasi digital yang rata-rata digunakan dan dimanfaatkan oleh kaum milenial menjadi potensi bagus untuk memajukan pariwisata halal.

Pelaku industri yang banyak di antaranya adalah milenial, perlu bersinergi dengan pemerintah untuk mengakomodir kebutuhan akan informasi wisata halal. Hal tersebut dapat memudahkan wisatawan, terutama muslim milenial, untuk menemukan objek-objek wisata yang akan dikunjungi.

Intensitas yang tinggi dalam penggunaan internet juga memiliki nilai positif tersendiri sebagai penggerak roda pariwisata halal. Sebab selain sebagai wisatawan, para milenial secara tidak langsung dapat menjadi promotor, yaitu dengan mengunggah foto aktivitas di tempat wisata ke dalam sosial media. Selain itu, mereka juga dapat membuat konten vlog yang dapat menarik minat penontonnya.

Peluang ini dapat meningkatkan daya saing pariwisata halal Indonesia di dunia apabila semua pihak bekerja sama dengan efektif, efisien, dan kolaboratif.

Sistem Pembayaran Non Tunai, Inovasi di Industri Wisata saat Pandemi

ilustrasi (foto: www.mime.asia)

MTN, Jakarta – Sektor pariwisata halal diharapkan bisa melahirkan inovasi-inovasi baru di tengah pandemi virus Corona. Seperti apa?

Dilansir dari Pikiran Rakyat, Reem Elshafaki (Senior Associate Dinarstandard – USA), menyatakan bahwa pandemi Covid-19 mendorong adanya inovasi metode perputaran uang di sektor wisata halal Indonesia.

Salah satu inovasi tersebut adalah sistem pembayaran ‘cashless’ (pembayaran non-tunai), guna mencegah terjadinya kontak fisik antara pengunjung dan pelaksana pariwisata.

“Adopsi inovasi di industri halal salah satu inovasinya adalah ‘contactless innovation’, mulai dari aktivitas pembayaran hingga saat berada di bandara dan juga penginapan,” terang Reem Elshafaki, di keterangan resminya.

Sementara Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, di acara diskusi bersama Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Bank Indonesia, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), dan Perkumpulan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI), mengatakan kalau dengan digelarnya diskusi yang bertajuk “Strategic Innovation for Sustainable Muslim Friendly Tourism” diharapkan dapat memberikan semangat para pelaku usaha di sektor pariwisata, meski pandemi Covid-19 belum juga berakhir.

“Acara ini diharapkan mampu mengembalikan rasa optimisme para pelaku usaha pariwisata halal Indonesia untuk tetap bangkit dan juga melihat peluang baru yang ada di era pandemi Covid 19 ini,” ujar Riyanto.

Ketum PPHI tersebut menjelaskan pembangkitan sektor pariwisata di tengah pandemi Covid-19 dapat dilakukan dengan penerapan Tatanan Kehidupan Baru pandemi Covid-19.

Menanggapi dorongan dari Reem, Ketua Pelaksana Indonesia Halal Tourism Summit (IHTS) 2020, Noveri Maulana, menerangkan bahwa Indonesia, merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, telah menerapkan sistem pembayaran ‘cashless’ di sektor pariwisata.

Meski penerapan sistem itu belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, namun ia berharap adanya penerapan sistem ‘cashless’ dalam sektor pariwisata khususnya untuk wisata muslim, dapat mengundang sejumlah wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia kendati pandemi Covid-19 belum usai.

“Kami berharap, ide-ide dan pengalaman yang disampaikan dapat meneguhkan kembali semangat dan peluang kolaborasi Ke depan, kami berharap makin banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia,” pungkasnya.

Asosiasi Umroh Juga Turut Berupaya Kembangkan Industri Wisata Halal

MTN, Jakarta – Sebuah asosiasi umroh lokal berupaya untuk turut kembangkan industri wisata halal. Seperti apa?

Dilansir dari DetikTravel, pihak Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), akan berupaya untuk turut mengembangkan industri wisata halal di Indonesia.

“Pada saat puncak pandemi, bulan Juli, kami jalan darat dari Jakarta ke Bali menemui pemda-pemda, kami membuat perjanjian kerja sama untuk mengembangkan halal tourism,” ujar Ketua Umum Amphuri, Firman M Nur.

Selama ini AMPHURI menurut Firman dianggap sebagai asosiasi yang hanya menjual umroh semata dan mengirim devisa untuk negeri orang.

AMPHURI sudah mengirim jemaah Indonesia tak hanya ke tanah suci Mekkah dan Madinah tapi juga ke Yordania, Turki dan negara lainnya. Ke depan mereka akan mencoba mendatangkan devisa untuk Indonesia dengan mendatangkan turis asing ke Indonesia melalui wisata halal.

“Insya Allah kami akan mencoba bekerja sama dengan partner kami di seluruh dunia untuk mengirim turis mereka inbound ke Indonesia. Sekarang partner-partner tersebut kita balik agar mendatangkan turis asing ke Indonesia,” ujarnya.

Wisata halal menurut ketua umum AMPHURI tersebut memiliki pasar sendiri. Di negara lain sudah mulai mempertimbangkan wisata halal. Contohnya Jepang. “Kalau ke Jepang, concern soal halal itu kuat sekali, kok Indonesia tidak mengambil kesempatan. Kita akan concern untuk pendekatan halal tourism. Eksplorasi Indonesia halal,” pungkas Firman.

Strategi Pariwisata Indonesia Agar Bisa Bangkit Pasca Corona

ilustrasi (foto: matamatapolitik.com)

MTN, Jakarta – Wabah global virus Corona memang berdampak buruk bagi pariwisata dunia dan Indonesia khususnya. Tapi apa saja strategi agar pariwisata lokal bisa bangkit jika wabah Covid-19 telah berlalu?

Dilansir dari Republika, Taufan Rahmadi, salah satu pelaku di industri pariwisata, yang juga pendiri dari komunitas Temannya Wisatawan, mengusulkan tujuh kebijakan yang perlu diambil oleh pemerintah agar bisa memulihkan industri pariwisata jika wabah Corona telah berlalu.

Tujuh kebijakan yang perlu diambil oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, untuk meminimalisir dampak negatif terhadap Pariwisata Indonesia dari mewabahnya virus corona. Tujuh rekomendasi ini didasarkan pada dampak yang sudah terjadi, baik dalam skala global atau nasional.

Dampak secara global

Berdasarkan data World Travel and Tourism Council, WTTC, dampak yang nyata pada sektor perjalanan dan pariwisata akibat wabah Corona adalah berpotensi mengakibatkan 50 juta orang di seluruh dunia kehilangan pekerjaan.

Dampak secara nasional

a. Sektor Pariwisata

Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI), memprediksi potensi kerugian industri pariwisata Indonesia akibat wabah virus corona COVID-19 mencapai 1,5 milliar dolar AS atau setara dengan Rp 21 triliun.

b. Sektor Ekraf UMKM

Berdasarkan data yang diolah P2E LIPI, dampak penurunan pariwisata terhadap UMKM yang bergerak di usaha makanan dan minuman (mamin) mikro mencapai 27%. Sedangkan, dampak terhadap usaha kecil makanan minuman sebesar 1,77% dan usaha menengah di angka 0,07%.

Pengaruh virus corona terhadap unit usaha kerajinan dari kayu dan rotan, usaha mikro akan berada di angka 17,03%. Untuk usaha kecil di sektor kerajinan kayu dan rotan 1,77% dan usaha menengah 0,01%. Sementara itu, konsumsi rumah tangga juga akan terkoreksi antara 0,5% hingga 0,8%.

Padahal, UMKM memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada 2016 sektor UMKM mendominasi 99,9% unit bisnis di Indonesia. Dari angka tersebut, jenis usaha mikro paling banyak menyerap tenaga kerja hingga 87%.

Tingkat kecepatan dan ketepatan dari berbagai negara seperti Singapura, Malaysia ataupun New Zealand di dalam menerapkan kebijakan – kebijakan pemulihan pariwisatanya di dalam menghadapi pendemi ini dijadikan pula sebagai tolak ukur di dalam menyusun rekomendasi ini.

Sebagai contoh, Singapura telah mengeluarkan kebijakan sertifikasi SG Clean , kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan standard kebersihan publik ditengah wabah virus corona, SG Clean ini diperuntukkan untuk sektor bisnis pariwisata, ritel, dan layanan makanan, dan untuk mendapatkan sertifikasi ini harus memenuhi persyaratan tertentu yang sangat ketat dari lembaga yang ditunjuk.

Dan ternyata kebijakan ini terbukti mampu berangsur-angsur meningkatkan kepercayaan dari pelanggan/wisatawan terhadap kualitas layanan kebersihan yang diberikan selama mereka berwisata.

Oleh karena itu dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas, TW menggaris bawahi kebijakan-kebijakan pariwisata yang perlu untuk diperkuat, antara lain:

01. Dukungan kepada Industri dan pelaku parekraf

Tentang dukungan kepada industri/pelaku parekraf berupa: pembebasan biaya BPJS, pengurangan biaya listrik, air, sewa, keringanan restribusi pajak pemda, relaksasi peminjaman bank, dst

Adalah penting untuk segera disosialisasikan terkait petunjuk teknis serta penetapan waktu yang pasti dari kapan kebijakan ini mulai berlaku.

Karena hingga kini masih ditemukan dilapangan kebijakan yang sudah dicanangkan dipusat tapi belum tersosialisasi dan terimplementasi dengan baik di daerah.

02. Dukungan Anggaran

Tentang Dukungan Kemenparekraf (Realokasi Anggaran) yang terkait kerja sama dengan pihak hotel, pihak perusahaan transportasi wisata, pihak perusahaan makanan dan minuman.

Adalah perlu untuk dijelaskan kepada publik bentuk kerja sama yang akan dilakukan, apakah murni seperti layaknya pengadaan barang dan jasa (kontrak bisnis) atau murni bentuk kepedulian sosial dari para pemilik bisnis tersebut yang dilakukan sebagai bentuk sumbangsih untuk negeri yang sedang berada ditengah krisis ini.

03. Subsidi Pendidikan Pariwisata

Yang juga tidak boleh dilupakan adalah pentingnya subsidi kepada para pelajar/mahasiswa yang saat ini sedang menuntut ilmu di sekolah-sekolah tinggi pariwisata baik negeri ataupun swasta di Indonesia, di mana sebagaimana kita maklumi bahwa banyak dari pelajar/mahasiswa ini terancam tidak bisa melanjutkan pendidikannya dikarenakan usaha yang dimiliki orang tuanya jatuh dikarenakan dampak corona.

04. Penguatan SOP Mitigasi Pariwisata

Berkaca dari banyak kejadian bencana alam, force majeur yang terjadi di Indonesia seperti gempa bumi, gunung api meletus dan saat ini wabah penyakit, maka kebutuhan akan segera diperkuatnya SOP Mitigasi Pariwisata Indonesia yang mengacu pada standardisasi yang diberikan UNWTO dan WHO adalah sangat penting.

Langkah strategi dari Kemenparekraf di saat fase pemulihan adalah sangat krusial untuk disiapkan sejak dini, agar pada saat wabah ini mereda kemenparekraf sudah tidak lagi berbicara tentang merancang strategi pemulihan, tapi tinggal melaksanakannya.

05. Prioritas pada pembenahan destinasi

Terkait kenyamanan di destinasi wisata, Indonesia masih banyak memiliki PR yang harus dikerjakan, seperti misalnya issue kebersihan, keamanan, kesehatan, pelestarian lingkungan, regulasi daerah, layanan wisata halal dan lain sebagainya.

Ini tidak saja membutuhkan anggaran yang banyak tetapi juga pendampingan yang intensif, sehingga pembenahan destinasi yang dilakukan sesuai dengan standard global manajemen destinasi pariwisata yang berkelanjutan.

06. Meningkatkan peran pokdarwis di desa wisata sebagai tim gugus desa yang dibina oleh Kemenparekraf

Pokdarwis perannya seringkali dikesampingkan di dalam pengembangan pariwisata, padahal kelompok ini beranggotakan anak – anak muda kreatif yang peduli akan kemajuan pariwisata di desanya.

Peningkatan peran dari Pokdarwis yang tersebar di seluruh desa wisata diharapkan dapat menjadi agen perubah , motor penggerak masyarakat dalam membangun industri kreatif di desa, sekaligus menginisiasi gerakan bersama menjaga destinasi pariwisata.

07. Penguatan Regulasi masuknya Wisatawan Mancanegara

Mengambil pengalaman dari kasus corona, wisatawan dari negara/daerah yang sudah pernah atau rentan terkena wabah penyakit harus melalui seleksi yang sangat ketat untuk mendapatkan izin masuk/visa ke Indonesia.

Kebijakan bebas visa kunjungan dari negara-negara tersebut harus ditinjau kembali demi lebih berkualitasnya wisatawan mancanegara yang masuk berlibur ke Indonesia.

Tujuh rekomendasi di atas adalah wujud dari harapan agar Pariwisata Indonesia bisa segera bangkit di tengah pendemi ini,

Terobosan strategi dan kecepatan implementasi adalah kunci dari kemenangan kita dalam pertarungan melawan virus corona ini.