Menparekraf: “Wisata Halal adalah Peningkatan Layanan, bukan Mensyariahkan Objek Wisata”

Sandiaga Uno (foto: Readers ID)

MTN, Jakarta – Menparekraf, Sandiaga Uno, kembali pertegas makna dari wisata halal kepada publik, untuk meluruskan salah kaprah yang masih banyak beredar.

Dilansir dari Kompas, menurut Sandiaga, Pariwisata Muslim Friendly adalah pariwisata ramah muslim yang menjadi salah satu keunggulan dari berbagai jenis wisata yang dikembangkan.

“Pariwisata halal yang dimaksud di sini adalah extension of service atau peningkatan dan perluasan layanan, bukan berarti mensyariahkan tempat wisata,” ungkap Sandiaga melalui Instagramnya, Kamis (29/4/2021).

Menurut data State of The Global Islamic Economy Report tahun 2019, jumlah spending wisatawan Muslim di dunia mencapai 12 persen dari total pengeluaran wisatawan global. Artinya, dari total 1,66 triliun dollar AS belanja wisatawan global, 200,3 miliar dollar AS merupakan pengeluaran untuk memenuhi keperluan atau kebutuhan wisatawan Muslim.

“Top five negara Muslim Traveler dengan pengeluaran terbesar ditempati oleh Saudi Arabia, UAE, Qatar, Kuwait dan yang terbesar kelima adalah negara kita, Indonesia,” jelas Sandiaga.

Menparekraf tersebut berkata, besarnya potensi Indonesia untuk mengembangkan pariwisata halal, bukan hanya untuk menarik minat wisatawan muslim dari negara-negara lain, tetapi juga menggiatkan wisatawan muslim di Indonesia.

Di sisi lain, Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar, membelanjakan 214 miliar dollar AS untuk produk halal atau setara dengan 10 persen dari pangsa produk halal dunia.

“Dibandingkan dengan negara-negara yang mayoritas penduduk muslim lain, Indonesia termasuk konsumen produk halal terbesar. Namun disayangkan masih banyak produk yang dibelanjakan merupakan produk impor,” kata Sandiaga.

Dalam postingan sebelumnya, Sandiaga menilai terdapat potensi yang cukup besar akan minat masyatakat terhadap produk halal. Dengan memanfaatkan peluang ini, Sandiaga optimistis dapat membuka lapangan kerja seluas-luasnya, dan menjadikan Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia.

Pandemi Justru Merupakan Kesempatan Wisata Halal untuk Bangkit

ilustrasi (foto: blok-a.com)

MTN, Jakarta – Pandemi saat ini disebut sebagai kesempatan bagi industri wisata halal untuk bangkit. Seperti apa?

Dilansir dari Republika, Ketua Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, mengatakan kalau pandemi saat ini justru merupakan kesempatan bagi industri wisata halal untuk bangkit.

“Pandemi membuat pariwisata dituntut mengarah ke arah yang lebih bertanggung jawab bagi pengunjung. Seperti misalnya menjaga kesehatan dan etika di destinasi wisata. Pariwisata juga mulai mengarah ke tema-tema yang menyehatkan dan mengkonsumsi makanan yang menyehatkan. Konsep pariwisata halal yakni merupakan servis tambahan dan fasilitas ramah muslim atau ramah bagi keluarga. Dengan begitu, diharapkan memberikan kenyamanan bagi pengunjung muslim atau non muslim baik perorangan maupun keluarga,” papar Riyanto.

“Ini kesempatan bagi pariwisata halal untuk bangkit lebih cepat karena karakteristiknya sudah sesuai dengan mega trend tourism saat ini,” tambahnya.

Riyanto pun menegaskan, pariwisata halal bukan dimaksudkan untuk mendikotomi destinasi atau seperti destinasi religi yang eksklusif.

Lebih lanjut, Riyanto menuturkan, substansi pariwisata halal sejak dibahas tahun 2012 lalu hingga saat ini tidak berubah. Karena itu, ke depan para pelaku pariwisata halal harus dapat memanfaatkan kesempatan pandemi saat ini untuk mengemas pariwisata ramah muslim dengan efektif.

Kembangkan Wisata Halal, Menparekraf Akan Kunjungi Sumbar dan Aceh

ilustrasi (foto: Tribun News)

MTN, Jakarta – Demi kembangkan wisata halal, Menparekraf, Sandiaga Uno, akan kunjungi Sumatera Barat dan Aceh.

Dilansir dari Okezone, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, mengatakan kalau pemerintah akan menata ulang pariwisata halal di Indonesia. Lombok, Sumatera Barat dan Aceh masih jadi destinasi wisata halal populer di Tanah Air.

“Untuk destinasinya, Lombok masih jadi destinasi wisata halal terbaik. Ada beberapa kandidat lain juga. Namun kita harus pastikan bahwa muslim friendly itu bukan tentang destinasi, tapi extention of service,” ujar bang Sandi.

Pemerintah sudah mengembangkan potensi pariwisata halal di Tanah Air sejak 2016, namun mulai 2020 laju pertumbuhannya terhenti akibat pandemi COVID-19.

Secara statistik, kunjungan wisatawan Muslim di Indonesia meningkat setiap tahun sebelum virus corona mewabah. Pada 2019 tercata, dari 14,92 juta wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Nusantara, 20% di antaranya turis Muslim.

Sandiaga Uno yakin bahwa di masa pandemi COVID-19 ini waktu yang tepat untuk menata ulang pariwisata halal Indonesia. Sehingga setelah pandemi selesai, maka destinasi wisata halal diyakini bakal banyak wisatawan.

Target wisatawan yang berpotensi besar digaet pemerintah saat ini adalah dari Malaysia, Singapura, dan domestik. Sementara untuk wisatawan asal Timur Tengah belum menunjukkan tren positif, mengingat masih pandemi Covid-19.

Untuk mengembangkan pariwisata halal, Sandiaga menjadwalkan kunjungan langsung ke Sumatera Barat dan Aceh. Kedua daerah dikenal sangat kental dengan budaya Islamnya.

“Kebetulan saya akan ke Sumatera Barat, kita akan bahas dengan para pemangku kepentingan. Setelah itu ke Aceh, bagaimana mengembangkan potensi pariwisata ramah muslim potensi bisa untuk dijadikan penggerak karena saat ini wisatawan nusantara menjadi fokus utama,” kata Sandiaga Uno.

Potensi Kunjungan Wisman Muslim Capai 24 Juta di Tahun 2024

MTN, Jakarta – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) memprediksi kalau kunjungan wisatawan mancanegara muslim akan mencapai angka 24 juta orang pada tahun 2024.

Dilansir dari idxchannel, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, memprediksi kalau kunjungan wisatawan mancanegara muslim akan mencapai angka 24 juta orang pada tahun 2024.

“Dalam masa pandemi Covid-19 ini dari total 34 juta masyarakat yang menggantungkan dirinya di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, kita melihat bahwa restriksi perjalanan di seluruh negara mengakibatkan jumlah wisatawan mancanegara drop hampir 75%. Dari 16,1 juta menjadi hanya 4 juta di tahun 2020,” ungkapnya, pekan lalu.

Sandiaga menjelaskan, wisatawan muslim didominasi oleh Malaysia dan Singapura. Sementara itu, jumlah penurunan wisatawan muslim ini hampir bersimetris dengan jumlah penurunan wisatawan seluruh negeri.

Ekosistem pariwisata halal Indonesia, lanjutnya, bisa menggunakan kesempatan ini untuk berbenah. Menurut Menparekraf, pandemi Covid-19 ini memberikan kesempatan untuk meluruskan persepsi bahwa pariwisata halal adalah extension of service atau peningkatan dan perluasan layanan.

“Seperti layanan produk ekonomi kreatif dan bukan zonasi. Tetapi adalah perluasan dari layanan untuk para pelaku wisata yang menginginkan muslim friendly services,” jelasnya.

Sementara itu, Sandiaga menilai, Indonesia semakin mampu untuk menyiapkan layanan-layanan yang dibutuhkan oleh wisatawan muslim. “Indonesia mampu untuk memperluas pasar dan menjangkau originasi-originasi yang selama ini belum tersentuh oleh destinasi wisata di Indonesia,” tandasnya.

Perjalanan wisatawan muslim domestik berpotensi tumbuh 5,8% atau naik mencapai 353,8 juta pada 2024 mendatang.

Berdasarkan catatan masyarakat ekonomi syariah, perjalanan wisatawan muslim domestik berpotensi tumbuh 5,8% atau naik mencapai 353,8 juta pada 2024 mendatang. Sedangkan kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) muslim ke dalam negeri bisa mencapai 24 juta atau tumbuh 7,5%.

Sebelum munculnya pandemic Covid-19 di Indonesia, kunjungan wisatawan muslim di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Diketahui, sejak pemerintah mulai mengembangkan wisata halal atau ramah muslim pada tahun 2016, di tahun 2019 sekitar 20% dari 14,92 juta turis asing yang datang ke Indonesia merupakan wisatawan muslim.

Menyiapkan Banten untuk jadi Destinasi Wisata Halal Dunia

Wisata Tanjung Lesung Anyer (foto: Pikiran Rakyat)

MTN, Jakarta – Provinsi Banten memang menyimpan segudang potensi wisata halal. Banyak cara yang sudah dilakukan untuk mewujudkannya, antara lain dengan menyelenggarakan berbagai seminar yang mengusung tema wisata halal di Banten.

Dilansir dari NewsCom, pihak Forum Dialog Wisata Halal baru saja menyelenggarakan Seminar Daring dan Luring (Hibrida) dengan tema “Banten Menuju Destinasi Wisata Halal Dunia” pekan lalu (25/3) yang bertempat di Kawasan Wisata Halal Baduy Outbound, Serang.

Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy, seperti yang dilansir dari AntaraNews, mengungkapkan kalau Pemprov Banten menargetkan dapat masuk sebagai peringkat 10 besar daerah di Indonesia yang memiliki destinasi pariwisata ramah muslim atau wisata halal.

Sebab, kata Andika di Kabupaten Serang Kamis, Provinsi Banten memiliki potensi pariwisata yang luar biasa banyak dan variatif, serta banyak diminati wisatawan.

“Saya berharap target Banten sebagai peringkat 10 besar daerah dengan destinasi pariwisata ramah muslim dapat terealisasi,” kata Andika Hazrumy pada Forum Dialog “Banten Menuju Destinasi Wisata Halal Dunia” yang digelar Dinas Pariwisata Provinsi Banten di Kawasan Wisata Halal Baduy Outbond, di Kabupaten Serang.

Menurut Andika, di Provinsi Banten tercatat ada setidaknya 344 jenis potensi wisata alam seperti pantai, laut, gua, air terjun, dan gunung. Berikutnya, 591 jenis potensi wisata religi, sejarah budaya dan wisata ziarah serta 231 jenis potensi wisata buatan/wisata minat khusus.

Acara “Banten Menuju Destinasi Wisata Halal Dunia” menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Asisten Staf Khusus (Stafsus) Wakil Presiden (Wapres) RI Bidang Ekonomi dan Keuangan, Guntur Subagja Mahardika, S.Sos., M.Si., dengan tema Pesona Wisata Halal. Beliau juga menjabat Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indoensia (INTANI).

Turut hadir Wakil Gubernur Banten, H. Andika Hazrumi, S.Sos., M.A.P., selaku narasumber utama sekaligus memberikan kata sambutan dari Pemprov Banten. Beliau mewakili Gubernur Banten, Dr. Drs. H. Wahidin Halim, M.Si., yang berhalangan hadir.

Narasumber lainnya ialah u’lama yang juga Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten, Dr. KH. A. M. Romli, M.Hum., dan Rektor Untirta, Prof. Dr. H. Fatah Sulaiman, S.T., M.T., serta Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Drs. H. Muhammad Agus Setiawan A. W., M.Si.

Hadir pula Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten, Ir. H. Gembong R. Sumedi, M.M., selaku narasumber dalam seminar ini, bersama-sama dengan Direktur Utama (Dirut) PT. Banten West Java Tourism Development, Poernomo Siswoprasetijo, yang juga pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung.

Beberapa pihak yang jadi penyelenggara anatara lain adalah: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) / Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf) Republik Indonesia (RI), dan Perkumpulan Urang Banten (PUB).

Adapun pemandu acara ini ialah penggagas, pendiri, dan Chief Executive Officer (CEO) Gaido Group, H. Muhammad Hasan Gaido, selaku moderator. Ia juga menjadi pemilik (owner) Kawasan Wisata Halal Baduy Outbound.

Acara ini juga didukung oleh Bank Banten: Bank Pembangunan Daerah Banten dan PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk., serta dirancang oleh Gaido Media Creative.

Kepulauan Zanzibar, Pilihan Destinasi Wisata Halal di Afrika Timur

Kepulauan Zanzibar (foto: africanmosaictours.com)

MTN, Jakarta – Kepulauan Zanzibar di Afrika Timur mungkin anda bisa pertimbangkan sebagai destinasi untuk melakukan wisata halal. Seperti apa?

Zanzibar adalah sebuah kepulauan di sebelah timur pesisir Afrika, yang termasuk dalam wilayah Tanzania. Zanzibar terdiri dari dua pulau: Zanzibar (‘Unguja’) (luas wilayah 1.554 km²) dan Pemba. Bersama dengan Pulau Mafia, Zanzibar kadang-kadang dijuluki Kepulauan Rempah-rempah.

Stone Town, kota utama sekaligus pusat ekonomi, terletak di Pulau Zanzibar. Sumber pendapatan Zanzibar berasal dari ekspor rempah-rempah (pala, cengkih, kayu manis dan merica) dan sektor pariwisata.

Zanzibar menerima rata-rata sekitar 30.000 wisatawan dalam beberapa bulan terakhir. Populasi Zanzibar hampir seluruhnya Muslim, dengan minoritas agama Kristen.

Dilansir dari Detik, beberapa objek wisata andalan di kepulauan Zanzibar antara lain adalah kawasan yang menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO, Stone Town, hutan Jozani di Teluk Chwaka, juga pantai-pantai berpasir putih, dan terumbu karang. Jaraknya yang cuma 20 menit dari bandara internasional Tanzania, Dar es Salaam International, menambah daya pikatnya.

Sebagian besar bangunan di Stone Town itu dibangun sejak abad 18 dan 19 dengan mencerminkan ragam budaya campuran yang menganut unsur Arab, Persia, India dan Eropa. Kawasan ini juga kaya rempah mengikuti jejak Maluku.

Zanzibar dengan mayoritas penduduk muslim itu menjadi favorit turis dari Eropa dan negara-negara Timur Tengah.

Memiliki banyak wisata pantai membuat Zanzibar menjadi pilihan turis untuk berjemur dengan cuma memakai bikini atau bertelanjang bulat. Rupanya itu menjadi masalah. Sebab, aktivitas turis dengan pakaian minim sering membuat warga terkejut.

Pemerintah pun mengenalkan ‘dress code’ kepada wisatawan. Menteri Pariwisata Zanzibar Lela Mohammed Moussa mengatakan bahwa hukuman dan denda akan diterapkan kepada wisatawan, pemandu, dan operator tur untuk jenis pakaian yang tidak pantas yang dikenakan di depan umum di pulau itu.

“Di tempat umum di Zanzibar, turis harus menutupi badannya dari bahu hingga lutut. Ini bukan hal baru. Sudah menjadi tugas para tamu untuk memahami budaya dan tata tertib di jalan, ” kata Lela.

Denda itu bergantung kepada beratnya pelanggaran, dari denda sebesar USD 700 sekitar Rp10 juta atau lebih, hingga USD 1.000-2.000 (sekitar Rp14 juta hingga Rp28 juta) atau lebih.

Terlepas dari pembatasan karena Covid-19 dan kode pakaian wajib yang baru, tidak ada penurunan dalam pemesanan hotel dan resor ke Zanzibar.

Kepulauan Zanzibar (foto: audleytravel.com)

Taiwan Kian Getol Promosikan Wisata Halal ke Masyarakat Indonesia

Taipei Cultural Mosque (foto: https://travelingyuk.com)

MTN, Jakarta – Menyadari besar potensi ekonominya, Taiwan kini makin gecar promosikan wisata halal ke masyarakat Indonesia.

Dilansir dari IndonesiaInside, Kantor Dagang dan Ekonomi Taipei (TETO) mempromosikan Taiwan sebagai tujuan wisata yang ramah bagi turis Muslim, kepada masyarakat Indonesia, terutama bagi mereka yang merencanakan perjalanan setelah pandemi Corona berakhir.

Pihak TETO juga mendorong keunggulan Taiwan sebagai tujuan yang hanya membutuhkan waktu lima jam dengan penerbangan langsung dari Indonesia.

“Lingkungan wisata muslim yang ramah adalah nilai jual utama Taiwan,” tulis pihak TETO di keterangan resminya, yang juga mengajak para wisatawan Indonesia untuk mengunduh aplikasi ‘Taiwan Halal’ yang dikembangkan oleh pelajar Indonesia di Taiwan.

Melalui aplikasi tersebut, wisatawan dapat menggunakan telepon pintarnya untuk mendapatkan berbagai informasi, termasuk lokasi tempat wisata, tempat beribadah, restoran, toko, hotel, dan nomor telepon yang diperlukan. App tersebut juga dapat memberikan 10 titik lokasi masjid yang ada di Taiwan.

Selain itu, terdapat pula mushola yang didirikan di berbagai pusat perbelanjaan, fasilitas umum, dan kawasan wisata utama. Otoritas Taiwan pun telah membekali para pelaku industri pariwisata setempat melalui sejumlah program seminar dan sertifikasi yang menjadikan akomodasi di sana lebih nyaman bagi pengunjung Muslim.

Statistik dari Biro Pariwisata Taiwan, pada Maret 2021, menunjukkan ada 276 restoran halal dan hotel ramah Muslim di Taiwan, termasuk hotel bintang lima, taman peternakan rekreasi, dan penjaja makanan jalanan. “Bahkan jajanan Taiwan popcorn chicken yang terkenal, penjualnya juga menggunakan ayam segar bersertifikat halal, belum lagi banyaknya resto bakmi sapi halal dan berbagai restoran halal di Taiwan, sehingga sahabat Muslim bisa makan dari pagi hingga malam dengan nyaman,” terang pihak TETO.

Untuk keadaan darurat, banyak institusi medis yang telah memperoleh sertifikasi ‘Lingkungan Ramah Muslim’.

“Taiwan terus menciptakan lingkungan ramah yang cocok untuk wisata muslim, dan ini jelas merupakan pilihan pertama bagi teman-teman muslim untuk bepergian ke luar negeri,” pungkas pihak TETO.

OJK: Wisata Halal Belum Digarap Maksimal

ilustrasi (foto: reddoorz)

MTN, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan kalau banyak ekosistem wisata halal yang belum digarap, termasuk di dalamnya wisata halal. Seperti apa?

Dilansir dari Liputan6, pihak OJK mengatakan kalau banyak ekosistem-ekosistem yang berkaitan dengan perbankan syariah yang belum digarap maksimal.

Tidak hanya ekosistem makanan halal dan marketplace syariah saja yang belum digarap maksimal. Melainkan juga ada ekosistem lain seperti wisata halal, haji dan umrah, farmasi dan kosmetik halal, fesyen halal, media dan rekreasi halal, pesantren, masjid, serta Lembaga amil zakat, yang peluangnya masih terbuka lebar.

“Saya yakin seyakin-yakinnya, karena ekosistem-ekosistem perkembangan perbankan syariah kita itu kan banyak benar yang belum digarap oleh perbankan syariah, terkait dengan mungkin makanan halal, marketplace syariah yang begitu luas,” kata Heru dalam Launching Roadmap Perkembangan Perbankan Syariah Indonesia (RP2SI) 2020-2025, Kamis (25/2/2021).

“Itu kan semua hal ekosistem yang belum digarap oleh perbankan syariah kita, belum maksimal. Nah begitu ada sinergi dengan perbankan syariah kita saling bergandengan tangan antara stakeholder dengan perbankan syariah, tentunya yang didukung oleh digitalisasi,” jelas Heru.

Tantangan Meramaikan Wisata Halal di Indonesia

MTN, Jakarta – Pandemi Covid-19 tak bisa dipungkiri memang merontokan semua sendi kehidupan di masyarakat. Termasuk di sektor pariwisata. Wisata halal banyak disebut merupakan salah satu solusi. Seperti apa tantangannya?

Wisata halal disebut-sebut sebagai salah satu solusi untuk memulihkan industri wisata, namun banyak rintangan yang menghadang.

Dilansir dari Kompas, pandemi ini sebetulnya memberikan ruang lebih longgar bagi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk berbenah. Berbenah bukan hanya berarti meningkatkan kualitas sarana dan prasarana wisata halal, melainkan juga memperbaiki strategi komunikasi agar ambisi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat wisata halal dunia dapat diterima dan didukung semua pihak, termasuk umat non-Muslim.

Tujuan wisata halal Menurut Anang Sutono, Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Ekonomi dan Destinasi Wisata, wisata halal adalah seperangkat layanan tambahan amenitas, atraksi, dan aksesibilitas untuk meningkatkan kepuasan turis muslim dalam berwisata.

Sekira 20 persen dari 14,92 juta turis asing yang datang ke Indonesia pada 2019 merupakan wisatawan Muslim. Kunjungan wisatawan Muslim cenderung meningkat setiap tahunnya sejak pemerintah mulai mengembangkan wisata halal atau ramah Muslim pada 2016.

Sebelum pandemi Covid-19 muncul, kebijakan bebas visa untuk 169 negara dan gencarnya program promosi dan penjualan destinasi merupakan instrumen politik luar negeri Indonesia untuk mendatangkan turis Muslim sebanyak mungkin agar kepentingan dalam negeri tercapai, yakni mendorong inovasi, menambah lapangan kerja, dan menghidupkan usaha mikro, kecil, dan menengah.

Di Indonesia, wisata halal berkembang pesat. Menurut laporan Global Muslim Travel Index 2019 (GMTI) yang menilai kualitas wisata halal dari segi akses, komunikasi, lingkungan, dan pelayanan, Indonesia berada di peringkat pertama dari 130 negara tujuan utama wisata ramah muslim.

Wisata halal juga mendapatkan perhatian khusus dari negara-negara yang bukan anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) seperti Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan, karena sektor ini mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi. Memastikan wisman Muslim terbebas dari islamophobia juga merupakan bagian dari upaya mereka dalam peningkatan kualitas pelayanan wisata halal.

Wisatawan Muslim dunia menjadi incaran karena jumlahnya yang terus meningkat dan besarnya nilai belanja di negara tujuan. CrescentRating memprediksi jumlah wisatawan Muslim secara global mencapai 230 juta pada 2026, meningkat dari 140 juta pada 2018. Sedangkan menurut Global Islamic Economy Report, nilai perputaran uang dari wisata halal dunia diprediksi meningkat dari 177 miliar dolar pada 2017 menjadi 274 miliar dolar pada 2023.

Pertanyaannya? Apakah wisata halal di Indonesia bisa menjawabkan tantangan-tantangan di atas?

Wisata Halal Menurut Pengamat Industri Pariwisata

ilustrasi (gambar: Cheria Travel)

MTN, Jakarta – Wisata halal masih saja menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat luas. Tapi seperti apa pendapat pengamat industri pariwisata tentang wisata halal?

Dilansir dari SindoNews, Sapta Nirwandar, pemerhati pariwisata Indonesia dan juga Chairman di Indonesia Halal Lifestyle Center, memberikan opininya tentang topik tersebut.

Berwisata saat ini tidak hanya bagian dari kebutuhan seorang muslim, tetapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup (lifestyle) muslim global.

Pada 2019, menurut The State Global Islamic Economy Report 2020/21, paling tidak sekitar 200,3 juta perjalanan muslim keluar negeri dengan pengeluaran lebih dari USD194 miliar. Dalam laporan tersebut disebutkan juga bahwa Indonesia menempati peringkat lima terbesar outbond (wisatawan ke luar negeri) muslim travel countries setelah Arab Saudi, UEA, Qatar, dan Kuwait. Adapun top destination Indonesia nomor 6 di bawah UEA, Turki, Thailand, dan Tunisia. Malaysia masih teratas. Dengan daya tarik Indonesia, baik alam maupun budaya yang terkait dengan dunia Islam, mestinya mampu untuk menjadi top destination halal tourism dunia. Dari jumlah kunjungan wisatawan muslim, Indonesia hanya dikunjungi 3,4 juta wisatawan, sedangkan Malaysia mencapai 6,4 juta, dan Thailand 5,2 juta pada 2018.

Kunjungan muslim global ke Indonesia relatif masih kecil dibandingkan negara-negara ASEAN yang muslimnya relatif kecil seperti Thailand, Korea, Jepang. Apalagi dibandingkan Malaysia dan Singapura. Negara-negara ASEAN ini sangat serius menyiapkan pelayanan untuk menjaring wisatawan muslim dari berbagai penjuru dunia agar berkunjung ke negaranya. Hal yang relatif mudah dilakukan yakni menyediakan restoran halal, kafe, dan sarana ibadah untuk mempermudah pelayanan. Juga sudah tersedia guide book untuk pelancong muslim online maupun offline.

Di Kota Bangkok, Thailand, yang terkenal dengan dunia hiburannya tetap tumbuh restoran halal dan hotel halal seperti Al Meroz, hotel bintang empat yang mempunyai slogan “the leading halal hotel”. Demikian juga Jepang, selain menyediakan restoran halal dan fasilitas ibadah bagi umat Islam di bandara, ada pula rest area yang menyediakan tempat ibadah serta makanan halal. Pemerintah Jepang juga sangat memperhatikan pelayanan bagi umat Islam. Di event internasional, Olympic Games yang sedianya diselenggarakan pada 2020 dan diundur menjadi 2021, Jepang akan menyediakan makanan halal, fasilitas ibadah bagi atlet muslim. Betapa hebatnya Pemerintah Jepang.

Lebih lengkap lagi pelayanan hotel-hotel di Turki. Di Antalya, misalnya, tidak hanya menyediakan makanan halal serta fasilitas ibadah, tetapi juga tersedianya kolam renang dan pantai yang terpisah untuk perempuan dan laki-laki sebagai pelayanan yang eksklusif. Di Prancis dan Inggris ada hotel mahal yang menyediakan makanan halal dan fasilitas lain by request untuk pelancong muslim tanpa mengubah jenis fasilitas yang ada di hotel.

Dapat disimpulkan bahwa wisata halal tidak memiliki kaitan dengan agama, hanya menjadi layanan tambahan bagi para wisatawan muslim yang berlibur ke destinasi wisata sehingga tidak mengubah tatanan adat, nilai budaya, apalagi agama di negara-negara tersebut.

Adapun wisata halal, menurut Sapta Nirwandar, adalah pelayanan tambahan, extended services, bagi pelancong muslim seperti penyediaan kebutuhan utama makanan halal, fasilitas ibadah, dan sebagainya di destinasi pariwisata, fasilitas perbelanjaan, museum, hotel, restoran, kafe, serta objek wisata.

Seorang pakar pemasaran dari Inggris, Jonathan AJ Wilson, mengatakan, “My new pragmatic definition for halal tourism: a God-conscious approach to offering Muslims equal access to facilities.”

“Pelayananlah yang menjadi kunci wisata halal (equal acces to facilities) bagi pelancong muslim sehingga memberikan kemudahan dan kenyamanan. Wisata halal bukan berarti mengubah suatu kawasan sesuai syariat Islam, melainkan destinasi tersebut memiliki fasilitas atau pelayanan yang ramah bagi wisatawan muslim,” pungkas Sapta Nirwandar.