Pelurusan Persepsi yang Salah dari Wacana Wisata Halal di Bali

ilustrasi (foto: percutiankebali.com)

MTN, Jakarta – Pihak SAHI (Silahturahmi Umrah dan Haji Indonesia) menyatakan kalau Bali perlu tempat wisata yang ramah muslim.

Dilansir dari NusantaraTV, Ketua DPP Silaturahmi Umrah dan Haji Indonesia (SAHI), Siti Ma’rifah, ketika mengunjungi DPW SAHI Bali, pada Selasa (25/8/2020) mengatakan kalau Bali perlu tempat wisata yang ramah muslim.

Putri Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin tersebut sempat menyinggung kalau ada persepsi yang salah dari wacana tempat wisata ramah muslim di Bali.

“Desa wisata halal di Bali jangan disalahartikan, hanya khusus orang Muslim, dan non-Muslim dilarang masuk atau harus memakai pakaian Muslim, bukan. Tetapi bagaimana Bali yang dianggap (nyaman) untuk turis non Muslim, juga bisa aman dan nyaman untuk turis beragama Islam, walaupun Islam di Bali minoritas,” ujar Siti.

Menurut Siti, halal selayaknya gaya hidup. Sehingga, tak ada yang perlu dikhawatirkan dari penerapannya.

“Jadi tidak perlu dikhawatirkan, jangan dianggap Islamisasi, jangan,” tutur Siti.

Siti pun mencontohkan Taiwan yang telah menyediakan hotel khusus Muslim. Ia menjelaskan, apabila suatu wilayah telah menegaskan posisinya sebagai kota atau daerah wisata, wilayah itu harus bisa menerima seluruh segmentasi masyarakat dari berbagai penjuru.

Siti menilai penting bagi Bali agar memiliki desa wisata halal. Sehingga turis dari Timur Tengah atau dari belahan dunia yang beragama Islam, semakin nyaman berwisata ke Bali, terlebih dalam urusan ibadah dan wisata kuliner.

“Saya lebih menyebutnya Moslem friendly, jadi Bali perlu memiliki tempat yang Moslem friendly,” kata dia.

Strategi Bertahan di Tengah Pandemi untuk Industri Wisata Halal

foto: Suara Merdeka

MTN, Jakarta – Pandemi Corona merontokan segala sektor industri, tak terkecuali pariwisata. Namun ada strategi untuk industri wisata halal di tengah pandemi ini. Seperti apa?

Dilansir dari CendanaNews, Ketua Bidang Industri Halal dan Industri Kreatif DPP Ikatan Asosiasi Ekonomi Islam (IAEI), Riyanto Sofyan, memberikan strategi bertahan bagi wisata halal di tengah pandemi.

Riyanto Sofyan menyebut kalau untuk mampu bertahan tentunya para pelaku industri pariwisata halal harus menyiapkan berbagai strategi. Di antaranya adalah overhaul business model.

“Yakni, bongkar pasang bisnis model perlu dilakukan pelaku pariwisata,” ujar Riyanto Sofyan yang juga menjabat sebagai Ketua Umum di Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI).

Riyanto menyebut, bahwa dalam bisnis pariwisata masih bisa berjalan meski dalam keadaan rugi. Namun bisnis pariwisata bisa dikatakan mati kalau arus kasnya macet.

Sehingga menurutnya lagi, dalam menjalankan bisnis pariwisata yang paling utama adalah manajemen arus kas.

“Caranya otomatis kita harus merestruktur biaya yang ada, karena saat ini, kalau kita meminta pinjaman tambahan tidak akan mungkin dapat,” tukasnya.

Riyanto menyarankan, agar skema kemitraan pelaku pariwisata harus dijalankan, sehingga mempunyai nafas yang lebih panjang meskipun arus kas yang terbatas.

Karena kondisi di lapangan menunjukkan, sebagian industri pariwisata ada yang beralih usaha. Contohnya, kata Riyanto, beralih usaha menjadi penjual sembako.

Adapun strategi lainnya, jelas dia, untuk pariwisata saat ini adalah pembuatan safe protocol, yaitu sesuatu yang memerlukan biaya tambahan tapi mesti dilakukan.

“Kita sebagai umat muslim harus tetap optimis agar industri pariwisata halal ini mampu bertahan di situasi pandemi Covid-19 ini,” ungkap Riyanto.

Apalagi menurutnya, pariwisata halal memiliki peluang yang besar untuk berkembang di Indonesia. Pasalnya, tren dan gaya hidup halal sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

“Yang dijual industri pariwisata ialah pengalaman yang diperoleh dengan mengunjunginya langsung wahana wisata tersebut. Maka, inovasi dan kreativitas sangat sangat diperlukan di saat pandemi Covid-19, ini,” ujar Riyanto Sofyan.

Wisata Halal Dinilai Dapat Pulihkan Industri Pariwisata Pasca Wabah Corona Berakhir

ilustrasi (foto: qubiz.net)

MTN, Jakarta – Wabah virus Corona saat ini memang merontokkan segala sendi industri pariwisata global. Namun agen wisata asal Jakarta, Adinda Azzahra Group, meyakini kalau wisata halal dapat pulihkan industri pariwisata pasca wabah Corona berakhir nanti.

Dilansir dari Republika, wabah virus corona saat ini berdampak kepada berbagai sektor, termasuk pariwisata. Banyak perjalanan wisata yang dibatalkan dan minat masyarakat untuk berwisata pun menurun.

Meskipun begitu, rasa optimistis akan geliat wisata masih dimiliki oleh pelaku industri wisata. Direktur Utama Adinda Azzahra Group, Priyadi Abadi, optimistis kalau industri wisata akan membaik setelah pandemi virus corona ini selesai.

Menurut Priyadi pada awal Maret 2020 ini, pemulihan wisata akan semakin baik dengan menggunakan metode wisata halal.

Priyadi mengatakan kalau tren wisata halal juga semakin berkembang di berbagai negara. Oleh karena itu, ia yakin kalau wisata halal bisa menjadi lokomotif utama dalam memulihkan kembali geliat pariwisata.

Ini Dia Tiga Objek Wisata Islami di Bali

MTN, Jakarta – Meski Bali dikenal sebagai daerah wisata pantai, ternyata wilayah tersebut juga memiliki sejumlah objek wisata Islami. Apa saja?

Seperti yang dilansir dari PanduAsia, berikut adalah tiga objek wisata Islami yang ada di Bali:

Masjid Al Hidayah Bedugul (foto: Bali Go Private tour)

Masjid Al Hidayah Bedugul

Keberadaan komunitas-komunitas muslim di daerah Bedugul ditambah banyaknya wisatawan beragama Islam yang berkunjung ke Pura Ulun Danu Beratan, menjadikan masyarakat di kawasan Bedugul merasa perlu untuk mendirikan tempat ibadah dan lembaga pendidikan bernuansa Islam.

Sehingga berdirilah pondok pesantren, Madrasah Aliyah serta sebuah masjid yang semuanya diberi nama “Al Hidayah”.

Selain itu, untuk menopang biaya operasional lembaga pendidikan, didirikanlah wisata agro stroberi yang dikelola oleh Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Pondok Pesantren Hidayah Bali.

Bagi wisatawan muslim yang berkunjung ke Pura Ulun Danu, nikmati pula aktifitas berwisata agro stroberi. Karena selain menghadirkan keasyikan tersendiri, wisatawan juga ikut membantu keberlangsungan Pondok Pesantren dan Madrasah Aliyah Al Hidayah.

Wisatawan juga jangan lupa untuk singgah ke Masjid Al Hidayah yang berlokasi di JL Candi Kuning, berseberangan dengan Danau Beratan yang menjadi lokasi dari Pura Ulun Danu. Masjid yang cukup megah dengan desain indah yang dipengaruhi gaya arsitektur Bali ini dibangun di lereng bukit, sehingga untuk mencapai lokasi masjid harus berjalan kaki menapaki anak tangga yang panjang dan tinggi.

Sesampainya di pelataran akan terlihat bangunan masjid berlantai dua yang berdiri dengan gagah. Pengunjung yang berada di sini, tidak hanya dapat menikmati bangunan masjid yang indah, tapi juga eloknya landsekap Danau Beratan dengan Pura Ulun Danu yang ada di kejauhan.

Bila kita lihat jarak dari Masjid Al Hidayah menuju Danau Beratan dan Ulun danu Beratan tidak terlalu berjauhan.hanya dengan berjalan kaki selama kurang lebih 11 Menit kita sudah bisa mencapai ketiga Lokasi tersebut.

Masjid Nurul Huda di Kampung Gelgel, Bali (foto: Google Street View)

Kampung Gelgel dan Masjid Nurul Huda

Bagi wisatawan yang ingin napak tilas sejarah masuknya Islam ke Pulau Bali, wajib untuk berkunjung ke Kampung Gelgel yang ada di Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, karena Gelgel merupakan kampung Islam pertama di Bali dan di kampung ini terdapat masjid bernama Masjid Nurul Huda yang juga masjid pertama di Bali.

Sejarah masuknya Islam ke Pulau Bali berawal dari ekspansi Kerajaan Majapahit yang berhasil menaklukkan Kerajaan Bendahulu pada tahun 1343 M, sehingga Bali sepenuhnya dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Untuk mengatur pemerintahan di Bali, Mahapatih Gajah Mada untuk sementara waktu menunjuk Ki Patih Wulung dan pusat pemerintahan selanjutnya dipindah ke Gelgel oleh Patih Wulung.

Usai penaklukan tersebut Bali mengalami kekosongan pimpinan selama beberapa tahun sebelum akhirnya Gajah Mada menunjuk Sri Aji Kresna Kapakisan yang memiliki garis keturunan dari Raja Airlangga untuk menjadi penguasa di Bali.

Kedatangan Sri Aji Kresna ke Bali sekitar tahun 1357 M dikawal prajurit-prajurit pilihan dan empat puluh diantaranya beragama islam. Para prajurit yang beragama Islam itulah yang selanjutnya mendiami sebuah perkampungan dan mendirikan masjid yang diberi nama “Nurul Huda”.

Masjid tersebut hingga kini masih berdiri kokoh meskipun sudah berdiri sejak abad XIV. Renovasi memang pernah dilakukan beberapa kali, namun sebatas renovasi ringan tanpa sedikitpun merubah bentuk bangunan yang asli, termasuk menara setinggi 17 meter.

Di masjid ini juga dapat dilihat sebuah mimbar tua berbahan kayu jati yang tidak lapuk sedikitpun meskipun sudah berumur ratusan tahun.

Desa Pegayaman, Bali (foto: Roy Teguh Musa)

Desa Pegayaman

Satu lagi kampung Islam di Bali yang menarik untuk dikunjungi adalah Desa Pegayaman yang ada di Kabupaten Buleleng yang jaraknya sekitar 65 km dari Kota Denpasar dan sekitar 9 km dari Kota Singaraja.

Di sini terdapat suku atau etnik yang bernama Nyama Selam yang menganut agama Islam namun dalam kesehariannya tetap menjalankan tradisi lokal sebagaimana penduduk Bali pada umumnya.

Dalam bahasa Bali ‘Nyama’ memiliki arti ‘saudara’ sedang ‘selam’ artinya ‘Islam’. Sehingga arti dari Nyama Selam adalah saudara (dari Orang Bali) yang memeluk agama Islam. Sebutan tersebut mengindikasikan adanya toleransi, karena orang-orang Bali yang beragama Hindu menyebut mereka yang beragama Islam dengan sebutan ‘saudara’, begitu juga yang beragama Islam menyebut orang Bali Hindu dengan sebutan ‘Nyama Bali’.

Etnis Nyama Selam konon merupakan campuran dari tiga etnis berbeda, yaitu Bali, Jawa dan Bugis. Percampuran ketiga etnis tersebut terjadi setelah melewati sejarah yang panjang. Diawali dengan penaklukan Kerajaan Blambangan di Banyuwangi oleh Kerajaan Buleleng dengan Rajanya Ki Barak Panji Sakti sekira abad XVI.

Penaklukan Kerajaan Blambangan yang kala itu menjadi bagian dari Kerajaan Mataram, terdengar hingga ke Mataram. Penguasa Mataram yang tidak ingin perang terus berlanjut, meminta untuk dilakukan gencatan senjata. Sebagai bentuk penghormatan, Raja Mataram menghadiahi Barak Panji seekor kuda beserta delapan patih yang beragama Islam.

Setelah pulang kembali ke Bali, delapan patih tersebut ditempatkan di Banjar Jawa dan bertugas membantu Kerajaan Buleleng dalam peperangan. Itu sebabnya saat Kerajaan mengwi yang ada di Tabanan menyerang, kedelapan patih tersebut bahu membahu dengan pasukan Kerajaan Buleleng untuk mengusir penyerang hingga akhirnya prajurit Kerajaan Mengwi berhasil ditaklukkan.

Atas jasa-jasanya itulah kedelapan patih dihadiahi lahan di perbatasan Buleleng dan salah seorang patih dihadiahi seorang gadis yang merupakan keturunan Raja Buleleng untuk dinikahi. Sehingga terjadilah percampuran etnis antara Jawa dan Bali.

Di waktu yang berbeda, tepatnya sekitar tahun 1850-an, Raja Hasanuddin yang melakukan ekspedisi laut dari Sulawesi menuju Jawa, kapalnya dihantam ombak dan terdampar di perairan Buleleng. Pasukan Bugis tersebut kemudian menghadap dan meminta pertolongan Raja Buleleng.

Permintaan tersebut dikabulkan oleh Ki Barak Panji Sakti dan mempersilahkan oarang-orang Bugis tersebut untuk memilih, apakah akan tinggal di pesisir laut atau tinggal di desa Pegayaman yang warganya menganut agama yang sama dengan mereka yaitu agama Islam.

Sebagian dari pasukan Hasanuddin itu memilih tinggal di pesisir pantai, sebagian lainnya memilih tinggal di Pegayaman. Kedatangan orang-orang Bugis itulah yang membuat terjadinya percampuran etnis antara Bugis, Bali dan Jawa.

Wisata Halal Juga Picu Perkembangan Produk Halal

ilustrasi (gambar: Suara Islam)

MTN, Jakarta – Perkembangan wisata halal ternyata beriringan juga dengan produk-produk halal. Seperti apa?

Kesadaran masyarakat lokal akan produk halal terus meningkat sejalan dengan perkembangan industri wisata halal (halal tourism) yang kian menggeliat.

Demikian dikatakan oleh Chairman of Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF), H. Priyadi Abadi, M. Par, dalam acara diskusi “Grand Opening Adinda Azzahra” di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, awal Maret ini, seperti yang dilansir dari Mina News.

Mengutip data yang dipublikasikan MasterCard-CrescentRating pada tahun 2019 lalu, Priyadi mengatakan, grafik pertumbuhan jumlah wisatawan Muslim (di luar Haji dan Umroh) di dunia terus mengalami kenaikan.

“Tercatat pada 2014 jumlah wisatawan Muslim ada sekira 108 juta jiwa, di tahun 2016 naik menjadi 121 juta jiwa, dan pada 2018 lalu meningkat menjadi 140 juta jiwa. Pada 2020 ini diproyeksikan jumlah wisatawan Muslim dunia akan mencapai 160 juta jiwa,” ujar Priyadi.

Menurutnya, kontribusi sektor wisata halal terhadap perekonomian global pada 2020 ini diprediksi mencapai angka US$220 miliar.

Sementara pada tahun 2026 nanti, kontribusi sektor pariwisata halal diperkirakan melonjak hingga ke angka 35% atau US$300 miliar.

Ia menambahkan, wisatawan muslim secara global diprediksi akan mengalami kenaikan menjadi 230 juta jiwa, yang merepresentasikan lebih dari 10 persen total wisatawan global secara keseluruhan.

Sejauh ini potensinya telah digarap oleh negara-negara Muslim. Berdasarkan Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019, Indonesia bersama Malaysia keluar sebagai juara destinasi wisata ramah Muslim (muslim friendly) di antara negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dengan skor 78.

Di posisi berikutnya Turki, Arab Saudi, Uni Emirat Arab di peringkat tiga, keempat, dan kelima. Qatar (peringkat enam), Maroko (peringkat tujuh), Bahrain (peringkat delapan), Oman (peringkat delapan), dan Brunei (peringkat sepuluh).

Bangka Belitung Diproyeksikan jadi Destinasi Wisata Halal

Mesjid Raya Tuatunu di Bangka Belitung

MTN, Jakarta – Provinsi Bangka Belitung diproyeksikan untuk jadi destinasi wisata halal dunia. Seperti apa?

Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berkomitmen untuk jadikan Babel sebagai destinasi wisata halal dunia, sebagai upaya mempercepat pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat daerah.

Dilansir dari Antara, Gubernur Babel, Erzaldi Rosman Djohan, sudah berkomitmen untuk menjadikan negeri laskar pelangi itu sebagai daerah wisata dan industri kecil menengah halal.

Komitmen dari Erzaldi itu sudah mendapatkan dukungan penuh dari Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia, Ma’ruf Amin, dan pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Bangka Belitung tidak hanya memiliki keindahan alam yang eksotik, tetapi juga kuliner yang enak, serta kebudayaan melayu yang kuat,” kata Ma’ruf Amin.

Ma’ruf Amin mengatakan, konsep wisata halal tersebut tidak akan mengganggu objek wisata dan umat nonmuslim lainnya di Bangka Belitung. Wisata halalnya harus mengacu pada aturan hidup umat Islam, baik di sisi adab mengadakan perjalanan, menentukan tujuan wisata, akomodasi, hingga ke konsumsi makanan.

“Penerapan syariah dalam wisata halal ini tidak perlu mengubah destinasi wisata yang sudah ada. Hanya saja, standar pelayanannya ditingkatkan agar mampu membuat nyaman wisatawan. Para pengelola juga harus memastikan aneka kuliner halal, tersedia tempat wudu dan salat yang nyaman, dan berbagai fasilitas lainnya,” ujar Ma’ruf.

Selain itu, Wakil Ketua Umum MUI Pusat, KH Muhyiddin Junaidi, juga mendorong Pemprov Babel untuk mengembangkan wisata halal di daerah mereka.

Taiwan Genjot Program Wisata Ramah Muslim

Taipei Grand Mosque

MTN, Jakarta – Taiwan kini sedang menggenjot program wisata ramah muslim di negaranya. Seperti apa?

Dilansir dari TribunNews, Director General Taipei Economic and Trade Office in Surabaya, Lin Dean-Shiang, saat sambutan di acara Taiwan Tourism Workshop di Sheraton Surabaya Hotel, pada akhir Februari 2020 kemarin, mengatakan bahwa negaranya kini tengah menggencarkan promosi wisata halal di Taiwan.

“Pemerintah Taiwan melalui delegasi pariwisatanya kini sedang menggencarkan promosi mengenai wisata halal di Taiwan,” ungkap Lin Dean-Shiang.

Lin juga mengatakan kalau pada tahun 2020 ini, Taiwan mengangkat tema pariwisata pegunungan yang dipadankan dengan wisata kota kecil klasik.

“Dalam promosi pariwisata tersebut, Pemerintah Taiwan ingin memberikan pelayanan terbaik bagi para turis asing yang datang, terutama wisatawan muslim,” jelas Lin Dean-Shiang.

“Kami memang tengah menggencarkan program wisata halal yang ramah terhadap wisatawan muslim. Seperti membangun musala di stasiun kereta api atau tempat publik lainnya,” kata Lin.

Dibangunnya musala di beberapa fasilitas umum tersebut menurut Lin, Dean-Shiang bertujuan untuk memudahkan para wisatawan muslim untuk beribadah.

Menurutnya, selama ini wisatawan muslim masih kesulitan mencari lokasi ibadah di lokasi umum.

Selain memperbanyak tempat ibadah muslim, pihak Pemerintah Taiwan juga memberikan kemudahan mencari makanan halal.

“Di Taiwan saat ini sudah banyak sekali makanan-makanan halal yang bisa dinikmati wisatawan muslim tanpa perlu khawatir. Jadi mereka tidak akan kesulitan mencari makanan halal,” Lin, Dean-Shiang memaparkan.

Menurutnya, upaya tersebut dilakukan untuk semakin menarik kunjungan wisatawan dari negara yang berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia.

Lin, Dean-Shiang mengatakan, pihaknya ingin menjamin kenyamanan para wisatawan muslim yang berkunjung ke Taiwan dengan program wisata halal tersebut.

Potensi Salatiga untuk jadi Daerah Wisata Muslim

Masjid Jami’ Asy-Syukur di Salatiga

MTN, Jakarta – Melihat potensi besarnya, kota Salatiga di Jawa Tengah didorong untuk jadi daerah wisata muslim. Seperti apa?

Wacana Salatiga untuk dijadikan daerah wisata muslim pertama kali digulirkan oleh Ketua DPRD kota tersebut.

Ketua DPRD Kota Salatiga, Dance Ishak Palit, saat menghadiri Musrenbang tingkat kecamatan, di Aula Kecamatan Tingkir Kota Salatiga, Februari 2020 lalu, menggulirkan wacana Salatiga untuk dijadikan daerah wisata muslim.

Dilansir dari Tribun News, menurut Dance, pembangunan wisata di Kota Salatiga sejauh ini masih berlangsung parsial sehingga pengembangan, termasuk pangsa pasar bagi wisatawan juga kurang terfokus.

“Karenanya mengapa tadi di forum saya sampaikan supaya wilayah Tingkir itu dijadikan pusat wisata muslim saja,” ungkap Dance.

“Karena apa? Di sana ada pengrajin konveksi busana muslim, ada makam KH Abdul Wahid; kakek buyutnya Gus Dur,” tambahnya.

Jelas Dance, beberapa waktu lalu di wilayah Kecamatan Tingkir juga diresmikan pembangunan Jalan Usaha Tani (Jalut); yang berpotensi menjadi wisata agro karena terletak di daerah persawahan.

Ia menambahkan, dengan pembangunan yang terintegrasi satu dan lainnya saling terhubung bukan tidak mungkin pengembangan wisata muslim tersebut bakal menjadikan Salatiga unggul.

Jerman Mulai Promosikan Wisata Muslim

ilustrasi (foto: Halal Trip)

MTN, Jakarta – Merasa kalau potensi industri wisata muslim kian besar, Jerman pun mulai promosikan wisata muslim di negara mereka. Seperti apa?

Managing Director IndoGerman Travel, Dana Schuster, di sela acara Silaturahim dan Tukar Wawasan Tour Halal Jerman & Swiss yang digelar Komunitas Pasar Wisata Halal di Jakarta, mengatakan kalau Jerman sudah mulai promosikan wisata muslim di negara mereka.

Dilansir dari ElShinta, menurut Dana, melihat potensi halal tourism yang bagus, terlebih dengan banyaknya wisatawan dari negara-negara muslim, seperti Arab Saudi, Turki, Lebanon dan negara muslim Asia, pemerintah Jerman pun sudah mulai mempersiapkan hal-hal yang menjadi pendukung wisata halal.

“Selain makanan halal yang tidak mengandung babi, pemerintah Jerman juga membangun lokasi untuk beribadah bagi wisatawan muslim, seperti musala-musala di bandara atau masjid di beberapa tempat,” ungkap Dana.

Untuk makanan halal, Dana mengatakan kalau beberapa restoran di destinasi wisata di Jerman bahkan sudah ada yang bisa melayani langsung permintaan wisatawan atau bisa dipesan terlebih dahulu, khususnya bagi wisatawan yang datang secara berkelompok atau rombongan.

Sedangkan untuk sarana peribadatan, diakui oleh Dana kalau pemerintah Jerman juga telah membangun beberapa masjid atau yang mereka sebut dengan Moschee untuk wisatawan menjalankan ibadah salat. “Hanya saja, masjid di Jerman memang bukan seperti di negara lain atau negara muslim di mana masjid-masjidnya berukuran besar atau masjid raya. Di Swiss dan Jerman masjid tidak megah, namun bersih,” jelas Dana.

Dana juga mengakui bahwa terjadi peningkatan jumlah wisatawan muslim, khususnya dari Indonesia yang berkunjung ke Eropa, seperti Jerman dan Swiss setiap tahunnya. Itu terbukti dari perjalanan wisata yang digarap IndoGerman Travel di mana meningkat tiap tahunnya.

“Satu bulan bisa dua kali pemberangkatan ke Jerman dan Eropa pada umumnya, dan jumlahnya dalam setahun diperkirakan bisa mencapai 240 orang wisatawan muslim,” ucapnya.