Sistem Pembayaran Non Tunai, Inovasi di Industri Wisata saat Pandemi

ilustrasi (foto: www.mime.asia)

MTN, Jakarta – Sektor pariwisata halal diharapkan bisa melahirkan inovasi-inovasi baru di tengah pandemi virus Corona. Seperti apa?

Dilansir dari Pikiran Rakyat, Reem Elshafaki (Senior Associate Dinarstandard – USA), menyatakan bahwa pandemi Covid-19 mendorong adanya inovasi metode perputaran uang di sektor wisata halal Indonesia.

Salah satu inovasi tersebut adalah sistem pembayaran ‘cashless’ (pembayaran non-tunai), guna mencegah terjadinya kontak fisik antara pengunjung dan pelaksana pariwisata.

“Adopsi inovasi di industri halal salah satu inovasinya adalah ‘contactless innovation’, mulai dari aktivitas pembayaran hingga saat berada di bandara dan juga penginapan,” terang Reem Elshafaki, di keterangan resminya.

Sementara Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, di acara diskusi bersama Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Bank Indonesia, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), dan Perkumpulan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI), mengatakan kalau dengan digelarnya diskusi yang bertajuk “Strategic Innovation for Sustainable Muslim Friendly Tourism” diharapkan dapat memberikan semangat para pelaku usaha di sektor pariwisata, meski pandemi Covid-19 belum juga berakhir.

“Acara ini diharapkan mampu mengembalikan rasa optimisme para pelaku usaha pariwisata halal Indonesia untuk tetap bangkit dan juga melihat peluang baru yang ada di era pandemi Covid 19 ini,” ujar Riyanto.

Ketum PPHI tersebut menjelaskan pembangkitan sektor pariwisata di tengah pandemi Covid-19 dapat dilakukan dengan penerapan Tatanan Kehidupan Baru pandemi Covid-19.

Menanggapi dorongan dari Reem, Ketua Pelaksana Indonesia Halal Tourism Summit (IHTS) 2020, Noveri Maulana, menerangkan bahwa Indonesia, merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, telah menerapkan sistem pembayaran ‘cashless’ di sektor pariwisata.

Meski penerapan sistem itu belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, namun ia berharap adanya penerapan sistem ‘cashless’ dalam sektor pariwisata khususnya untuk wisata muslim, dapat mengundang sejumlah wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia kendati pandemi Covid-19 belum usai.

“Kami berharap, ide-ide dan pengalaman yang disampaikan dapat meneguhkan kembali semangat dan peluang kolaborasi Ke depan, kami berharap makin banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia,” pungkasnya.

Asosiasi Umroh Juga Turut Berupaya Kembangkan Industri Wisata Halal

MTN, Jakarta – Sebuah asosiasi umroh lokal berupaya untuk turut kembangkan industri wisata halal. Seperti apa?

Dilansir dari DetikTravel, pihak Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), akan berupaya untuk turut mengembangkan industri wisata halal di Indonesia.

“Pada saat puncak pandemi, bulan Juli, kami jalan darat dari Jakarta ke Bali menemui pemda-pemda, kami membuat perjanjian kerja sama untuk mengembangkan halal tourism,” ujar Ketua Umum Amphuri, Firman M Nur.

Selama ini AMPHURI menurut Firman dianggap sebagai asosiasi yang hanya menjual umroh semata dan mengirim devisa untuk negeri orang.

AMPHURI sudah mengirim jemaah Indonesia tak hanya ke tanah suci Mekkah dan Madinah tapi juga ke Yordania, Turki dan negara lainnya. Ke depan mereka akan mencoba mendatangkan devisa untuk Indonesia dengan mendatangkan turis asing ke Indonesia melalui wisata halal.

“Insya Allah kami akan mencoba bekerja sama dengan partner kami di seluruh dunia untuk mengirim turis mereka inbound ke Indonesia. Sekarang partner-partner tersebut kita balik agar mendatangkan turis asing ke Indonesia,” ujarnya.

Wisata halal menurut ketua umum AMPHURI tersebut memiliki pasar sendiri. Di negara lain sudah mulai mempertimbangkan wisata halal. Contohnya Jepang. “Kalau ke Jepang, concern soal halal itu kuat sekali, kok Indonesia tidak mengambil kesempatan. Kita akan concern untuk pendekatan halal tourism. Eksplorasi Indonesia halal,” pungkas Firman.

PPHI: Industri Wisata Halal Diharapkan Segera Bangkit

ilustrasi (gambar: islamic-center.or.id)

MTN, Jakarta – Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) berharap kalau industri wisata halal bisa bangkit kembali jika nanti pandemi Covid-19 berakhir.

Dilansir dari Republika, Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, menyampaikan, para pelaku wisata ramah Muslim di Indonesia juga turut merasakan dampak krisis akibat pandemi.

“Tidak hanya berkurang secara pendapatan, tetapi bahkan sebagian usaha perjalanan wisata, hotel, penginapan ramah Muslim, hingga restoran dan destinasi wisata harus tutup operasional dalam jangka waktu yang cukup lama,” ujar Riyanto.

Tentu hal ini sangat berdampak pada keberlanjutan bisnis para pelaku usaha di bidang pariwisata ini. Sebagai perkumpulan pelaku dan pegiat wisata ramah muslim, PPHI berupaya untuk senantiasa menebarkan semangat optimisme tersebut kepada seluruh anggota.

Salah satunya, melalui kegiatan rangkaian acara Indonesia Halal Tourism Summit (IHTS) 2020 yang baru dilaksanakan pekan lalu. Berbagai acara telah dilakukan bersama dengan panitia Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) dan Bank Indonesia.

Seperti pameran virtual bagi pelaku usaha wisata, diskusi dan temu ramah dengan pemangku kepentingan pariwisata di Indonesia, dan juga sharing business dengan pelaku usaha lainnya. Semuanya dilakukan dalam mencari strategi terbaik untuk bertahan di tengah krisis saat ini.

Konferensi internasional dilakukan yang merupakan acara akhir yang tergabung ke dalam agenda IHTS 2020. Ini merupakan salah satu cara berbagi strategi dan prediksi dalam menghadapi fenomena baru selepas pandemi nanti.

Ketua pelaksana IHTS 2020, Noveri Maulana, juga mengungkapkan, pelaksanaan konferensi internasional ini sekaligus untuk meneguhkan kembali semangat kebangkitan industri pariwisata halal di Indonesia. Diharapkan banyak insight bisnis dan strategi terkait pengembangan usaha di bidang industri pariwisata halal di Indonesia.

Selain itu, acara ini diharapkan juga bisa memberi citra positif di mata turis Muslim internasional. Diharapkan nanti kunjungan wisatawan mancanegara juga perlahan akan semakin meningkat.

Korsel Ajak Turis Muslim Indonesia Liburan Virtual

ilustrasi (foto: bizandleisure.com)

MTN, Jakarta – Korea Selatan mengajak para wisatawan muslim di Indonesia untuk liburan secara virtual ke negara mereka. Seperti apa?

Dilansir dari Detik, pihak Korea Tourism Organization (KTO) membuat festival online dengan nama Muslim Friendly Korea Online Festival. Festival tersebut diadakan virtual melalui Live Instagram KTO.

“Korea Selatan terus memaksimalkan festival muslim sejak tahun lalu. Karena Korea Selatan selalu ingin wisatawan Indonesia kembali ke sana,” ujar Director KTO, Llyod JS Byun.

Acara pembukaan dimeriahkan dengan tarian khas Korsel, Arirang. Suasana musim gugur yang romantis menjadi latar dari festival online itu.

“Tujuan dari acara ini adalah untuk memperkenalkan destinasi ramah muslim kepada wisatawan Indonesia,” ujar MICE Manager KTO, Akhmed Faezal A.

Faezal mengungkapkan bahwa Pemerintah Korsel terus meningkatkan fasilitas publik untuk wisatawan muslim yang datang ke sana. Misalnya saja musala, tempat wudu dan water gun.

“Kini bukan cuma bandara tapi juga tempat-tempat wisata lainnya juga sudah dilengkapi,” dia mengisahkan.

Muslim Friendly Korea Online Festival diharapkan dapat menghidupkan kembali antusiasme industri pariwisata yang terdampak penyakit virus korona (COVID-19). Ini adalah menjadi pameran pertama yang dibuka secara online.

Upacara pembukaan Korea Tourism Virtual Fair 2020 ini juga merilis video klip yang dibawakan oleh grup K-pop, ITZY, dan penandatanganan MOU secara online antara KTO dan Klook. Pameran ini akan menampilkan berbagai acara seperti penampilan figur-figur terkenal Korea, layanan konseling bisnis online, dan PR hall untuk pariwisata di Korea dan bisnis industri perjalanan.

Acara Muslim Friendly Korea Online Festival juga merupakan bagian dari program Korea Month untuk bulan Oktober oleh Korea Tourism Organization (KTO) cabang Jakarta.

Perlunya Rebranding Bagi Wisata Halal untuk Tarik Minat Masyarakat

ilustrasi (gambar: Riau Magz)

MTN, Jakarta – Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh industri wisata halal jika ingin tarik minat masyarakat. Salah satunya dengan rebranding. Seperti apa?

Dilansir dari Detik, untuk bisa menarik minat dari masyarakat muslim, tentu pemegang bisnis halal, misalnya pariwisata atau restoran harus memberikan rasa percaya kepada konsumen. Ada berbagai tindakan yang harus dilakukan untuk menunjukkan branding halal.

“Sebagai contoh, untuk makanan halal, kita harus melakukan rebranding, makanan halal adalah adalah makanan sehat, halal adalah sehat, itu penting sekali sehingga orang bisa mendapat pemahaman ada restoran halal berarti itu restoran sehat,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia, Sugeng, dalam Webinar ‘New Strategy and Business Model of Halal Business’.

Begitu pula dengan fashion dan juga pariwisata halal. Para pemilik usaha harus bisa mengedepankan kebersihan dalam mempromosikan wisata halalnya.

“Pariwisata ramah muslim ini juga merupakan bagian dari pariwisata bersih, dengan mandat kita bahwa kebersihan sebagian dari iman,” ujar Sugeng.

“Thailand telah mendeklarasikan negara mereka sebagai world halal kitchen, Korea Selatan tujuan wisata ramah muslim, negara nonmuslim seperti China juga sangat memiliki industri fashion halal. Ini tidak boleh kita biarkan, kita harus juga bisa maju di area ini,” tambahnya.

Menurut Sugeng, Indonesia memiliki potensi besar untuk bisa mengembangkan potensi industri wisata halal. Masyarakat muslim Indonesia bisa menjadi peran penting dalam pengembangan ini.

“Kita bisa melihat permintaan dari mayoritas penduduk kita adalah orang Islam dan penduduk kita adalah 13% dari seluruh populasi Islam dunia,” imbuhnya.

Danau Toba Terus Tingkatkan Fasilitas untuk Wisatawan Muslim

Danau Toba (foto: jadiberita.com)

MTN, Jakarta – Danau Toba terus coba fasilitasi para wisatawan muslim agar semakin nyaman ketika berkunjung ke situs wisata tersebut. Seperti apa?

Dilansir dari CendanaNews, persiapan Danau Toba sebagai destinasi wisata prioritas juga membenahi kesiapan pelaku wisata untuk menyambut para wisatawan muslim. Berbagai langkah dilakukan untuk memastikan setiap lokasi wisata menjadi lokasi ramah muslim.

Direktur Utama Badan Pelaksana Otoritas Danau Toba (BPODT), Arie Prasetyo, menyatakan ada sekira 260 ribu wisatawan berkunjung ke Danau Toba pada tahun 2019, dan 50 persennya berasal dari Malaysia.

“Memang belum bisa dipastikan apakah wisatawan tersebut muslim atau tidak, tapi kita tahu bahwa mayoritas penduduk Malaysia adalah muslim. Sehingga, tidak salah jika Danau Toba juga mempersiapkan wisata ramah muslim agar wisatawan merasa nyaman untuk berkunjung ke Danau Toba, secara khusus atau Sumatera Utara secara umum,” kata Arie di FGD Akademi Pariwisata ULCLA.

Ia menyatakan, bahwa BPODT menargetkan 300 ribu kunjungan wisatawan di tahun 2020 dan untuk menuju ke target tersebut, BPODT berusaha semaksimal mungkin untuk menyediakan fasilitas yang membuat wisatawan nyaman untuk datang, menginap dan makan.

“Destinasi wisata super prioritas Danau Toba dipersiapkan untuk menerima semua wisatawan dari berbagai kalangan, tak terkecuali wisatawan muslim,” ujarnya.

Arie menyebutkan bahwa BPODT mengimbau kepada para pelaku usaha untuk memberikan fasilitas kepada para wisatawan muslim.

“Salah satunya, kami mengimbau kepada pemilik hotel untuk mempersiapkan tanda kiblat dan sajadah dalam tiap kamar hotel. Sehingga wisatawan muslim merasa nyaman untuk beribadah dan menginap di hotel mereka,” ujarnya lagi.

Arie juga meminta kepada para pelaku kuliner dan restoran untuk menyediakan musola dan makanan halal, sehingga wisatawan muslim bisa beribadah selama kunjungannya di daerah Danau Toba serta merasa aman untuk makan.

“Kita bekerjasama dengan MUI untuk sertifikasi. Sudah ada beberapa restoran yang menyajikan menu halal, jadi wisatawan muslim bisa tinggal lebih lama, menginap, dan makan. Tidak ada salahnya juga ada masakan Batak yang halal sehingga bisa menjadi wisata ramah muslim,” tandasnya.

Inilah Prediksi Nilai Industri Wisata Halal Dunia untuk Tahun 2024

ilustrasi (foto: minangkabaunews.com)

MTN, Jakarta – Kini kian banyak negara yang turut serta di industri wisata halal, karena menyadari nilainya yang besar. Seberapa besar?

Dilansir dari Detik, industri wisata halal dunia diprediksi bakal bernilai 274 miliar Dollar pada tahun 2024 nanti.

Menurut laporan Ekonomi Islam Global 2019-2020, pertumbuhan industri halal meningkat lima persen per tahun. Diperkirakan, warga muslim dunia telah mengkonsumsi US$2,2 triliun untuk gaya hidup halal dan akan mencapai nilai US$3,2 triliun pada tahun 2024.

Nominal industri halal itu tumbuh dari berbagai sektor. Yakni, makanan halal, fashion muslim, media dan rekreasi, pariwisata halal, farmasi halal, dan kosmetik halal.

“Pengeluaran muslim untuk makanan halal bernilai US$1,4 triliun pada 2018 dan diperkirakan mencapai US$2 triliun pada tahun 2024, sedangkan pengeluaran muslim untuk pariwisata halal bernilai US$189 miliar pada tahun 2018, dan diperkirakan bernilai US$274 miliar pada tahun 2024,” ujar Staf Ahli Bidang Diplomasi Ekonomi, Ina H. Krisnamurthi.

Secara umum, angka tersebut menunjukkan bahwa industri halal merupakan segmen yang berkembang dengan cepat. Permintaan konsumen yang semakin meningkat menjadikannya sebagai salah satu aspek penting dalam perkembangan ekonomi global, termasuk pariwisata halal.

“Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar memiliki potensi yang besar pula untuk menjadi pemain global, sayangnya Indonesia harus masih memaksimalkan potensinya dan mewakili kurang lebih 10 persen dari pengeluaran global 2017, dengan 3,8 persen ekspor,” ujar Krisnamurthi.

Korsel Promosikan Restoran Halal via Youtube

Bibimbap (foto: facebook.com/eid.halal.korean.food/)

MTN, Jakarta – Korea Selatan promosikan restoran-restoran halal di negaranya via seri video YouTube. Seperti apa?

Dilansir dari Republika, Korea Selatan terus berupaya meningkatkan daya tarik pengunjung Muslim agar mengunjungi negaranya.

Sebagai bagian dari Pekan Restoran Halal Korea 2020, Organisasi Pariwisata Korea (KTO) menyiarkan ‘Halal TV’ melalui saluran YouTube-nya dari tanggal 14 September sampai 16 November 2020. Siaran Halal TV digelar dalam rangka melanjutkan aktivitas promosinya.

Melalui seri video tersebut, KTO menampilkan banyak video, termasuk acara memasak hidangan halal dengan para koki selebriti, dan video-video yang memperkenalkan restoran halal di ibukota Seoul.

Sebelumnya, survei KTO tentang Perjalanan Wisatawan Muslim ke Korea mengungkapkan, banyak Muslim yang merasa tidak nyaman karena kurangnya restoran halal selama kunjungan mereka ke Korea.

Bulgogi (foto: facebook.com/eid.halal.korean.food/)

“Karenanya, organisasi pariwisata menyelenggarakan acara yang disebut ‘Pekan Restoran Halal Korea’ selama beberapa tahun terakhir untuk mengatasi masalah ini,” ungkap keterangan pihak KTO.

Tempat makan bersertifikat halal memang tidak bertebaran di mana-mana di Korea Selatan seperti halnya di negara minoritas Muslim seperti Singapura, yang memiliki sertifikasi tingkat nasional.

KTO telah memperkenalkan tiga kategori yang ramah Muslim lainnya untuk membantu pengunjung Muslim.

Kategori itu di antaranya, Sertifikasi Mandiri (di mana semua makanan disertifikasi halal oleh pemilik restoran Muslim sendiri), Ramah Muslim (di mana beberapa hidangan halal ditawarkan), dan Bebas Daging Babi.

Tonton videonya di bawah ini.

Kota Banjarmasin Coba Kembangkan Industri Wisata Halal

Banjarmasin (foto: gomuslim.co.id)

MTN, Jakarta – Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, coba kembangkan industri wisata halal. Seperti apa?

Sebagai kota yang mayoritas warganya beragama Islam, Pemkot Banjarmasin coba kembangkan industri wisata berbasis muslim.

Dilansir dari Warta Niaga, saat ini, melalui pihak Legislatif, sedang digodok Perda terkait wisata Halal untuk terus mengembangkan destinasi wisata di Kota Seribu Sungai tersebut.

Walikota Banjarmasin, H Ibnu Sina, mengatakan bahwa kota Banjarmasin sangat perlu menegaskan diri sebagai kawasan wisata halal karena penduduknya yang mayoritas muslim.

Wisata halal ini difokuskan untuk menarik wisatawan dari kawasan Timur Tengah dan negara-negara muslim lainnya yang ingin berkunjung ke Banjarmasin.

Wali Kota Banjarmasin, H Ibnu Sina juga menyatakan, konsep pariwisata halal saat ini sedang tren, khususnya wisata kuliner, dan Kalsel memiliki keberagaman kuliner yang bisa ditawarkan melalui label halal.

“Kalau bicara lebih luas lagi di kawasan Asia Pasifik, di mana negara yang tidak mayoritas muslim, misalnya Korea Selatan, kini sudah mulai menjadi kiblat wisata halal dan kita sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim harusnya bisa menerapkan hal itu,” jelasnya.

Korea kini tengah menggenjot industri wisata halal karena mereka mengincar segmen wisatawan dari Timur Tengah, dan Indonesia, khususnya Banjarmasin, yang juga menargetkan hal tersebut.

Semua perubahan menurut H Ibnu Sina harus segera dilakukan untuk mengangkat kembali wisata di Banjarmasin.

Wisata yang merupakan salah satu andalan negara ini untuk meningkatkan devisa negara dinilai harus perlu mengambil langkah konkrit supaya pariwisata bisa dihidupkan kembali paska pandemi selesai nanti.

Diperlukan Adanya Badan Khusus Pengembangan Wisata Ramah Muslim

ilustrasi (foto: matakota.id)

MTN, Jakarta – Industri pariwisata ramah muslim di Indonesia menyimpan potensi ekonomi yang sangat besar, namun belum ada badan resmi yang menaungi sektor tersebut.

Dilansir dari MinaNews, Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia, Prof. Azril Azahari, PhD, memandang perlunya andil masyarakat dan didukung pemerintah untuk membentuk badan yang khusus dan berfokus menangani pengembangan WRM di Indonesia.

“Saat ini momen tepat untuk membentuk badan khusus menangani pengembangan Wisata Ramah Muslim. MUI, utamanya dua ormas Islam besar seperti Muhamadiyah dan Nahdlatul Ulama diharapkan dapat menginisiasi pembentukan badan ini,” kata Azril.

Selain itu, lanjut Azril, pembentukan badan tersebut sangat penting untuk merumuskan standarisasi serta pemeringkatan bagi destinasi dan layanan Wisata Ramah Muslim, sehingga menjadikan basis untuk pengembangan WRM di Indonesia.

Azril berpendapat konsep Wisata Ramah Muslim yang merupakan ceruk pada wisatawan muslim dengan menyediakan extended services atau layanan tambahan yang diperlukan wisatawan muslim yang tidak terdapat pada wisata konvensional.

Menurutnya, banyak perdebatan persepsi mengenai istilah bahwa istilah Wisata Halal itu membuat akomodasi Islam, kemudian Wisata Muslim atau Wisata Syariah itu syariat-syariat Islam harus diberlakukan di semua tempat.

“Namun sebetulnya Wisata Ramah Muslim ini adalah ceruk pasar baru atau market segmen baru yang perlu kita ambil dengan memberikan kualitas layanan atau services yang dibutuhkan oleh wisatawan muslim. Hal paling penting adalah bagaimana kita memberikan pelayanan kepada wisatawan muslim yang datang supaya dia merasa nyaman,” ujar Azril.

Dia mengatakan, Wisata Ramah Muslim (WRM) yang juga dikenal Muslim Friendly Tourism (MFT) terkonsentrasi di negara-negara OKI secara alamiah dianggap memiliki keunggulan komparatif lingkungan yang lebih ramah terhadap wisatawan internasional muslim bahkan nonmuslim secara universal.

Dalam pengembangannya, WRM merupakan layanan tambahan yang memberikan atmosfir, perjalanan, akomodasi, atraksi, tujuan wisata berbagai barang dan jasa yang ditawarkan merupakan suatu kesatuan dengan ajaran Islam.

WRM tidak hanya berorientasi keuntungan, tapi juga Pemberdayaan masyarakat serta lingkungan hidup dan budaya lokal. Oleh karenanya, WRM merupakan industri pariwisata berbasis komunitas (Community Based Tourism), suatu skema usaha untuk pemberdayaan masyarakat melalui partisipasi masyarakat lokal.

Pengembangan layanan ini juga terkait dengan ekonomi kreatif dengan menggali budaya lokal yang akan menjadi sumber penciptaan produk kreatif dalam bentuk desain produk suvenir, fashion, furnitur, homestay dan produk-produk lainnya.

Motivasi utama wisatawan adalah karena alam dan budayanya yang merupakan basis WRM dalam mendukung pengembangan industri priwisata. Namun ceruk pasar WRM belum tergarap di Indonesia karena belum adanya lembaga khusus yang menangani hal ini.