Sempat Ditutup karena Pandemi, Masjid Al Aqsa kini Kembali Dibuka

Masjid Al Aqsa (foto: middleeasteye.net)

MTN, Jakarta – Sempat ditutup sejak awal pandemi Corona, kini Masjid Al Aqsa kembali dibuka. Seperti apa?

Dilansir dari Detik, Masjid Al Aqsa pada pekan lalu kembali dibuka untuk ibadah umat Islam di seluruh dunia.

Menurut Penasihat Senior Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner, hal tersebut diharapkan bisa mengurangi ketegangan antara Israel dengan dunia Islam.

“Orang Israel sangat gembira mereka bisa mendapatkan penerbangan yang lebih murah sekarang dengan terbang melalui Dubai, dan saya tahu, banyak Muslim yang senang bahwa mereka sekarang dapat terbang melalui Dubai ke Tel Aviv untuk pergi dan mengunjungi Masjid Al Aqsa,” ujar Kushner.

Lebih lanjut, Kushner mengatakan kalau umat Muslim boleh datang ke masjid Al Aqsa secara bebas dan salat di dalam masjid dengan damai. Sebab, hal tersebut termasuk dalam perjanjian UEA dengan Israel.

“Jelas, ini adalah terobosan bersejarah, ini perjanjian perdamaian pertama di kawasan ini selama 26 tahun dan yang ketiga dalam 70 tahun terakhir dengan Israel. Jadi menurut saya, hal ini tentu memberi rasa optimisme besar kepada orang-orang, bahwa Timur Tengah tidak harus terjebak dalam konflik masa lalu,” sambungnya.

Selain itu, Kushner mengatakan bahwa Presiden Donald Trump memiliki visi untuk mencapai solusi bagi dua negara konflik Israel-Palestina. Usul tersebut pun telah diusulkan pada Januari lalu.

“Dia (Donald Trump) membuat Israel setuju untuk bernegosiasi berdasarkan visi Presiden, menyetujui peta, dan setuju agar Palestina menjadi sebuah negara. Ini adalah terobosan besar,” ungkap dia.

Sementara itu, Israel menjelaskan bahwa penjagaan Masjid Al Aqsa akan terus dilakukan oleh Raja Yordania Abdullah II.

Pariwisata Halal di Riau Diklaim Berkembang dengan Baik

Masjid Raya An Nur, Pekanbaru, Riau (foto: itinku.com)

MTN, Jakarta – Pemprov Riau mengklaim kalau pariwisata halal berkembang baik di wilayahnya.

Dilansir dari Riau1, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Riau, Ahmad Syah Harrofie, mengatakan kalau pengembangan destinasi halal di Riau harus Komitmen bersama.

“Destinasi halal bertujuan baik untuk muslim, yaitu dengan tujuan sebagai destinasi halal terbaik,” terang Ahmad Syah Harrofie.

Ahmad menjelaskan, Indonesia dan Malaysia ditetapkan sebagai destinasi wisata halal (halal tourism) terbaik dunia 2019 berdasarkan standar Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019; mengungguli 130 situs destinasi lainnya dari seluruh dunia.

Selanjutnya, sambung Ahmad lagi, Industri pariwisata mampu meningkatkan peran pendapatan Pemerintah dan juga memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

Ahmad Syah Harrofie menambahkan, hal ini mampu memicu kompetisi antar daerah untuk menarik para wisatawan. Pariwisata yang paling berkembang di Provinsi Riau adalah Pariwisata Halal, makanya produk dengan label Halal tentunya sangat diinginkan.

“Untuk mempercepat Pariwisata halal, kementrian pariwisata telah menetapkan 15 Provinsi yang menjadi fokus pengembangan destinasi ikatan muslim,” terangnya.

Dengan harapan, masing-masing Provinsi untuk dapat mengembangkan potensi wisata halal tersendiri, inilah yang diperlukan Provinsi Riau dengan tentunya dukungan dari berbagai organisasi dan pemangku kepentingan, agar komitmen dalam mengembangkan destinasi halal ini berhasil.

“Berdasarkan penilaian Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) 2019, Provinsi Riau menempati peringkat ketiga mengalahkan ibukota negara DKI Jakarta,” pungkas Ahmad.

Terdampak Pandemi, Festival Ekonomi Syariah Digelar Secara Daring

MTN, Jakarta – Terdampak pandemi, festival ekonomi syariah digelar secara daring (dalam jaringan / online). Seperti apa?

Terdampak pandemi Covid-19, festival ekonomi syariah Indonesia digelar secara daring (dalam jaringan / online).

Dilansir dari Suara, Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) VII 2020 digelar secara daring.

“Saya berharap kehadiran ISEF Tahun 2020 ini dapat memacu keuangan ekonomi syariah secara inklusif, sehingga menjadi kekuatan ekonomi Indonesia. Kita mendorong akselerasi keuangan syariah sebagai kekuatan ekonomi nasional,” tutur Gubernur BI, Perry Warjiyo, Jumat (7/8).

Menurut Warjiyo, kehadiran Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dapat membuat ekonomi dan keuangan syariah semakin kuat dalam membangun suatu rantai ekonomi halal.

“Kita terus berupaya meningkatkan dan memobilisasi keuangan syariah agar lebih kuat bagi kemajuan ekonomi umat,” papar Gubernur BI itu.

Para kepala daerah yang menjadi tuan rumah dalam ISEF Tahun 2020 pun turut mendukung pelaksanaan kegiatan ini. Mereka menilai ISEF dapat menjadi stimulan (pemicu) bagi pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah di daerahnya. Tiga provinsi itu yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumatera Barat (Sumbar), dan Jawa Timur (Jatim).

Ketiga gubernur juga hadir secara daring dalam pertemuan ini, yakni Gubernur NTB (Dr. H. Zulkieflimansyah, S.E., M.Sc.), Gubernur Sumbar (Prof. Dr. H. Irwan Prayitno, S.Psi., M.Sc.), dan Gubernur Jawa Timur (Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa, M.Si).

“Saat ini, NTB tengah mengusung pertumbuhan industrialisasi sehingga membutuhkan korelasi yang sangat baik dengan dunia keuangan,” tutur Gubernur Zulkieflimansyah.

Gubernur NTB itu pun berharap agar dengan diselenggarakanya ISEF Tahun 2020 di NTB, maka keuangan dan ekonomi syariah dapat digalakkan secara intensif.

Pernyataan senada diungkapkan oleh Gubernur Sumbar, Prof. Irwan Prayitno, bahwa keuangan syariah sedang terus dikembankan di Sumbar.

“Di Sumatera Barat, terdapat beberapa sektor ekonomi syariah yang menjadi prioritas, seperti kuliner dan pariwisata halal yang terus dikembangkan. Ini merupakan salah satu momentum bagi Sumbar untuk menggerakkan ekononomi syariah,” ungkapnya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar, ungkapnya, sangat mendukung terselenggaranya kegiatan ISEF tahun 2020 di Sumbar. Dukungan yang sama pun diberikan oleh Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa.

“Saya optimis bahwa acara ini akan menjadi stimulus bagi tumbuhnya ekonomi dan keuangan syariah di Jatim. Saat ini, Pemprov Jatim telah menjalankan program penggerak ekonomi dan keuangan syariah,” paparnya.

Pemprov Jatim, lanjutnya, akan terus bergerak untuk menyediakan produk-produk halal serta bersinergi dengan BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Kami telah menginisiasi program One Pesantren One Product (OPOP) di lebih dari 6.000 pesantren,” imbuh Gubernur Khofifah Indar Parawansa.

“Kita harap program OPOP ini akan menjadi kekuatan baru agar umat dapat bertumbuh dan memiliki kemandirian serta ketangguhan ekonomi berbasis syariah,” ucapnya.

Peminat Wisata Halal Justru Meningkat di Tengah Pandemi

ilustrasi (foto: balkaninsight)

MTN, Jakarta – Di tengah masa pandemi Covid-19 ini, peminat wisata halal justru meningkat. Seperti apa?

Dilansir dari Republika, peminat wisata halal di Turki justru meningkat di tengah masa pandemi Covid-19.

Seorang pejabat operator tur wisata internasional mengatakan kalau minat terhadap pariwisata halal yang menawarkan lebih banyak privasi meningkat di tengah pandemi.

Dalam sebuah wawancara dengan Anadolu Agency, Emrullah Ahmet Turhan, sekretaris jenderal di Organisasi Pariwisata Halal Internasional, mengatakan kalau wisata halal memahami perlunya privasi yang memberikan keunggulan di masa-masa tidak pasti ini.

Pariwisata halal menawarkan paket yang dibuat khusus untuk para turis yang mentaati hukum Islam; menawarkan layanan antara lain menginap di hotel yang tidak menyajikan alkohol, fasilitas spa dan kolam renang terpisah (untuk pria dan perempuan).

Turhan mengatakan kalau orang-orang dapat menikmati musim liburan musim panas dengan mengikuti aturan jarak fisik dan sosial; yang ditawarkan oleh pariwisata halal.

Berbicara tentang Turki, Turhan mengatakan hampir 30 unit hotel telah mengubah fasilitas mereka menjadi pariwisata halal. Dia menekankan pariwisata halal adalah “bisnis serius” yang pendapatan skala globalnya pada 2018 mencapai 171 miliar dolar AS.

Turhan mengatakan 121 juta Muslim di seluruh dunia melakukan perjalanan ke negara lain setiap tahun.

“Sekira 8,5 juta Muslim datang ke Turki untuk liburan setiap tahun,” ungkapnya dalam menyoroti angka tersebut; yang merupakan 10 persen dari wisatawan Muslim global.

Turhan menambahkan, kalau setiap turis dalam bidang ini rata-rata menghabiskan setidaknya 1.296 dolar AS di Turki.

Pengembangan Wisata Ramah Muslim di Indonesia Masih Diperlukan

ilustrasi (foto: diarywanitamuslimah.blogspot)

MTN, Jakarta – Meski Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, namun industri wisata ramah muslimnya masih rendah.

Dilansir dari MinaNews, Indonesia dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia sayangnya posisinya di industri Wisata Ramah Muslim (WRM) masih kalah populer dibanding negara-negara mayoritas penduduk Muslim lainnya.

Ironisnya, masyarakat Indonesia malah menjadi target pasar untuk industri Wisata Ramah Muslim dari negara-negara muslim dan nonmuslim dunia. Ini terlihat dengan meningkatnya promosi wisata ramah Muslim oleh operator asing, yang ditujukan kepada wisatawan Indonesia.

Indonesia sendiri masih minim paket WRM untuk ditawarkan ke luar negeri sehingga belum banyak menggaet wisatawan Muslim mancanegara yang berkunjung ke Indonesia.

Oleh karena itu, perlu dibangun suatu kesatuan pandangan dan aksi nyata yang sinergis oleh seluruh unsur dalam membangun ekosistem pariwisata untuk menumbuhkembangkan industri Wisata Ramah Muslim Indonesia.

Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia, Prof. Azril Azahari, PhD, memandang perlunya andil masyarakat, dan didukung pemerintah, untuk membentuk badan khusus yang berfokus menangani pengembangan WRM di Indonesia.

“Saat ini momen tepat untuk membentuk badan khusus menangani pengembangan Wisata Ramah Muslim. MUI, utamanya, dan dua ormas Islam terbesar seperti Muhamadiyah dan Nahdlatul Ulama diharapkan dapat menginisiasi pembentukan badan ini,” kata ujar Profesor Azril.

Selain itu, lanjut Profesor Azril, pembentukan badan tersebut sangat penting untuk merumuskan standarisasi serta pemeringkatan bagi destinasi dan layanan Wisata Ramah Muslim, sehingga menjadikan basis untuk pengembangan WRM di Indonesia.

Azril berpendapat konsep Wisata Ramah Muslim yang merupakan ceruk pada wisatawan muslim dengan menyediakan extended services atau layanan tambahan yang diperlukan wisatawan muslim yang tidak terdapat pada wisata konvensional.

“Wisata Ramah Muslim ini adalah ceruk pasar baru yang perlu kita ambil dengan memberikan kualitas layanan atau services yang dibutuhkan oleh wisatawan muslim. Hal paling penting adalah bagaimana kita memberikan pelayanan kepada wisatawan muslim yang datang supaya dia merasa nyaman,” ujar Azril.

Profesor Azril juga mengatakan kalau Wisata Ramah Muslim (WRM) yang juga dikenal Muslim Friendly Tourism (MFT) terkonsentrasi di negara-negara OKI yang secara alamiah dianggap memiliki keunggulan komparatif lingkungan, yang lebih ramah ke wisatawan internasional muslim bahkan nonmuslim.

PariWisata Ramah Muslim, Ceruk Pasar Yang Potensial

ilustrasi (foto: crescentrating.com)

MTN, Jakarta – Wisata ramah muslim adalah pasar yang potensial dan masih belum tergarap dengan baik. Beberapa pakar di dunia pariwisata pun mengamini hal tersebut.

Dilansir dari EcoMasjid, sebuah webinar bertajuk “Pengembangan Pariwisata Ramah Muslim Pasca-Covid-19” yang dilakukan oleh Lembaga PLH & SDA Majelis Ulama Indonesia dengan pembicara dari kemenparekraf RI, ITC Malaysia dan Pakar Pariwisata, menyatakan kalau mereka sepakat Pariwisata Ramah Muslim merupakan ceruk pasar yang potential dan perlu mendapat perhatian lebih.

Hal ini dikarenakan wisata muslim mampu menunjukkan keaslian dan keunikan suatu daerah. Indonesia sebagai negara dengan umat muslim terbesar di dunia yang memiliki 17 ribu pulau dengan keanekaragaman budaya serta hayati, yang perlu digali dan merealisasikan ceruk pasar potensial ini.

Selain itu, diskusi webinar ini juga menyatukan pandangan bahwa istilah Pariwisata Ramah Muslim (Muslim Friendly Tourism) merupakan istilah yang lebih tepat dibandingkan dengan istilah Wisata Halal, Wisata Muslim ataupun Wisata Syariah.

Inti Wisata Ramah Muslim merupakan sebuah layanan tambahan (extended services) yang diperlukan oleh seorang wisatawan muslim dalam melakukan perjalanan.

Umat Islam Indonesia sangat membutuhkan layanan Wisata Ramah Muslim ini agar umat muslim tidak mengorbankan keimanannya saat berpergian untuk suatu tujuan wisata yang syar’i. Kita ketahui bersama bahwa penyedia fasilitas pariwisata tidak semuanya muslim, oleh karenanya perlu kiranya agar seluruh pihak dalam industri wisata mengerti dan memiliki standar pemenuhan kebutuhan wisatawan muslim; yang tidak terbatas pada penyediaan makanan halal saja, tapi juga untuk layanan amenitas serta atraksi (daya tarik) yang sesuai dengan ajaran Islam.

Dato’ Dr. Mohmed Razip Haji Hasan sebagai Ketua Pengarah Islamic Tourism Centre (ITC) di Malaysia menjelaskan kalau ITC didirikan pada tahun 2009 untuk membantu Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya Malaysia dalam melakukan penelitian strategis dan intelijen pasar pariwisata serta memberikan pelatihan dan layanan pengembangan kapasitas terkait dengan pariwisata Islam.

ITC juga berfungsi sebagai badan penasihat terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan pariwisata Islam untuk Kementerian. Selama bertahun-tahun, ITC semakin menjadi acuan para pemangku kepentingan dan pelaku industri, dan dipandang sebagai pakar industri untuk pariwisata Islam.

Ir. Rizki Handayani, MBTM, Deputi Bidang Produk Wisata & Penyelenggara Kegiatan, Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif RI menyampaikan bahwa Kementerian Pariwisata dan ekonomi kreaftif (Kemenparekraf) saat ini memiliki strategi untuk melakukan Periwisata Erkualitas (Quality Tourism). Pariwisata berkualitas dalam arti meningkatkan kualitas wisatawan yang datang ke Indonesia sehingga spending ke Indonesia jauh lebih besar. Juga meningkatkan kualitas dari destinasinya. Dengan pendekatan kualitas ini dilakukan dengan segmented market tertentu, termasuk wisata ramah muslim

Pada 2013 kita bicara Wisata Syariah, kemudian berubah menjadi Wisata Halal dan sekarang kita berpandangan lebih baik jika disebut sebagai Wisata Ramah Muslim. Konsep Wisata Ramah Muslim adalah merupakan extended services (layanan tambahan dari wisata konvensional). WRM merupakan ceruk pada wisatawan muslim dengan menyediakan layanan tambahan yang diperlukan wisatawan muslim yang tidak terdapat pada wisata konvensional. Banyak perdebatan persepsi mengenai istilah bahwa istilah Wisata Halal itu membuat akomodasi Islam, kemudian Wisata Muslim atau Wisata Syariah itu syariat-syariat Islam harus diberlakukan di semua tempat. Namun sebetulnya ini adalah ceruk pasar baru atau market segmen baru yang perlu kita ambil dengan memberikan kualitas layanan atau services yang dibutuhkan oleh wisatawan muslim. Hal paling penting adalah bagaimana kita memberikan pelayanan kepada wisatawan muslim yang datang supaya dia merasa nyaman.

Prof. Azril Azahari, PhD, Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia berpendapat bahwa Pariwisata Ramah Muslim dapat dilakukan melalui makanan yang merupakan bagian dari budaya. Karena tiap daerah mempunyai keunikan dan keaslian masing-masing. Wisata kuliner ini berkembang menjadi gastronomi adalah bagaimana memasak, tapi juga kombinasi seni dan sains dalam memasak yang bisa berkembang menjadi food diplomacy. Indonesia dijajah Portugis karena rempah-rempahnya. Jadi atraksi (daya tarik) pariwisata dapat berupa makanan yang unik dan asli setempat, termasuk makanan halal yang mencerminkan makanan yang sehat dan higienis (healthy & hygene).

Selain itu, sebuah pariwisata, khususnya Pariwisata Ramah Muslim, haruslah Profit (untung) agar usahanya berkesinambungan. Tapi aspek People (manusia) janganlah dilupakan. Maka investasi jangan hanya untuk kepentingan investor saja tapi juga untuk komunitas yang menjadi (Community Based Tourism); suatu skema usaha untuk mengembangkan pendapatan masyarakat melalui pengembangan industri pariwisata dengan mengembangkan partisipasi masyarakat lokal.

Pameran Pariwisata Terbesar Arab Saudi Ditunda karena Covid-19

Wadi Hanifa (foto: www.akdn.org)

MTN, Jakarta – Pameran pariwisata terbesar Arab Saudi, Riyadh Travel Fair 2020, diputuskan ditunda untuk kedua kalinya karena pandemi virus Corona.

Dilansir dari Okezone, awalnya festival tahunan itu dijadwalkan pada Maret, kemudian digeser jadi 2020. Namun, karena pandemi masih berlangsung, maka kembali diundur ke 15-18 Maret 2021.

Penundaan terbaru dilakukan oleh para pejabat di ASAS Exhibitions and Conference Organizing Company, perusahaan yang menyelenggarakan pameran tersebut, demi kepentingan kesehatan dan keselamatan publik.

“Kami sekarang merencanakan edisi 2021 dan berharap dapat menyambut kembali semua mitra industri perjalanan dan publik kami setelah kesehatan dan keselamatan pengunjung dapat sepenuhnya terjamin,” ujar Bandar Al-Quraini, Manajer Umum di ASAS Exhibitions and Conference Organizing Company .

Riyadh Travel Fair adalah pameran wisata dan perjalanan terbesar di Arab Saudi, yang menarik pengunjung dan peserta pameran dari Timur Tengah, Afrika Utara, Asia, Australia, dan Eropa.

Pameran ini bertujuan untuk mempromosikan investasi, pengembangan dan keberlanjutan sektor pariwisata di wilayah Arab Saudi.

Lebih dari 270 peserta pameran dari 50 negara akan ambil bagian untuk Riyadh Travel Fair edisi 2020. Diharapkan 30.000 orang pengunjung akan hadir di acara tiga hari tersebut.

Strategi Bertahan di Tengah Pandemi untuk Industri Wisata Halal

foto: Suara Merdeka

MTN, Jakarta – Pandemi Corona merontokan segala sektor industri, tak terkecuali pariwisata. Namun ada strategi untuk industri wisata halal di tengah pandemi ini. Seperti apa?

Dilansir dari CendanaNews, Ketua Bidang Industri Halal dan Industri Kreatif DPP Ikatan Asosiasi Ekonomi Islam (IAEI), Riyanto Sofyan, memberikan strategi bertahan bagi wisata halal di tengah pandemi.

Riyanto Sofyan menyebut kalau untuk mampu bertahan tentunya para pelaku industri pariwisata halal harus menyiapkan berbagai strategi. Di antaranya adalah overhaul business model.

“Yakni, bongkar pasang bisnis model perlu dilakukan pelaku pariwisata,” ujar Riyanto Sofyan yang juga menjabat sebagai Ketua Umum di Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI).

Riyanto menyebut, bahwa dalam bisnis pariwisata masih bisa berjalan meski dalam keadaan rugi. Namun bisnis pariwisata bisa dikatakan mati kalau arus kasnya macet.

Sehingga menurutnya lagi, dalam menjalankan bisnis pariwisata yang paling utama adalah manajemen arus kas.

“Caranya otomatis kita harus merestruktur biaya yang ada, karena saat ini, kalau kita meminta pinjaman tambahan tidak akan mungkin dapat,” tukasnya.

Riyanto menyarankan, agar skema kemitraan pelaku pariwisata harus dijalankan, sehingga mempunyai nafas yang lebih panjang meskipun arus kas yang terbatas.

Karena kondisi di lapangan menunjukkan, sebagian industri pariwisata ada yang beralih usaha. Contohnya, kata Riyanto, beralih usaha menjadi penjual sembako.

Adapun strategi lainnya, jelas dia, untuk pariwisata saat ini adalah pembuatan safe protocol, yaitu sesuatu yang memerlukan biaya tambahan tapi mesti dilakukan.

“Kita sebagai umat muslim harus tetap optimis agar industri pariwisata halal ini mampu bertahan di situasi pandemi Covid-19 ini,” ungkap Riyanto.

Apalagi menurutnya, pariwisata halal memiliki peluang yang besar untuk berkembang di Indonesia. Pasalnya, tren dan gaya hidup halal sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

“Yang dijual industri pariwisata ialah pengalaman yang diperoleh dengan mengunjunginya langsung wahana wisata tersebut. Maka, inovasi dan kreativitas sangat sangat diperlukan di saat pandemi Covid-19, ini,” ujar Riyanto Sofyan.

Masjid yang Selamat dari Banjir Bandang Ini Berpotensi Tarik Wisata

Masjid Al-Istiqamah Radda (foto-foto: Sorot Makassar)

MTN, Jakarta – Banjir bandang besar yang terjadi di Luwu Utara, Sulawesi Selatan pada pekan lalu (13/7) hampir meluluhlantakan segalanya, kecuali sebuah masjid. Masjid apakah itu?

Masjid Al-Istiqamah Radda selamat dari banjir bandang dashyat yang melanda enam kecamatan di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Bencana tersebut terjadi pada Senin malam (13/7).

Dilansir dari Sorot Makassar, puluhan personel TNI-AD dari Yonif 721/Makkasau Kompi Senapan C Palopo, pada Selasa (21/7), melakukan pembersihan masjid yang berada di tengah-tengah perkampungan Dusun Radda, Desa Radda yang tertimbun tanah akibat banjir bandang yang menerjang Luwu Utara.

Masjid Al Istiqamah Radda ketika bencana terjadi tertimbun lumpur hingga setinggi satu setengah meter.

Saat berlangsung pembersihan masjid, personel Yonif 721/Makkasau menemukan sebuah motor yang tertimbun lumpur.

Danton Kompi Senapan C Palopo Yonif 721/Makkasau, Letda Inf. Risal yang memimpin langsung di lapangan mengatakan semoga masjid ini segera dapat digunakan beribadah

Masjid Al Istiqamah berlokasi di desa Radda, kecamatan Baebunta, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Kode pos: 92961.

Diharapkan ke depannya pasca bencana ini Masjid Al-Istiqamah bisa berpotensi tarik banyak wisatawan Muslim.

Aturan Haji 2020: Jamaah Dilarang Sentuh Ka’bah

foto: aljazeera.com

MTN, Jakarta – Di musim Haji 2020 masa pandemi Corona ini, pihak Kerajaan Arab Saudi menerapkan protokol dilarang menyentuh Ka’bah dan wajib jaga jarak saat Thawaf.

Dilansir dari Detik, di era New Normal, pemerintah Arab Saudi kian tegas perihal aturan bagi para jamaah haji. Ada banyak aturan baru yang harus jamaah ketahui.

Pemerintah Arab Saudi memutuskan untuk membatasi pelaksanaan Haji 2020 untuk mencegah penyebaran virus corona. Melalui Pusat Pencegahan Penyebaran Penyakit (CDC), Pemerintah Arab Saudi merilis aturan Haji 2020 sesuai protokol kesehatan, seperti dilarang menyentuh Kakbah.

Pelaksanaan Haji 2020 hanya diperuntukkan bagi 1.000 orang jamaah, orang Arab Saudi atau warga asing yang saat ini berdomisili di Arab Saudi. Ini merupakan kali pertama pelarangan haji bagi Muslim dari luar negeri, di zaman modern.

Selain dilarang menyentuh Kakbah, jamaah Haji 2020 juga diminta menjaga jarak satu dengan yang lain sekitar satu setengah meter selama salat berjamaah dan ritual tawaf, atau berkeliling Kakbah.

Akses ke lokasi Haji yang lain, seperti: Mina, Muzdalifah, dan Arafah akan dibatasi, hanya diperuntukan bagi pemilik izin haji pada 19 Juli hingga 2 Agustus 2020. Jemaah juga diwajibkan menggunakan masker sepanjang waktu.

Sementara itu, keputusan Haji terbatas dilakukan setelah pemerintah Arab Saudi melakukan beberapa pertimbangan. Sebelumnya, negara tersebut sempat menerapkan kebijakan lockdown hingga penutupan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.